Andai

405 28 1
                                    

Andai kamu ada disini,
Pasti kamu sosok yang setia,
Menguatkan, dan menopang ku.

“Au.”
Sambil merintih sakit Maryam memijit pelan tulang pelipisnya.

“Amira,  ya Allah dimana kamu Amira?”

“Amira, Amira, Amira.”
Ia berteriak memanggil-manggil nama Amira disepanjang jalan.

__

“Lancang,
sudah ku peringatkan tapi malah membangkang.”
Ia membalikkan badan menatap sosok yang sudah terikat kaki serta tangannya itu.

“Kamu memang tidak takut mati Amira!
Heh aku gak akan membunuh kamu,
jelas tidak, tapi aku tidak menjamin keselamatan semua orang yang dekat dengan kamu.”

Ia mencengram erat rahang bawah wanita itu, kemudian mendorongnya sampai terselungkup.

“Kesya tolong jangan lakukan hal-hal aneh.
Aku mohon”
Amira memelas sambil menggelengkan kepalanya.

“Tidak apa-apa Amira,
bukannya kamu wanita yang kuat.
Dan kamu harus merasakan apa yang aku rasakan selama ini, sendirian, kehilangan orang-orang yang ku cintai karena kamu dengan lancangnya merampas mereka.”

“Bukan aku,
kamu, kamu yang membawa mereka kepada ku.”

“Heh, berani ya kamu.”

Kesya melempar sebuah foto yang menunjukan mertuanya pak Syahrul Maher tengah terkapar lemas dengan infus serta bantuan alat pernafasan, Amira hanya bisa menggigit bibirnya dengan bergemetar, tidak seharusnya pak Syahrul masuk kedalam masalah ini, begitu batinnya.

“Orang tua yang memaksa aku menikah dengan anaknya, kemudian memaksa aku untuk mencintai anaknya, setelah itu dengan mudahnya dia menerima kehadiran mu sebagai perusak rumah tangga ku, heh dia pikir dia siapa!.”

“Apa yang terjadi,
sebenarnya apa yang kamu mau Kesya?”

“Kasian,
kamu sudah ketinggalan cerita indah yang aku buat.”

Seperti sikopat Kesya mengambil tongkat golf untuk menadangkan rahang Amira.

“Aku yang membuat laki-laki itu jatuh dari tangga, dengan sengaja aku menyiramkan minyak goreng ke tiap tangga,
lalu aku juga ya memperlambat waktu supaya dia tidak dengan segera dibawa ke rumah sakit,
dan aku juga yang melukai anak ku.
Semua itu gara-gara kamu, gara-gara kamu pernikahan aku batal, gara-gara kamu.”

Ia sudah melayangkan tongkat golf itu namun untung Amira bisa dengan sigap menghindar, meskipun ia harus mengesot dilantai kotor yang entah ruangan apa itu.

“Kesya stop Kesya,
kamu harus bisa mengendalikan emosi mu.”

“Aku sudah cukup sabar ketika suami ku kamu rebut, aku juga sudah cukup sabar saat kamu merampas anak ku.
Wanita mana yang tidak hancur ketika semua orang yang ia cintai dirampas.”

“Kesya, aku salah, aku yang salah, aku sadar semua yang aku lakukan dimasa lalu adalah hal bodoh, sebenarnya aku menyesal,
tapi aku gak mungkin terus-terusan hidup dalam rasa salah ku, ada masa depan kedua anak ku yang harus ku pikirkan. Kesya, maaf aku bodoh ketika aku menghancurkan keluarga mu, aku juga sempat ragu ketika Zabir datang,  tapi niat kami baik, dia anak yang baik, aku berharap kita bisa menjalin silaturahmi kembali, aku gak tau jika itu sampai menghancurkan rencana pernikahanku.”

“Shit,
aku yakin pikiran Zabir sudah kamu pengaruhi, itu sebabnya dia melakukan hal bodoh yang membat acara pernikahan ku batal. Arghhhhh.”

Kini tongkat golf itu menghancurkan benda-benda di sekitarnya.

“Buat apa? Apa untungnya untuk aku?
Kesya, maafkan Zabir, dia itu anak kamu,
dia lahir dari rahim mu, tolong Kesya,
tolong, jangan sampai semua menjadi lebih buruk lagi.”

“Kamu yang memperburuk keadaan.
Kamu lebih baik diam, aku gak suka dengan setiap ucapan yang keluar dari mulut kotor mu itu, aku akan membuat kamu diam,
kamu lebih baik ikut bersama Halim. Arghhh.”

Kini Amira jelas tidak bisa menghindar ia sudah menempel di dinding ruangan itu,
dengan diapit box-box kayu besar,
belum sempat ujung tongkat golf itu mengenai anggota tubuh Amira,
beruntunglah pihak-pihak berwajib sudah datang menyerbu tempat itu.

Kesya ia gelapan panik,
ia tidak bisa menghindar pergi,
kemana dia ingin lari,
tempat itu telah dikepung.
Pihak kepolisian sempat kesulitan mendekat kepada Kesya terlebih karena ditangannya ia masih menggenggam tongkat golf.

Sampai perhatiannya teralihkan saat melihat sosok yang selama ini memberi informasi kepadanya mengenai keberadaan dan apa-apa saja yang terjadi pada anaknya.

“Alsan.”

Polisi berhasil mendekat dan merampas tongkat golf ditangannya,
kini kedua tangan itu telah terborgol.

“Amira.”
Alsan berlari mendekat dan duduk jongkong membantu melepas ikatan Amira

“Amira maaf kan aku,
aku tau kamu pasti marah,
tapi hanya…”

“Stttt, aku lega kamu datang,
makasih Alsan.”

Ia tersenyum banyak hal yang menurutnya harus disyukuri,
ia mampu bernafas lega.

“Maryam mana?”

“Astagfirullah,
yang aku ingat mbak Maryam pigsan dipemakan waktu aku dibawa kesini.”

“Kita cari kesana ya.”

“Iya.”

“Pak saya berterima kasih atas bantuannya.”

“Siap pak,
sama-sama,
ini sudah menjadi kewajiban kami.”

“Kalau begitu saya serahkan semua kepada bapak,
sekali lagi saya ucapkan terima kasih,
mari pak.”

“Saya juga bertima kasih untuk ini.”

Polisi itu mengangguk dengan senyum,
Amira dan Alsan meninggalkan tempat itu menuju ke pemakaman.

Alsan ingin memulai pembicaraan namun ia merasa harus bersabar menunggu waktu yang tepat.

MENCINTAI ABDI NEGARA [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang