Memilih

54 16 4
                                    

Hari ini adalah hari terakhir pelajaran diadakan. Karena Minggu depan adalah ujian kelulusan. Dengan segenap perasaan sepi aku harus mengakhiri perjalanan hari ini disekolah terutama atas tidak kehadiran Alika. Semenjak peristiwa beberapa hari yang lalu, dia menjauhiku. Semuanya terasa salah begitu saja dan sudah terlanjur dan tidak mungkin bisa diulang kembali. Oleh sebab itu aku memutuskan untuk menoleh kedepan. Hari baru sudah didepan mata, aku mengibaratkan kejadian kemarin adalah bagian skenario hidupku yang harus kutuntaskan. Akibat dari sebuah keputusan adalah berani mengambil resiko yang mungkin membuat kita kehilangan sesuatu untuk bisa mendapatkan yang lainnya.

Siang ini, didalam kelas yang mungkin akan aku rindukan dihari tua nanti, aku menghabiskan waktu melamunku selama ber jam-jam. Meski keadaan seharusnya menggembirakan, aku hanya memutuskan untuk berdiam. Hingga akhirnya bel pulang menyadarkanku dari kesendirianku.

Dengan lemas, aku melepas tangan yang sedari tadi menjadi tumpuan pipiku dan mulai meraih beberapa alat tulis diatas meja lalu segera memasukkannya kedalam tas. Dengan langkah berat aku mengangkat tas itu untuk melangkah keluar. Akan tetapi, tiba-tiba aku teringat akan Alika yang selalu dengan ceria mengajakku pulang. Dengan berbekal ingatan itu, aku mulai berbalik dan mendekati mejanya, aku menyentuh meja itu dan mulai teringat lagi ucapan-ucapan Alika yang selalu memotivasi ku untuk bangkit dari patah hati yang kualami saat itu. Dan pada akhirnya, semua terasa aneh ketika seseorang yang mengobati malah berbalik untuk menyakiti.

"Tok..... Tok....... Tok...... Tok"

Suara ketukan pintu kelas tiba tiba menyadarkanku dari lamunanku. Aku mencoba mengangkat kepalaku untuk melihat orang itu.

"Pacarlu udah nunggu tuh," ucap seseorang yang tidak asing bagiku. Ternyata Bryan dan Glen sudah lama menungguku dibalik tembok.

Aku pun sedikit terkaget lalu segera melangkah dan mengintip. Lalu aku segera masuk lagi dan berdiam.

"Lu kenapa?!" tanya Glen yang melihatku demikian.

"Mmm......gak papa kok, lu berdua duluan aja," pintaku pada mereka berdua.

"Se greget itu lho punya pacar baru?!" tanya Bryan dengan nada sedikit mengejek. Lalu tertawa kecil.

"Apaan sih, udah Sono pergi!" perintahku yang akhirnya membuat mereka melangkah pergi.

Aku memang payah soal cinta.

Ini adalah hari pertama aku bakalan jalan sama pacar pertamaku. Ya, bersama Fray.

Aku menerimanya malam kemarin. Dan itu adalah pilihan yang akan kuperjuangkan. Meski aku harus kehilangan sahabatku. Aku melakukannya karena aku tidak ingin hal seperti itu terjadi untuk kedua kalinya.  Aku tidak ingin menjadi pecundang dihadapan diriku sendiri. Sudah cukup memberi luka pada hati. Saatnya memulai lembar baru untuk cinta yang baru. Dan itulah hal  yang kini aku yakini. Dan aku akan mencintai Fray.

Setelah meyakinkan diriku, aku pun bangkit. Segera aku melangkah keluar dan menatap dari kejauhan. Fray sudah menungguku. Dengan sedikit ragu dan deg-degan aku melangkah lebih dekat. Ternyata Fray mengetahui kedatanganku. Dia pun berbalik dan langsung mendekatiku.

Dia pun mengulurkan tangannya. Mungkin bukan untuk yang pertama kali melainkan untuk kesekian kalinya. Bedanya, kini lebih spesial karena Fray kini sudah menjadi pacarku.

Dengan tenang aku pun menerima uluran tangannya. Aku menggenggamnya dengan pasti. Begitu juga Fray dengan senyum manisnya. Kami pun mulai melangkah meninggalkan kelas ku.

Sepanjang perjalan, tidak ada kata yang dia ucapkan. Begitu juga denganku. Rasanya lebih nyaman disaat Fray belum menjadi pacarku, semua berjalan normal tidak seaneh perasaanku kini.

SEBELUM KAMU(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang