ENAMBELASS

96 12 3
                                    

Sore hari ini, proses pemakaman Arland telah selesai. Kedua gadis itu meletakkan buket bunga besar diatas gundukan tanah itu. Tidak ada cucuran air mata yang menetes. Hanya mata sembab yang terlihat, dan memori yang terus memutar.

Alga, Regan, Ikbal, Alin, Nina, Dan juga keysha, serta sekitar 30 orang anggota bickford turut berbelasungkawa.

Setelah itu mereka memutuskan untuk bersantai di basecamp bickford. Lagi pula Rashel sudah jarang kumpul dengan mereka.  Sekaligus menghibur dirinya setelah meluapkan emosi pada adik tirinya semalam.

°°°

Mereka memasuki sebuah gedung tua. Beberapa balok kayu berceceran dimana-dimana. Tanaman yang sudah layu pun tetap terpajang manis di sisi pagar bambu yang sudah rapuh.

Untuk pertama kali Abel, Keysha, dan Alin, serta Nina, memasuki basecamp bickford yang yang terlihat kumuh di luar, dan sangat mewah saat memasuki ruangan itu.

Televisi, sofa yang mengelilingi setiap sisi tembok membentuk letter U. Dengan cat granola yang membuat sedikit terang namun tidak terlalu gelap.

Abel duduk dengan memeluk kedua lengannya. Sudut bibirnya sedikit terangkat ketika memperhatikan Rashel yang kembali ceria saat di jahili oleh Ikbal dan anggota bickford lainya. Mengingat kejadian semalam, ia kembali berpikir bahwa gadis itu, sudah ia anggap sebagai kakak kandungnya. Dan Rashel pun sama begitu. Ia paham akan cemburu sosial yang di rasakan oleh Rashel. Dan Abel menerima itu.

"Heh," celetuk Alga yang kini sudah menampakkan wajahnya di hadapan Abel, hanya dengan jarak 2 jengkal saja. "Ngeliatin apa, sih, senyum-senyum gitu."

Gadis itu tersenyum sebentar, dan menarik lengan Alga menuju halaman belakang.

Nina terus menatap kepergian Alga dan Abel. Entah apa yang dipikirkan olehnya. Namun, Keysha mengikuti arah pandang Nina. Oke. Keysha paham. Apa Nina kembali ingin merebut Alga?

"Kak Ashel? Sini gabung. Lo belum kenalan, kan, sama Nina?" sorak Alin membuat Rashel menoleh dan menghampiri ketiganya.

"Hai. Lo, yang namanya Nina?" ucap  Rashel to the point.

"Iya, Kak. Gue Nina, temennya Abel." Balas Nina tersenyum. Rashel mengangguk-ngangguk sebagai jawaban.

"Key? Abel mana?" tanya Rashel.

"Ke belakang, tuh, tadi sama Alga." Ucapnya yang dibalas anggukan.

"Kak, lo nanti aja baliknya. Kita ngumpul dulu di sini." Ujar Alin.

"Lain kali, deh, kayaknya, Lin. Gue mau istirahat dulu. Banyak yang harus di pikirin." Ucap Rashel sok serius.

"Ya elah sok sibuk. Kalau semuanya harus di pikirin mah nggak akan kelar, Shel." Celetuk Bimo, salah satu anggota bickford tergarang yang ditakuti setelah Alga.

"Shel, gini deh." Ucap Ikbal tiba-tiba merangkul Rashel dan melilit rambut gadis itu dengan jarinya. "Tangan lo kenapa? Di perban segala. Bunuh diri, lo?

Rashel menoleh, "Bal? Nyawa lo minta gue ambil?"

"Ya elah, Shel. Nanggung banget. Lenyapin aja, tuh, orang ribet." Celetuk Regan yang duduk diantara Keysha dan juga Alin.

"Iya, Kak. Tangan lo kenapa, sih?" tanya Alin penasaran.

"Elah, gapapa ini. Panjang ceritanya." Elak Rashel. "Heh, Re. Baperin anak orang mulu, lo. Liat, tuh." Celetuk Rashel yang menunjuk Alin yang tengah tersenyum-senyum saat Regan duduk tepat di sebelahnya.

"Jangan baper. Gue nggak ngasih harapan ke, Lo." Tukas Regan santai.

"KERAAAAS BOS!" sorak Rashel sambil meledakkan tawanya.

Seluruh yang ada di ruangan itu tersenyum, melihat keadaan sahabat satu-satunya anggota bickford sudah kembali pada sifat aslinya dan tak ada wajah murung.

°°°


"Aku mau cerita sama kamu." Ucap Abel to the point.

"Ayo. Sini duduk." Ajak Alga menduduki sebuah bangku panjang yang mengarah pada ilalang.

"Al, sekarang aku tau, alasan Kak Ashel selalu sakit dan terluka. Entah itu ringan atau berat," pria itu tak menjawab, tetap menatap wajah gadisnya menunggu pembicaraan itu berlanjut. "Dia cuma mau almarhum papah perhatian ke dia." Gadis itu menceritakan seluruh kejadian semalam pada Alga. Tak ada yang terlewat satupun.

"Dy? Apa yang kamu rasain, ketika kamu tau semuanya?" pria itu menggenggam jemarinya, menatap setiap inci wajahnya. Sedikit terkejut dengan pengakuan gadisnya.  Namun yang ia dapat pertama adalah senyuman manisnya. Sangat manis, tak seperti biasanya.

"Aku udah terlalu sayang sama kak Ashel, Al. Saat ini aku cuma punya kak Ashel. Dan kak Ashel cuma punya aku. Aku bisa aja pergi, tapi ada secuil aja rasa nggak sanggup, ketika aku jauh dari dia."

Alga mendekap gadis itu. Mengusap puncak kepalanya lembut.

Gue nggak paham gimana kalau nanti tau yang sebenarnya soal gue, Dy. Maafin gue. Batinnya mencelos.

"Kalau misal--"

"Bel?"

Ucapan Alga terjeda ketika Rashel menghampiri mereka.

"Balik, yuk. Gue mau istirahat. Besok lagi, deh, lo ke sini kalau belum puas." Ucap Rashel terkekeh ringan.

"Iya, deh. Ayo." Balas gadis itu.

"Tunggu. Aku anter." Ujar Alga yang hendak mengambil kunci motornya.

"Lo pikir gue nyamuk, Al?" tukas Rashel.

"Ckck, udah, Al. Aku sama Kak Ashel bisa naik taxi, kok. Gapapa, ya? Kamu masuk sana sama yang lain. Aku pulang, ya." Pamitnya memeluk pria itu sebentar.

"Yaaah, Dy. Jangaaan pulang. Nanti aku kangen gimana." Rengek Alga, yang sangat menjijikan di mata Rashel.

"Hadeuh, baper nggak. Jijik iya." Hardik Rashel memutar bola matanya malas.

"Cih," Abel berdecih. Katakan saja bahwa Rashel memang jomblo, dan ingin merasakan seperti dirinya. "Al, besok ketemu, kok. Sans."

"Yaudah, iya. Besok aku jemput. Hati-hati, Dy, Shel." Kedua gadis itu melambaikan tangan pada Alga. Dan pria itupun kembali pada ruangan bersama teman-temannya.

°°°


Pukul 21.45

Abel dan juga Rashel sibuk mengelilingi super market di depan komplek mereka. Hanya sekedar membeli beberapa camilan untuk malam ini.

Fokus Abel teralihkan ke arah sebrang jalan yang nenampilkan dua orang yang, tentu saja ia kenal.

"Kak? Itu Alga sama Nina, kan?" tanya Abel pada Rashel yang baru saja membayar belanjaan mereka di kasir. Gadis itu mengernyit. Untuk apa mereka ada di sini. Lagi pula tempat tinggalnya pun sangat berbeda arah darinya.

Rashel mengikuti arah pandang Abel. Kemudian ia menarik pergelangan tangan gadis itu, dan mengamati di balik mobil dekat Alga dan juga Nina.

"Lo tinggal pilih. Mau tetap bohong kayak gini, atau jujur sama keadaan lo sekarang." Hardik Nina. Gadis itu menarik ikat rambutnya kasar. Membuat rambut panjangnya tergerai sempurna.  Keduanya sama-sama tersulut emosi.

Wajah Alga terlihat sangat gusar. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut. "Gue nggak pernah ngelakuin hal itu, Na!"

"DAREN TAU SEMUANYA, AL!" sentak Nina nyaring. Rashel dan terutama Abel semakin bingung dibuatnya.

"DAREN YANG NEMENIN UNTUK MENGGUGURKAN KANDUNGAN GUE! DAN GUE JUGA YANG NYURUH DIA TUTUP MULUT SAAT ITU."

Jleb.

Menggugurkan kandungan?

TBC
_____

Ada yang nggak paham? Coba deh baca balik part 12, scene Alga sama Nina.

As Long As You Love Me [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang