Ibu

468 37 0
                                    

Hay readers terimakasih sudah menyempatan membaca cerita ini, jangan lupa klik bintangnya yuk, terima kasih 😙

Inilah resikonya
Ia harus menelan pahitnya kehidupan
Terlebih setelah sang suami tiada


“Ibu.”

Seperti anak pada umumnya Said mencuri perhatian sang ibu yang sedang sibuk melipat baju.

“Ada apa le?”

“Mas Malik mana?”

“Mas mu ke rumah pak Sodir,
katanya mau bikin layangan sama teman-temannya.”

“Ibuuuuuk.”

Ia menjatuhkan kepalanya di paha Amira.

“Ada apa le, tumben tadi habis sholat tidur lagi?”

Said hanya memiringkan posisi badannya,
tanpa ada sepatah kata yang diucap,
ketika Amira mengelus-elus kepala anaknya itu, ia dibuat panik ketika ia baru tau jika Said sedang demam.

“Ya Allah le, badan mu panas sekali.”

“Bapak.”
Ringkih Said

“Astagfirullah.”

Amira lekas-lekas menggendong Said ke kamar, ia bergegas mengompres kepala anaknya,
tapi hingga siang hari,
panas itu tidak kunjung turun.

Amira benar-benar panik.
Amira merasa gagal menjaga anaknya,
ketika anaknya sedang sakit Amira baru saja menyadari itu.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam, Malik sini le.”
Teriak Amira yang tau betul itu suara anaknya

“Ibu, Said kenapa?”
Ketika sampai di depan pintu kamar,
anak itu berlari dengan wajah cemas melihat saudaranya terbaring dengan kain kompres di kepalanya.

“Le kamu jagain dulu ya adek mu,
ibu mau ke rumah pakde mu dulu.”

“En’geh buk.”
Ia mengangguk cepat.

Amira berlari, hingga tetangganya dibuat bertanya-tanya dengan kelakuan ibu dua anak itu.

“Assalamualaikum, kang mas.”
Tidak sopan bagi Amira mengetuk kencang pintu rumah orang,
tapi kini keadaannya mendesak,
ia seperti mendobrak-dobrak ingin masuk.

“Waalaikumsalam.”
Maryam yang berlari kecil dari dapur.

“Ada apa Ami?”

“Said…. mbak, tolong badannya panas sekali.” Nafasnya saling memburu.

“Astagfirullah, Ami mas mu lagi gak di rumah dia sudah berangkat kerja.”

“Mbak tolong.”

“Ya sudah biar aku telponkan bapak dulu ya,
biar kita kerumah sakit.”

“Iya mbak iya.”
Amira mengangguk cepat

__

Suasana mencengkam,
di lorong rumah sakit itu tidak ada suara yang terdengar, selain komat kamit mulut Amira yang tengah berdoa untuk kesembuhan sang anak.

Maryam sudah menelpon Wira meskipun terkahir bertemu dengan adiknya itu mereka sempat cekcok, Maryam harap Wira mau mengerti.

Malik dirangkul oleh kakeknya itu,
iya lebih tepatnya ayah Maryam.

Pak Badrun beranjak dari kursi
“Maryam, bapak pulang dulu ya. Nanti Bapak kesini lagi bareng dengan ibumu.”

“Iya pak hati-hati.”

MENCINTAI ABDI NEGARA [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang