perih

248 32 15
                                    

Andai bisa berharap, mungkin aja setitik kebahagiaan yang menghampiri.
Menjanjikan senyum dalam hati yang sudah beku.
Jiwa yang telah padam dan pasrah.
Janji....sebuah kata yang mudah diucap dengan lidah namun sukar diterima oleh hati
Karna saat tak terduga selalu ada dan datang saat hati mulai menuai harapan bahagia.
Perih...hanya itu yang tertinggal dari sepotong hati yang mengharap asa itu. Tercampakan, layu...dan ditinggalkan!!

Emu memandang daun-daun yang mulai menghijau kembali setelah berlalunya.musim dingin. Bunga-bunga bermekaran indah dan kupu-kupu berterbangan dengan riangnya. Ia menghela nafasnya sembari terus berpikir, akan berapa lama lagi ia harus menanggung beban ini?

Musim gugur nanti usianya dan usia Parad akan memasuki tujuh belas. Usia yang sudah menjadi fase masa pertengahan dari remaja menuju dewasa. Akankah ia masih bisa menikmati indahnya masa remaja itu? Kakinya sudah semakin lelah untuk melangkah. Ia sudah lelah untuk berharap. Berapa lama lagi?

"Kenapa malah melamun diluar, sayang! Kita kedalam ya? Angin sore tak baik untukmu.." suara bas dibelakang kursi roda yang didudukinya membuatnya menoleh. Lelaki itu, orang yang disayanginya. Yang telah membangunkannya dari kematian. Kini tersenyum lembut padanya. Hironya...tidak berubah, selalu sabar menghadapinya dan merawatnya dengan penuh kasih.

"Hiro...apakah tidak bosan bersamaku disini?" katanya lirih.

Hiro hanya tersenyum. Menggenggam lembut tangan pucat itu dan mengecupnya. "Untuk kekasihku, tidak ada kata bosan. Yang ada hanya kerinduan yang tak pernah bisa berhenti pergi dari sini. Aku..terlalu mencintaimu, Emu! Terima kasih sudah bertahan untukku." mereka berdua bertatapan penuh kasih. Sejenak waktu terasa terhenti begitu saja. Hiro seakan lupa kalau dia sudah diikat oleh orang lain. Atau memang ia tak pernah bisa lari dari pesona Emu? Meski sekarang tubuh Emu tak lagi seberisi dulu, dan bibirnya tak semerah dulu. Tapi Emu, tetaplah Emu dengan pesonanya yang mampu menaklukan hati Hiro bila mereka sudah berdekatan. Emu adalah denyut nadi bagi Hiro dan itu disadari oleh semua keluarga besar Emu. Mampukah mereka melarang kedekatan itu? Memisahkan mereka seperti dulu lagi.

"Apakah nisan sudah bulat dengan keputusan ini? Aku takut nisan akan menyesalinnya nanti." Nico mencoba mengajuk hati Hiro.

Butterfly paper (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang