Pertemuan

104 33 9
                                    

"Terakhir kali aku melihat senyumnya, aku sangat menyukainya. Tapi hari ini berbeda. Aku tetap menyukainya walau tidak melihat senyumnya."


Seperti yang papa katakan, malam ini kami akan ada dinner bersama keluar ga Marie. Dan sepertinya aku tidak terlalu gugup, padahal aku cukup pemalu orangnya.

Disebuah restoran yang mungkin sudah mereka janjikan, aku menunggu bersama papa disebuah meja bundar khas restoran itu. Sesekali kuperhatikan sekelilingku untuk menghindari rasa bosanku. Dan akhirnya berakhir di Handphone ku. Kurasa kami tiba lebih awal dan sepertinya papa sengaja melakukannya.

"Papa kekamar mandi dulu ya." ucap papa sambil bergegas kekamar mandi.

Aku hanya mengangguk sambil bermain gadget.

Seketika papa pergi, aku pun memalingkan wajahku ke arah pintu.

"Akhirnya mereka datang juga!" batinku.

Langkah demi langkah kuperhatikan. Ada yang aneh. Dia sendiri. Dimana yang lainnya? Aku pun mulai bertanya tanya. Disaat aku sedang berpikir, Marie sudah sampai dimeja tepat didepanku.

"Udah lama nunggu ya?" tanya Marie padaku sembari mengambil tempat duduknya.

"Aku rasa baru sekitar 45 menit yang lalu," jawabku.

"Papa kamu belum datang?" tanyanya lagi.

"Barusan kekamar mandi," jawabku sedikit canggung. Percakapan kami benar benar seperti sebuah wawancara singkat.

Akhirnya papa muncul dari kamar mandi. Mungkin suasananya akan berubah. Untung saja.

"Dimana yang lain?" tanya papa pada Marie.

"Kami tidak datang bersama. Kebetulan aku lagi banyak job. Jadi, langsung kesini. Tapi aku udah kabari dia tadi. Katanya masih dijalan," Jawab Marie.

"Okedeh. Kita pesan makanannya dulu," ucap papa.

Sembari papa dan Marie memilih makan malam kami, aku hanya terdiam memperhatikan mereka.

Sebenarnya aku sedikit jengkel. Bagaimana bisa mereka datang terlambat padahal sudah ada janji. Jika itu 10-15 menit mungkin masih dimaklumi. Jam sudah hampir menunjukkan pukul 09.06. Sudah hampir se-jam aku dan papa menunggu mereka yang datang begitu lama.

Setelah menunggu lagi, akhirnya makanan pun dihidangkan. Tapi tiba tiba saja....

"Tuh. Mereka Udah datang," ucap Marie tersenyum menunjuk dua anak laki laki yang sedang berjalan menuju kearah kami.

Aku pun memalingkan pandanganku. Dan seketika kupalingkan wajahku,

"Apa...?!"

"Gak mungkin!!" ucapku tak terima dalam hati .

Jantungku tiba tiba berdebar kencang. Dan kurasa pipiku akan memerah saat lelaki itu benar-benar tiba didepanku.

Sekali lagi kucoba untuk memalingkan wajahku.

"Tidak mungkin!!"

"Kenapa harus dia?!" tanyaku lirih dalam hati sambil menundukkan wajahku.

Dan dia pun akhirnya tiba dikursi yang tepat didepanku. Dan kurasa dia sudah melihatku dengan jelas.

Tanpa menunggu lagi, Marie mencoba mengenalkan siapa dia kepadaku. Padahal aku sudah mengenalnya jauh sebelum ini. Aku tau namanya, hobinya, universitasnya, bahkan banyak hal lain yang mungkin hanya kuketahui untuk diriku sendiri.

"Ini mungkin pertemuan pertama kalian. Jadi, kenalin ini Jeriko," ucapnya memperkenalkan putranya itu.

Lelaki itu berdiri dan dia pun mengulurkan tangannya padaku. Seakan-akan dia tidak pernah mengenalku.

"Jerricko Jean Ananta." ucapnya memperkenalkan namanya.

Hatiku seperti teriris-iris pisau tajam setelah mendengar ucapannya. Aku masih belum percaya bahwa itu dia.

"Kayla!" ucapku lirih membalas jabatan tangannya.

"Mau kenalan sama kakak Kayla?!" tanya Marie pada anak kecil laki laki yang sedang berdiri juga disampingnya.

Namun dia hanya tersenyum malu lalu memeluk Marie. Papa hanya tertawa kecil melihat tingkah laku anak kecil itu. Begitu juga denganku yang mulai menarik bibirku untuk tersenyum.

"Karena semua udah datang, kita mulai aja makan malamnya," ucap papa memberi aba aba untuk memulai makan malam kami.

Aku benar benar tidak bisa menikmati makan malam itu. Rasanya aku ingin pulang kerumah lalu tidur. Aku kecewa. Benar benar tidak terima dengan keadaan yang ada saat ini. Bahkan aku sama sekali tidak mau melihat wajahnya.

"Gimana kuliahnya?" tanya papa pada Jerricko.

"Lancar pa," ucapnya sembari menikmati hidangan diatas meja.

"Sejak kapan dia panggil papa ku seperti itu?" tanyaku dalam hati.

Ternyata secepat itu mereka akrab. Padahal aku masih canggung dengan Marie.

"Kamu gak mau kenalan sama adik kamu?" tanya papa tiba tiba padaku.

Aku hanya tersenyum lalu memalingkan wajahku pada anak kecil itu.

"Dia lucu!" ucapku tersenyum manis memperhatikan tingkah nya saat makan. Lagi- lagi dia malu.

Kami pun tertawa melihat tingkahnya.

Tak terkecuali Jerricko, yang selama ini aku kenal sebagai seorang yang tampak sangat pendiam.

Semua kenangan yang ada tidak berlaku untuk saat ini lagi. Jika dulu aku melihatnya dari jauh dengan sepasang headset lalu mengendarai motornya, kini aku bisa melihatnya langsung. Dan aku benar benar menyukainya dulu hingga sekarang.

Karena melihatnya lagi, aku jadi teringat judul-judul puisi yang ku kirim padanya melalui Karin.

Saat dia jauh tidak dapat kuraih. Bahkan saat sudah dekat sekalipun. Yang bisa aku dapatkan hanya secuil senyum dari kejauhan. Dan malam ini senyum itu terlihat lebih dekat, walau sebenarnya dia hanya tertawa kecil. Dia sangat manis.

Ini adalah takdir ku.

Yang aku harapkan adalah semoga dia tidak menyakiti hatiku lagi.



SEBELUM KAMU(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang