EMPAT (lelah)

259 25 5
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak!

Happy Reading Readers❤
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bisakah aku hidup tanpa ada penyiksaan? Aku benar-benar lelah"
-Bulan Pratama-

Disebuah rumah yang sederhana namun terlihat mewah terdapat seorang pria tua yang sedang duduk sambil menatap seseorang yang disiksa dengan kejam. Dan seseorang itu adalah Bulan, terdapat empat orang laki-laki yang menyiksanya menggunakan kayu dan tongkat bisbol.

Tubuh Bulan dipenuhi dengan lebam dan darah yang terus mengucur. Suara teriakan yang menggema di ruang tamu itu membawa kesan kejam dan kasihan.

"Cukup"

Keempat orang itu berhenti setelah mendengar perintah dari Ryan.

"Kalian boleh pergi"

Ryan berjongkok dan mengangkat wajah Bulan menggunakan jarinya.

"Sangat menyedihkan"

Plak

"Kamu tau, aku membencimu! Sangat membencimu!" Ucap Ryan disertai tatapannya yang dipenuhi dengan kebencian yang sangat mendalam

Bulan menatap Ryan dan berkata. "Seharusnya aku yang membencimu karena kamu yang membuatku lalu kamu membenciku? Dimana letak kesalahanku padamu? JAWAB!"

Bulan tidak peduli lagi dengan keadaannya yang bisa dibilang menyedihkan namun Bulan harus berani melawan Ryan, sudah cukup Bulan ketakutan padanya. Saatnya Bulan berubah.

"Cih, kamu sama saja dengan wanita jalang itu dan untung saja jalang itu sudah meninggal jadi aku tidak perlu repot-repot untuk membunuhnya"

DEG

Bulan melebarkan kedua bola matanya. Meskipun Bulan belum pernah melihat Mamanya namun Bulan sangat menyanyangi Mamanya.

"Jahat!" Teriak Bulan

Ryan mengerutkan keningnya sesaat dan tersenyum miring.

"Nama wanita jalang itu Bulan Exania"

Bulan menatap Ryan kaget. Nama Mamanya sama seperti namanya?.

"Kenapa? Kaget? Ya, sebelum dia meninggal dia menyuruhku untuk memakai namanya menjadi namamu dan aku melakukannya. Dia memang menyanyangimu sama seperti Ibu diluar sana namun takdir berkata lain, dia meninggal akibat pendarahan"

Ryan menatap Bulan yang menangis setelah mendengar hal itu. Ryan pergi dari ruang tamu membiarkan Bulan menangis tersedu-sedu.

"Ma...ma"

Bulan berteriak sekuat-kuatnya. Sakit fisik dan batin secara bersamaan membuat Bulan makin hancur. Kenapa? Kenapa disaat Bulan bahagia tapi kebahagiaannya rusak, kenapa harus begitu?.

Kenapa dunia begitu kejam padanya?.

Bulan bersandar di dinding, lantai itu dipenuhi dengan darahnya. Menyedihkan sekali.

Bulan menghela napas kasar berusaha menahan rasa sakit yang dirasakannya secara fisik maupun batin.

"Gue lelah dengan semuanya," gumam Bulan

Ditempat lain terdapat Juan yang menatap nisan itu sendu. Kania. Gadis yang sangat dicintainya namun telah pergi akibat kesalahannya sendiri.

"Hai...Kania"

"Gue bertemu dengan seorang gadis yang unik. Namanya Bulan. Tapi gue berpisah lagi dengannya"

"Gue sangat membutuhkan lo di samping gue. Gue ingin membangun sebuah keluarga kecil bersama lo tpai udah pergi"

"Maafin gue, gue sangat menyesal demi Tuhan"

"Kenapa sih lo harus bunuh diri sama seperti Veisya? Kenapa? Disaat gue sudah menyadari perasaan gue ke lo tapi lo pergi...argh gue cinta sama lo Kania!"

Tes

Tes

Tes

Airmata yang sedari tadi ditahan akhirnya jatuh juga. Juan masih mengingat bagaimana Veisya bunuh diri lalu Kania menyusul setelah ini siapa lagi yang akan meninggalkannya?.

Juan mengecup nisan itu seolah-olah mengecup Kania. Juan beranjak dari sana dan pergi dengan rasa penyesalannya.

JUAN AND BULAN

"Egel mana Kak Juan?" Tanya Kei

"Katanya dia ada urusan," balas Egel

"Aku merindukan Kania"

Egel mengusap puncak kepala tunangannya itu dan menatap Kei hangat.

"Dia sudah tenang disana sayang"

"Iya"

"Akting kalian bagus"

"Dasar pria tua!"

"Egel," tegur Kei

Ridel terkekeh pelan lalu duduk di depan Egel dan Kei.

"Kei kabar Rudi bagaimana?"

"Papa baik-baik aja kok Om"

"Baguslah, lalu kapan kalian menikah?"

"Secepatnya"

"Entahlah"

Kedua insan itu saling menatap satu sama lain membuat Ridel tertawa.

"Egel mana Alan?"

"Ehh buset...muncul dari mana lo?" Tanya Egel dengan ekspresi kaget pada Juan

"Gue nanya dimana Alan?"

"Alan di kamar, lo jangan ganggu Alan"

"Kenapa?"

"Bunga menangis semalaman karena memikirkan Bulan makanya Alan selalu berada di samping Bunga apalagi Bunga sedang hamil jadi gak boleh banyak pikiran," jelas Egel

Juan hanya mengangguk dan menatap Ridel. "Kamar Bulan dimana?"

"Di atas, pintu yang berwarna abu-abu"

Juan menaiki tangga satu-persatu tanpa peduli akan teriakan dan umpatan Egel padanya.

"Apa Kak Juan mencintai Bulan?" Tanya Kei

"Entahlah hanya waktu yang dapat menjawab semuanya," jawab Ridel

JUAN AND BULAN

Juan menatap kamar Bulan yang nuansa warna abu-abu. Sepertinya gadis ini menyukai warna abu-abu.

Juan menghempaskan dirinya di ranjang dan seketika Juan menghirup aroma-aroma Bulan yang masih tersisa di ranjang.

Menenangkan. Aroma ini membuat Juan sangat tenang. Juan memejamkan kedua matanya.

"Bulan...sebenarnya apa yang lo lakuin ke gue? Kenapa gue frustasi saat dia pergi? Apa gue mencintainya?" Batin Juan

Juan menggelengkan kepalanya. Itu tidak mungkin, Juan masih mencintai Kania. Bagi Juan, Kania adalah segalanya.

"Ck, sadarlah Juan! Lo cinta sama Kania bukan Bulan!" Gumam Juan

Keesokan harinya....

Juan berangkat ke Spanyol karena urusan pekerjaannya tapi sebelum berangkat Juan merasa akan bertemu dengan Bulan, entahlah mungkin ini hanya perasaan Juan saja.

Juan menyuruh Egel untuk mencari keberadaan Bulan sementara Alan mencari informasi tentang Ryan. Ketiga orang ini berusaha keras demi Bulan.

Sedangkan ditempat lain terdapat Bulan yang sedang menatap langit ke atas sambil merapalkan doa agar Bulan bisa terbebas dari penyiksaan ini.

TBC

Readers kalo ada yang belum baca 'Broken girl' sama 'Kania' lebih baik baca dulu cerita itu ya, karena kedua cerita itu berhubungan dengan Juan dan jangan lupa tinggalkan jejak, ok!

See youuuuu❤


Juan and Bulan (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang