1. Pulang

4.3K 320 7
                                    

Sore hari memanglah waktu yang tepat untuk sekedar beristirahat barang sejenak. Entah tidur atau hanya sekedar menikmati secangkir kopi. Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan rasa penat atas kegiatan yang sudah dilakukan selama seharian. Walau hanya dengan duduk di depan halaman dengan menikmati semilir angin dan sisa cahaya matahari sebelum hilang sepenuhnya.

Berbeda dengan Namjoon. Disaat semua orang memilih mengistirahatkan diri, ia lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan yang sudah digulatinya beberapa waktu belakangan ini. Mungkin menjadi seorang songwriter bukanlah hal yang mudah. Tapi jika memang menyukainya, terkadang kita harus memperjuangkannya. Ada kalanya Namjoon merasa semua yang ia lakukan hanya berujung dengan sia sia. Namun, ia percaya bahwa suatu saat semuanya akan berhasil.

Lama dengan pemikirannya yang tidak membuahkan apapun. Ia memilih merapikan kertas kertas yang berserakan di atas mejanya, entah yang berisikan lirik yang nantinya akan ia rekomendasikan pada agensinya atau hanya sekedar coretan atas rasa bingung yang sedang ia rasakan beberapa waktu lalu. Selesai dengan beberapa hal di mejanya, akhirnya pria itu melangkah meninggalkan studio yang baginya telah menjadi rumah keduanya.

Tadinya pria itu memang berencana untuk segera pulang. Namun, sepertinya mampir ke danau yang ada di dekat rumahnya tidaklah buruk. Lagipula langit belum terlalu gelap jika hanya untuk sekedar menikmati pemandangannya. Di setiap langkahnya, Namjoon selalu berpikir tentang kemungkinan kemungkinan yang bisa saja terjadi kapanpun. Hanya sekedar ingin menebak saja, permasalahan apa yang akan ia lalui nantinya.

Dia ini tipe orang yang selalu memikirkan sesuatu yang sebenarnya belum tentu akan terjadi. Terkadang hal ini yang membuatnya agak sedikit membatasi diri dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, entah apa yang membuat dia dapat berfikiran buruk. Yang pasti, pria itu hanya tidak siap untuk menghadapi masalah yang akan menimpanya.

Terlalu banyak melamun hingga akhirnya ia sadar bahwa dirinya sudah sampai ditempat yang ditujunya. Hanya menghirup udara pun dapat membuat pria itu merasa tenang, mungkin tempat tempat seperti inilah yang ia butuhkan. Melepas segala penat yang ada di pikirannya. Ia memilih untuk berjalan ke arah pohon yang menjulang tinggi dengan dedaunan yang sudah mulai berjatuhan.

Memilih mengistirahatkan tubuhnya pada pohon tersebut tidaklah buruk. Pria itu terduduk cukup lama. Kembali melamun. Berharap mendapatkan sedikit ide untuk lagu yang akan dibuatnya. Namun rasanya sulit sekali. Lelah dengan pemikirannya, ia mulai memejamkan matanya. Masih dengan suasana yang sama. Suara dedaunan yang tertiup oleh angin, menciptakan riuh seakan-akan terjadi sesuatu yang buruk. Namun, nampaknya pria itu tidak terganggu.

Saat rasa kantuk sudah datang. Ponsel pria itu bergetar dan mengeluarkan suara yang nyaring. Menggangu ketenangannya. Merogoh saku celana untuk mengambil benda yang sedari tadi menyala terus menerus. Mungkin awalnya akan dimatikan. Namun, saat melihat nama penelepon tersebut ia memutuskan untuk mengangkatnya. Tidak mau cari mati. Hidupnya masih panjang.

"Ya hyung, ada apa?"

"Kau dimana? Kenapa belum kembali juga?"

"Aku di danau. Hanya sedang ingin menikmati hidup."

"Joon, bahasamu itu sepertinya orang yang sedang putus asa saja."

