Pagi itu

79 18 3
                                    


"Keinginan yang membekap, seluruh rasa yang menciptakan keraguan, memenjarakan cinta yang dimenangi  luka, kau bagai embun bagiku. Namun, mengapa aku masih seperti hujan yang tak rela jatuh untuk mu?"

                                 
                                 







Tok...tok....tok.....

Pintu kamar ku diketuk untuk kesekian kalinya.

"Kayla, ayo bangun! Nanti kamu telat loh, Kayla....." panggil mama dari balik pintu kamar.

Aku yang mendengar suara itu mulai terbangun dan tersadar. Ku buka mataku perlahan dan .....

"Ya ampun! Aku bakalan telat nih!"

Jam dingding dipagi hari itu menunjukkan waktu yang seharusnya aku harus sarapan pagi dan berangkat sekolah.

Segera aku berlari sambil membawa handuk ke arah kamar mandi. Kusikat gigiku dan mulai untuk mandi. Waktu yang begitu mendesak ku gunakan sedemikian bisanya. Ku pakai seragamku, dan kubawa tas yang terletak diatas meja belajar didalam kamarku. Aku pun tergesa-gesa ketika keluar dari kamar. Mama sibuk membuat sarapan, sedangkan papa asik membaca koran.

"Ma, sepatu Kayla mana?" tanyaku mondar-mandir  didepan.

"Kau tidak ingat, kau baru saja mencucinya, mungkin masih diluar." jawab mama padaku yang sudah sampai didapur.

Segera aku mencari keberadaan sepatu ku, dan langsung memakainya.

"Kamu makan sarapan pagi kamu dulu." seru mama padaku.

Segera aku melangkah ke arah meja makan dan melahap sarapan pagi itu.

"Papa kan sudah bilang, kalo kamu susah bangun, seharusnya kamu pakai alarm." nasehat papa tiba- tiba lalu menyingkirkan koran yang ia pegang lalu menikmati kopi seduhan mama.

"Pagi ini papa tidak pergi ke kantor, kamu akan berangkat bersama kakakmu" ucapnya lagi padaku.

Seketika aku langsung berhenti makan sarapan yang masih tersisa diatas meja.

"Aku bahkan belum bisa membayangkan duduk disampingnya," batinku.

"Kau hampir lupa menyisir rambutmu," ucap mama sembari memberikan sisir padaku yang masih duduk dimeja makan.

Segera aku berlari lagi kekamar untuk menyisir rambut ku.

Setelah selesai, aku pun keluar.

Dari arah depan, Jerricko pun muncul dengan pakaian kampusnya. Dia sangat tampan pagi ini. Dia selalu berpenampilan seperti ini, pantas saja banyak wanita yang jatuh hati padanya. Dan dikeadaan seperti ini, aku malah sempat-sempatnya memperhatikannya.

"Aku pergi ya ma, pa," ucapku sembari mengangkat tas dan menyalam papa dan mama.

"Kalian berdua hati-hati dijalan. Jangan terlalu terburu-buru," pesan papa pada Jerricko yang akan menyetir.

Segera aku mengikuti langkah kakak tiri ku yang sudah jauh berjalan kearah mobil. Kutarik nafas dalam-dalam agar tidak gugup didepannya. Sepertinya dia sudah masuk duluan, setelah dia masuk, barulah aku menyusul.

SEBELUM KAMU(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang