Masih dalam keterkejutan, Park Han berdiri mematung dengan mata yang penuh genangan air. Tubuhnya kaku, lidahnya kelu, pun matanya seolah tak bisa sekalipun berkedip.
Sana tersenyum, ia lalu menundukkan tubuhnya sembilan puluh derajat dengan kedua tangan yang diletakkan diperutnya, setelahnya ia kembali berdiri tegak dan tersenyum, lebih lebar dari sebelumnya.
"Halo, Ayah. Ini Sana. Apa kabar?" Sana merasa kerongkongannya kering bukan main, ia menatap Ayahnya dengan sendu, "Sana... a—aku kembali, Ayah." Ujarnya merilih.
Dan saat itu pula Han langsung mengedipkan matanya membuat air mata yang sedari tadi ia tahan luruh juga dalam satu kedipan.
"Sana..."
Sana mengangguk sedih, "Iya, Ayah. Ini Sana, Sana anak Ayah, putri cantik Ayah."
"Putri Ayah?" Tanya Han yang masih menangis tanpa henti,
"Iya, Ayah," Sana mengangguk, "Putri Ayah."
"Sayang..."
"Sana disini, Ayah." Sana bergeser hingga mereka sudah tidak terhalang oleh sofa, lalu mendekati Ayahnya dengan perlahan,
"Anakku..."
Sana menganggukkan kepalanya terus hingga tak sadar bahwa ia telah menangis juga,
Dan detik itu juga Han menangis meraung dengan memeluk anak semata wayangnya. Anak cantiknya, anak gadisnya, anak pertama nya, anak kesayangan nya.
"Ya Tuhan, Sana-ku." Han menangis dengan mendekap erat tubuh Sana dengan kehangatan.
"Sana pulang, Ayah." Ujarnya didalam dekapan tubuh besar sang Ayah.
Han mengangguk cepat, "Iya, Sayang. Terimakasih, Sayang. Terimakasih, terimakasih telah pulang, terimakasih sudah kembali, Sayang."
Sana mengangguk, ia menangis hebat dalam diam. Pelukan Ayahnya selalu hangat dan nyaman seperti ini.
Han masih menangis tersedu, membuat Sana terkekeh pelan, lalu tangannya menepuk punggung Ayahnya dengan pelan.
"Ayah, Sana sudah pulang. Berhentilah menangis, aku menjadi ikut menangis juga."
Han menganggukkan kepalanya dalam pelukan mereka, tangannya terus mengelus surai lembut Sana beserta punggung kecilnya.
Kemudian secara perlahan ia melepaskan pelukannya, tapi masih begitu dekat dengan anaknya ini.
"Mari duduk, kau pasti lelah," Han membawa anaknya untuk duduk disofa dengan ia disamping nya,
Sana tersenyum senang begitu Ayahnya terus memandangi nya dengan tatapan memuja pun rindu yang berbaur, bersama lengan yang terus mengelus surai lembut Sana yang tergerai rapi dan indah.
"Ayah, apa kabar?" Sana membuka percakapan lebih dulu,
Han terlihat terkejut begitu anaknya bertanya, ia tersenyum sendu, "Ayah sampai lupa menanyakan kabarmu, maaf, Sayang." Sana mengangguk maklum, "Ayah sangat baik setelah bertemu denganmu. Oh, astaga, ini bahkan masih terasa mimpi untuk Ayah."
Han menarik lengan Sana untuk digenggamnya dengan hangat, "Ayah tidak mau bangun jika ini mimpi, dan Ayah.."
"Ayah," Sana menyela Ayahnya, "Ini nyata, aku disini, didepan Ayah, bersama Ayah. Jangan seperti ini, hm? Aku sedih sekali," ujar Sana sedih,
Han mengangguk lalu menghapus air mata yang kembali melesak keluar, "Maaf, Sana. Maafkan Ayah, Ayah jahat sekali, maaf, Sayang. Ayah minta maaf—"
Sana kini yang menggenggam tangan sang Ayah, "Ayah, kumohon, berhentilah. Ayah tidak perlu minta maaf. Ayah tidak jahat, dan Ayah adalah lelaki terbaik dihidupku. Berhentilah untuk seperti ini, hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The New Beginning
Fanfiction"Sana, dimana?" "Sana, sedang apa?" "Sana, kau baik?" "Sana, pulang jam berapa?" "Sana, pergi dengan siapa?" "Sana, jangan pergi." "Sana, maaf." "Sana, aku mencintaimu." Setelah memenjarakan diri sendiri dalam dunianya, kini wanita kecil itu sudah b...