Pagi ini Abel sudah siap dengan seragam sekolahnya. Rok hitam selutut dengan kemeja berwarna dark grey, yang di kenakan setiap hari selasa, merupakan seragam favorit para kaum Saturnus School tentunya.
Sebenarnya ia sedikit lelah pagi ini. Ia baru saja bisa tertidur jam 3 subuh, akibat membereskan segala kekacauan semalam yang mengganggunya. Gadis itu benar-benar membersihkannya sendiri. Boneka badut itu ia lempar menggunakan tongkat besinya, dan terdampar pada halaman rumah tetangga sebelah.
Abel segera berpamitan kepada Arland dan Rashel yang sedang sarapan bersama di meja makan. Ia melihat Rashel sedang menatapnya dari atas hingga bawah. Entahlah.
Cih, gue paham gue cantik. Judes banget lagi dari kemarin. Batinnya mengoceh.
"Pah, Abel, langsung berangkat, ya. Nanti sarapan di sekolah aja, deh. Lagian Alga udah di depan." Ucapnya sambil merangkul Arland menyamping.
"Bener, ya, sarapan. Yaudah, sana berangkat. Nanti keburu telat." Titah Arland mengecup pipi putri kecilnya itu.
"Kak Ashel, Abel pamit." Ujar Abel yang hendak mencium pipi kakaknya itu, namun segera mendapat tepisan dari Rashel.
"Em, iya udah sana berangkat aja, sih." Ucap Rashel tetap melanjutkan sarapannya.
"Cih, jutek bener lo." Sinis Abel, yang langsung mencium punggung tangan Arland dan berlari kecil meninggalkan ruang makan.
Arland menatap Rashel sejenak. "Jangan bersikap acuh pada adikmu, Shel." Ucapnya tiba-tiba.
Gadis itu menoleh. Menatap tanpa menyahut. Sedetik kemudian ia langsung menghentikan aktivitas makannya, dan meninggalkan Arland begitu saja.
Tidak tau terima kasih. Batin Arland menggerutu.
°°°
Senyum merekah dari bibir mungil Abel merekah, ketika ia sudah sampai tepat di hadapan Alga. Ia merasa raut wajah Alga nampak lesu. Lingkaran hitam di bawah matanya pun sedikit nampak.
"Pagi, Dy. Cantik banget. Pacar siapa, sih?" ucap pria itu mencolek pipi gadisnya gemas.
Gadis itu tersenyum simpul. Masih pagi sudah mendapatkan serangan jantung, pikirnya.
"Kamu kecapekan, deh, Al. Ngurusin apa semalem? Masalah anak-anak yang lain udah beres?"
"Udah, kok. Nih, pake helm. Kita berangkat sekarang." Gadis itu segera memakainya dan menaik pada jok belakang.
Motor Sport itu melesat cepat. Tapi, sepertinya pikiran gadis ini melambat. Kembali mengingat sponge bulat merah itu, ketika ia melihat benda yang dijadikan gantungan kunci itu masih tergantung manis di sana. Ah, akan ia tanyakan saja nanti. Ia mengerti saat ini pria itu terlihat banyak yang dipikirkan.
°°°Sejak sampai di sekolah tadi, Alga terus saja tak bersemangat. Ia sangat ingin menanyakan keadaan kekasihnya itu. Sebenarnya ada apa. Namun, ia sendiri paham akan privasi, ia akan menunggu saja sampai pria itu akan siap bercerita padanya tanpa adanya paksaan.
Abel sedang memakan sepotong roti bersama Keysha dan juga Alin di kelas. Sepuluh menit yang lalu, baru saja Nina memberi kabar bahwa ia tak bisa bersekolah hari ini, dengan alasan ia akan pergi ke luar kota, karena ada satu hal.
"Eh, dengerin, deh," ucap Alin membuka suaranya. Gerak-geriknya, sih, ia sedang kelewat bahagia. "Tadi gue dateng bareng Regan masaaa. Terus, nih, gue meluk dia. Dianya nggak marah. Kayak pasrah gitu, kan, dipeluk sama gue. Hahahaha." Tawanya sangat melengking dan mengundang buku tebal Daren mengenai lengannya.
Plak!
Plak!
"Anjir lu, ya! Nggak bisa apa sekali aja, nggak maen geplak pake buku tebel, lo." Sinis Alin yang kesal melihat tingkah Daren yang kelewatan. Setiap ada yang membuat dirinya terganggu, pasti akan ada korban yang mengenai pukulan dari bukunya.
"Lo berisik!" hardik Daren yang berpindah ke luar kelas.
"Cih, ngeselin banget, sih," keluh Keysha mencibirkan mulutnya. "Heh, Lin. Btw gue nggak percaya, ya, lo di jemput sama si Regan. Paling juga lo yang maksa dia." Ucap Keysha santai yang sudah paham akan sifat gadis itu.
"Ck, dasar cenayang, lo." Tukas Alin kesal, dan beralih menatap Abel. "Bel? Lo kenapa, dah, diem mulu." Tanya Alin yang melihat sedari tadi Abel hanya memakan rotinya tanpa suara.
"Masih ngumpulin nyawa. Ngantuk gue." Bohongnya.
"Belagu! Nyawa lo cuma satu jelani!" tukas Keysha, menoyor kepala Abel.
Abel hanya memasang wajah cuek saja. Namun, pikirannya bercabang. Terutama soal perkataan Regan malam itu. Alin dan Regan merupakan sahabat baik Abel. Tapi, bagaimana jika Alin sendiri tau bahwa Regan mengharapkan dirinya.
"Bentar, deh. Gue mau cerita. Lo semua tau, kan, gue nggak suka sama si hidung merah rambut kribo itu?" tanya Abel pada keduanya, yang di maksudnya adalah badut.
"Heem." Keduanya mengangguk menunggu perkataan Abel selanjutnya.
"Kayaknya--ada orang yang berusaha buat menjatuhkan gue, deh." Ucap Abel kali ini sangat serius. Ia mengetuk-ngetukan pisau nya pada meja.
"Maksud lo?" tanya Alin mengernyit heran.
"Lo di terror, Bel?" tukas Keysha membulatkan matanya.
"Good girl. Lo, bener!" balas Abel mengacungkan kedua jempolnya.
Ketiganya terhanyut dalam percakapan itu. Abel menceritakan semua, mulai dari pesan singkat yang ia terima, sampai keadaan rumahnya malam itu.Keysha berpikir, bahwa tidak mungkin jika ada seseorang yang memasuki rumahnya tanpa diketahui, sedangkan di dalamnya berpenghuni. Namun, Alin berpikir, untuk apa orang itu melakukan hal tersebut, jika tidak ada maksud untuk mengincar sesuatu milik Abel. Bahkan orang itu saja sudah tau akan kelemahan Abel.
TBC
__________
Gangerti si, ada beberapa yang maksa aku buat liatin Daren versi imajinasi aku.
Oke, aku kasih liat, nih, wkwk
Nih, Daren. Jangan spam lagi yak! Wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
As Long As You Love Me [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[PART LENGKAP] Meskipun Alga tahu Abel sering kali membawa pisau lipat di dalam tasnya, bahkan sesekali menggunakannya di saat tertentu. Pria itu semakin menyukai Abel. Tak peduli seberapa keras sifat gadis itu, Alga tetap menyukainya. Juga dengan A...