END

144 15 3
                                    

"Al? Lo kenapa, sih, hah?" Ikbal turut membuka suaranya. Geram dengan sikap Alga yang tak biasa.

Alga tak menghiraukan tatapan yang lain, ia tetap bertahan memandang gadis itu datar. Dengan sekali hentakan ia melepaskan pelukan tersebut.

"Gue pergi, Bel. Ada seseorang yang harus gue jaga. Bukan, lo. Gue punya tanggung jawab sama dia. Perihal kemarin itu, lo. Perihal sekarang dan nanti, itu Nina. Dan gue harap, lo baik-baik aja setelah ini." Pria itu berbalik dan melangkahkan kakinya menjauh. Tanpa menghiraukan teriakan gadis itu. Jauh di lubuk hatinya, ia sudah sangat ingin mendekap, dan tidak membiarkan air mata itu turun. Namun, sepertinya takdir tak sejalan. Ia bisa saja menentang takdir itu. Tapi, dapat di pastikan seseorang akan terasa menyakitkan.

"PADAHAL LO SENDIRI TAU, AL! GUE NGGAK AKAN BAIK-BAIK AJA TANPA, LO. AL, LO JAHAT. GUE BENCI SAMA, LO." tangisnya tak henti.

"IYA, BEL, UDAH. Alga emang jahat sama, lo. Lo nggak usah berurusan lagi sama cowok berengsek itu." Ucap Keysha kesal. Entah, ia harus berpihak kepada siapa. Alga sungguh tidak tau diri, dan Abel sungguh menyebalkan.

Ikbal memutuskan untuk menggendong gadis tersebut dan mengantarnya pulang. Ia sudah tak tega melihat gadis itu. Seperti orang kesurupan yang benar-benar kacau.

°°°


Seorang gadis membuka kedua matanya. Rasa sesak masih ia rasakan. Mata sembabnya pun masih tersisa. Ia ingat ketika keluar rumah tadi pukul 2 siang. Dan ternyata saat ini jam sudah menunjukan pukul 10 malam.

Emosi gadis itu semakin meluap ketika teringat kembali perlakuan pria itu, tadi. Ia bergegas mengenakan pakaian serba hitam dan topi hitam andalannya bertengger manis di kepalanya. Serta jangan lupakan dua benda paten yang selalu ia bawa kemanapun.

Gadis itu melihat moto Rashel bertengger manis di garasi. Itu artinya Rashel membawa mobilnya. Ia memutuskan untuk menaiki motor tersebut. Dan melaju kencang menuju sebuah tempat. Sebelumnya ia mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.

Lo ke gedung yang di jalan aksara no. 45. Gue tunggu.

°°°


Abel melihat seorang gadis tengah berdiri di balik pepohonan gedung itu. Ia memarkirkan motornya di sebuah super market yang sudah tak ditempati. Tak ada orang yang berlalu lalang. Hanya angin yang menyeruak menusuk hingga ke tulang, bagi siapa saja yang mengenakan kaos tipis.

Abel menepuk pundak gadis itu. "Ikut gue."

Gadis itu menyusul Abel dari belakang. Hingga mereka tiba di sebuah ruang tamu yang terlihat kumuh.

"Duduk, Na." Titah Abel pada Nina. Abel sama sekali tak menatap gadis itu. Ia hanya memadang wajah datar dan serius. Ditambah bibirnya yang pucat dan mata sembab.

Nina berjalan dan duduk di salah satu sofa yang berdebu itu. Ia menatap Abel biasa. Tidak serius, datar, maupun ketakutan. "Ada apa?"

Abel menarik salah satu kursi kayu kecil dan duduk berhadapan langsung dengan gadis itu. Matanya menatap gadis itu, namun sebelah tangannya sudah menyemprotkan pilox asal. Menyebabkan persatuan antara debu dan pilox yang menyatu. Setelahnya ia lempar kaleng itu ke arah belakang Nina, menimbulkan suara nyaring. Nina menutup hidungnya dengan jemarinya. Aromanya benar-benar mebuat dada sesak.

"Lo, HAMA!" Abel refleks mencekik leher jenjang gadis itu. Emosinya benar-benar memuncak.

Glek!

"Akh, Bel. Sa..kit." Gadis itu meringis. Air matanya lolos keluar begitu saja. Ia baru menyadari, bahwa Abel bukanlah lawannya.

"Munafik! Seharusnya lo tau, siapa yang lebih menyakitkan." Abel beralih menjambak rambut Nina.

As Long As You Love Me [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang