Apa ini cukup adil,
Untuk disebut akhir?“Buk, Said berangkat dulu ya.”
“Uh anak ibu sekarang kamu sudah kelas empat, sudah besar.”
“Hehe iya dong.”
“Malik juga udah besar!”
“Iya Malik juga sekarang udah besar,
karena kemarin anak-anak ibu ini masuk tiga besar, ibu punya sesuatu.”“Apa bu?”
“Iya apa buk.”
Malik yang tak kalah semangat dengan Said.“Taraaaa.”
Mereka membuka kotak yang bersampul kertas kado itu dengan semangat.
“Wah sepatu baru.”
Nampak Said dengan sumringah melihat hadiah dari ibunya itu.“Iya sepatunya keren.”
Malik langsung memakai sepatu itu.“Dipakai hari ini ya buk.”
“Iya boleh.”
“Said juga dipakai hari ini ya.”
“Iya tole.”
__
“Dahhh ibu. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Bang mereka sekarang udah beranjak dewasa, mereka tumbuh menjadi anak-anak yang hebat, bahkan sekarang mereka udah gak mau di antar sekolah, karena alasan mereka sudah besar.
Hehe, bang Ami rindu.”
Amira menyeka kasar air matanya.Selalu, sebelum meninggalkan ruang tengah Amira pasti mengingat Zabir,
mesin jahit itu,
ia menjadi salah satu saksi bisu kisahnya dan anak-anaknya.__
Hari ini adalah tahun kedua setelah hari itu.
“Ibu Malik berangkat dulu ya.”
“Hati-hati ya le.”
“En’geh buk. Ayo Said nanti mas Malik telat sekolah mas kan jauh.”
“Iya, iya tunggu.”
“Dahhh ibu assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Suara kenalpot itu menjadi pengiring mereka menuntut ilmu.“Sekarang Malik sudah SMP, Said sudah kelas enam SD. Sudah besar ya mereka.”
“Mas, Assalamualaikum.”
Ia mencium punggung tangan Kang masnya.“Tumben pagi-pagi kesini mas,
mbak Maryam mana mas?”“Ndak ikut dia,
lagi mual-mual.”“Aska mau punya adek?”
“Iyo paleng, haha.”
(Paleng=mungkin)“Alhamdulillah.
Ayo mas duduk dulu Ami buatin minum dulu.”“Iyo ojo suwi.”
(Iyo ojo suwi=iya jangan lama)“Inggih mas.”
Ia meninggalkan senyumnya
Ia keluar dengan nampan yang dibawahnya ada secangkir kopi.“Loh kok Cuma satu.”
Setelah selesai meletakan minuman itu Amira duduk di bangku yang jaraknya dipisahkan oleh meja ia meletakan kopi.
“Amira gak minum kopi mas.”
“Tapi pasti anakmu suka kopi dia kan sekarang sudah besar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI ABDI NEGARA [COMPLETED✓]
RomanceTentang bagaimana menjadi yang kedua Hadir ku bukan sepenuhnya salah ku, namun bukan berarti itu kebodohan dia. Begitu cara wanita itu menaklukan omongan orang. Aku menjadi sosok yang kedua, menjadi alasan untuk sosok seorang Serda menemukan tempat...