Setelahnya hanya terdengar suara kekehan di sebrang sana. Hening sesaat, tidak ada yang bertanya lagi hanya untuk sekedar basa basi saja. Sampai akhirnya suara penelpon di sebrang sana memecah keheningan yang ada.

"Joonie, kau masih memikirkannya?"

Terkadang Namjoon benci disaat saat ia merasa lemah jika ditanyakan hal hal yang dapat membuatnya kembali mengingat masa lalunya.

"Hyung . . . Apa semuanya akan baik baik saja? Kenapa ini terasa sulit untukku."

Hanya helaan nafas yang bisa Seokjin berikan. Sulit sekali meyakinkan pria satu ini. Ada kalanya hyung nya yang satu ini tidak bisa meninggalkan Namjoon sendirian. Takut terjadi sesuatu. Walau ia tau bahwa Namjoon sudah terlampau dewasa jika hanya untuk dijaga. Tapi entahlah, pria yang satu ini memiliki sedikit pemikiran yang berbeda dengannya.

"Joon? Kau baik baik saja?"

"Uh . . Ya hyung, aku baik."

"Cepatlah pulang, kami menunggumu"

Lalu terdengar suara 'bip' yang artinya panggilan telepon dari hyung-nya sudah di akhiri. Ia hanya menatap ponsel yang berada di genggamannya dengan layarnya yang sudah berubah warna menjadi warna hitam. Bahkan pria itu dapat melihat pantulan wajah dirinya sendiri. Terlihat menyedihkan. Itu pikirnya.

"Huh . . Kim Namjoon, kau pasti bisa."

Ucapnya menyemangati diri sendiri. Setidaknya dibalik bangunan tempat ia berlindung yang disebut rumah, masih ada orang-orang yang menunggunya kembali. Jika dipikir pikir, ia tidak semenyedihkan itu. Hanya saja pria itu selalu merasa buruk pada dirinya sendiri. Padahal Seokjin sudah berusaha meyakinkannya, bahwa ia tidak seburuk itu. Dan Namjoon sudah berusaha agar dapat berfikir positif untuk dirinya. Hanya saja, pria itu terlalu sensitif. Terkadang hanya dengan melihat suatu hal yang buruk, saat itu pun pria itu akan berfikiran bahwa ia juga sama buruknya. Sejak saat itu, Namjoon diajarkan oleh Seokjin agar bersikap cuek dan tidak peduli terhadap apapun. Dan sepertinya itu sedikit berhasil. Pria itu tidak terlalu terpengaruh dengan sekitarnya seperti dulu lagi.

Daripada semakin lama ia melamun dan menghabiskan waktu. Ia beranjak dari tempat yang didudukinya. Menepuk nepuk bagian celana yang agaknya sedikit kotor karena tanah dan dedaunan yang menempel. Ia berjalan dan menyenandungkan beberapa lagu yang akhir akhir ini menjadi favoritnya.

Tapi sepertinya kali ini pria itu harus sabar. Jalan yang biasa dilewatinya ternyata sedang dalam tahap pembenaran. Mau tidak mau pria itu harus mengambil jalan yang agak sedikit jauh, hari ini ia kurang beruntung. Sambil kembali menyenandungkan lagu favoritnya, ia kembali melanjutkan perjalanan walau agak sedikit jauh. Tidak apa-apa, hitung hitung olahraga saja.

Ia melewati beberapa tempat yang menurutnya itu kotor. Iya benar, kotor. Tapi kotor disini dalam artian, tempat yang dipenuhi oleh manusia manusia yang haus akan nafsu yang tidak terpenuhi, puluhan jenis alkohol yang membuatnya muak. Ia benci itu. Mencoba mengabaikan hal-hal itu, ia tetap berjalan seperti biasanya walau ada beberapa wanita yang menggodanya untuk meminta dipuaskan diatas ranjang. Sayang nya ia tak acuh akan hal itu. Namun ada sesuatu yang membuatnya penasaran.

[]

Moonglade ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang