32. Kembalinya masa lalu Aldo 2

2.8K 152 25
                                    

“Uuuu, kasian ya, kemarin cowoknya sama Nala, eh sekarang sama cewek lain. Diselingkuhin, ya?” ucap teman-teman Nala, saat berjalan di koridor tiba-tiba saja mereka menarik lengannya, menuju tangga kelas XII, untungnya disana selalu sepi.

“Wajar sih, ‘kan dapetin cowoknya hasil nikung Kakaknya sendiri,” timpal salah satu dari mereka.

“Uh, miris ya,” sahut yang lainnya diikuti tawa mereka.

“Gimana? Kerasa sakit hatinya?”

“Kalau orang Tanya, itu jawab.” salah satu dari mereka menjambak rambut Vita. “Mau kalian apa, sih?!” Vita, gadis itu marah.

“Mau gue? Lo menderita aja,” mereka kembali menjambak rambut Vita.

Vita membalas menjambak rambut rambut gadis itu, lalu gadis itu tersungkur, gadis itu menatap Vita marah, “berani lo?” lalu teman gadis itu mendorong Vita hingga Vita tersungkur.

Alisa dan Aldo berjalan menuju kelas mereka, kelas XII yang berada di lantai atas, namun saat sampai di tangga mereka melihat Vita yang tersungkur.

“Aldo, itu cewek yang tadi, ‘kan? Dia kenapa? Di-bully, ya? Samperin yuk, aku kasian litanya.” Alisa menarik tangan Aldo.

“Udah gak usah ikut campur urusan orang lain.” Aldo terlebih dahulu menarik tangan Alisa untuk memutar arah, lebih baik ia melewati tangga utama saja untuk sampai di kelasnya.

***

Kini Vita tengah berada di hotel melati bersama Septian dan Aji, mereka akan mengecek daftar pengunjung di hotel ini, mengumpulkan bukti lainnya setelah berhasil mendapatkan vidio dari rekaman CCTV itu. Gadis itu tampak lesu, Septian yang menyadari itu membawa Vita ke dalam rangkulannya, lalu pemuda itu bertanya, “lo kenapa?”

Vita menghindar dari Septian hingga rangkulan pemuda itu terlepas, “gue gak apa-apa,” jawab Vita, tadi di sekolah saat Vita di keroyok oleh teman Nala ada teman-temannya yang membantu Vita melawan, namun akhirnya Vita dan teman-temannya tetap saja di hukum walaupun yang salah adalah mereka, tapi bukan karena lelah di hukum ia lesu seperti ini, tapi karena Aldo dan Alisa.

Septian yang sebenarnya tahu apa yang di risaukan Vita, mengulas senyum tipisnya. “Lo harus kuat Vita, kalau mau buktiin lo gak bersalah,” Septian mengangkat tangan kanan Vita ke atas, mencoba menghibur gadis itu.

“Apaan sih lo, dasar es batu,” dengusnya lalu tertawa.
Septian tersenyum melihat Vita yang kembali tertawa, lalu ia mengacak rambut gadis itu, lalu kembali Septian melempar lolucon konyol yang lagi-lagi berhasil membuat Vuta tertawa, Aji yang melihat itu mendengus, dirinya seperti menjadi obat nyamuk disini, Vita tertawa sampai pinggangnya sakit lagi, perlahan tawanya berubah menjadi ringisan, dan tak lama kemudian Vita kehilangan keseimbangan, Septian yang melihat itu sontak berteriak, “Vita!” lalu yang Vita lihat terakhir kali adalah raut khawatir Septian.

***

Aldo dan Alisa mengunjungi taman bermain tempat mereka bermain dulu. Berjalan-jalan di sekitar taman, walaupun sudah larut, tetapi pengunjung taman ini masih banyak.

“Kamu inget Al, dulu kita sering ke sini,” ucap Alisa mencoba mencairkan suasana karena sedari tadi Aldo terus diam. Sedangkan Aldo, pemuda itu mencemaskan keadaan Vita saat ini sampai tidak mendengarkan apa yang diucapkan Alisa. Gadis itu menepuk pelan lengan Aldo. “Al, kamu dengerin aku, ‘kan?” tanyanya, menoleh ke samping untuk menatap pemuda itu.

Aldo mengerjap beberapa kali. “Ah iya.”

“’Ah iya’ apa? Kamu dengerin aku gak, sih?” Alisa mengerucutkan bibirnya sebal.

Aldo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu berujar, “Maaf.”

“Hmm,” Alisa berdeham pelan dengan wajah ditekuk. “Al, kita masih pacaran, ‘kan? Setelah aku menghilang dari hidup kamu selama beberapa tahun?” tanyanya, mencoba memastikan.

“Kenapa kamu nanya gitu?” Aldo balik bertanya.

Alisa mengetukkan beberapa kali kaki kirinya di rerumputan. “Aku mau mastiin aja, siapa tau selama aku pergi, kamu menemukan pengganti aku.” Alisa tersenyum simpul, hal ini memang ia takutkan sekarang.

“Apa pantes setelah kamu menghilang dari hidup saya dan hanya memberi tahu Septian tentang penyakit kamu, lalu sebelum kamu pergi kamu malah bilang kalau kamu sebenarnya yang kamu suka itu Septian bukan saya? Dan sekarang kamu bertanya seperti itu?” Aldo menghentikan langkah, menoleh ke belakang, tepat ke arah Alisa yang berdiam diri di sana. Dulu Alisa tiba-tiba saja pindah, lalu gadis itu berkata bahwa sebenarnya yang gadis itu cintai adalah Septian, dan gadis itu memintanya untuk melupakannya.

Alisa menunduk. “Jadi bener, kamu udah punya pengganti?” Ia tersenyum miris. Aldo menghampiri gadis itu.

“Kamu tau, setelah kamu pergi, saya kacau, apalagi tentang perpisahan orang tua saya, saya yakin kamu sudah mengetahuinya. Lalu, saat-saat itu saya bertemu sama gadis SMP yang selalu menyendiri di danau. Kamu tau siapa dia? Dia adalah pacar saya sekarang, dan dia yang berhasil menggantikan kamu di hati saya,” tuturnya, “setelah kamu mendatangi saya kemarin, jujur saya bingung sama perasaan saya sendiri. Tapi sekarang saya tau, perasaan saya ke kamu itus udah tidak ada. Saya memang masih sayang kamu, tapi rasa sayang saya itu hanya rasa sayang sebatas sahabat yang sudah lama berpisah. Untuk kali ini, tolong kamu bisa ngertiin aku.” Aldo memegang erat tangan Alisa yang ia bawa ke dalam genggamannya.

Alisa mendongak. “Siapa? Siapa gadis yang berhasil dapetin hati kamu?”

“Cewek yang kamu tabrak tadi pagi, cewek yang kamu lihat lagi di-bully di tangga,” ujar pemuda itu.

“Kamu biarin dia di-bully?” tanya Alisa, terkejut.

“Saat itu aku bingung.” Aldo menunduk, melepas genggman tangannya.

“Karena ada aku?” tanya Alisa dan Aldo mengiakannya. Alisa menangkup wajah pemuda itu. “Kamu harusnya lebih pentingin kondisi pacar kamu sekarang. Aku gak mau kalau sampai aku dikira PHO, aku juga gak mau rebut kamu dari pacar kamu, dengan sikap kamu yang kayak gini, aku malah merasa bersalah ke dia.”

“Maaf.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Aldo.

“Bukan aku yang harusnya dapet maaf dari kamu, tapi pacar kamu.” Alisa melepaskan tangkupannya di kedua pipi Aldo, lalu tersenyum lembut. ”Dari awal aku yang salah Aldo, saat memutuskan hubungan kita secara sepihak dulu, aku sudah menduga akan seperti ini,” katanya, “jadi sekarang aku harus ikhlas lepasin kamu Al,” lanjut Alisa dalam hati, gadis itu tersenyum meski hatinya menangis.

OSIS Vs Adik Kelas (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang