Bagian 3

16.5K 231 6
                                    

Arga menatap langit kamarnya dengan kepala dipenuhi rajutan kata, tersusun diakhiri sebuah tanda tanya. Wanita itu benar-benar mengacaukan sebagian dirinya. Ketika Nada mengatakan ketidaksukaannya, ketika Nada menatapnya dingin, ketika Nada terdiam yang membuatnya frustasi karena tidak dapat menebak perasaan yang sedang wanita itu rasakan.

Matanya terpejam dengan kepala bersandar pada kedua tangan besarnya yang terlipat. Pikirannya melayang pada sosok lain-Dinda, rasanya sudah lama sekali perempuan manis itu tidak mengelilingi hari-hari, pikiran, dan hatinya, sudah berapa lama? Nada. Nama Nada yang seketika itu terbesit dikepalanya seakan menjawab pertanyaannya sendiri.

Mengingat Dinda, menjuruskannya untuk mengingat tentang rencana pertunangan mereka, dan satu hal yang dijanjikannya pada Dinda-acara pertemuan antara keluarga Dinda dengan keluarganya. Waktu terasa berhenti saat ia mengingat janjinya sendiri, masa yang singkat ini benar-benar mengubah semua pada dirinya. Arga merasakan sebuah perasaan yang cukup menusuk dihatinya, semacam sebuah rasa penyesalan.

Tercantum dua nama kakak-beradik yang sungguh membuatnya teramat pening saat ini. Jemari tangannya memijit pelipisnya. Calon tunangannya dan mahasiswa didiknya, keduanya bersamaan memenuhi kepalanya-terutama wanita itu, Nada.

Tiba-tiba terbesit dibenaknya, mengapa ia tidak dipertemukan dengan Nada terlebih dahulu? Justru adiknya. Namun sungguh, siapa bisa mengatur takdir?

***

"Eh, lu tega gak sih liat si Nada beda dari yang dulu, jadi kurang suka ngelucu, Cuma ikut ketawa doang ngeliat kelakuan pea kita. Gue nahan banget dah." Celetuk Tika lalu menyeruput pop icenya.

Suasana café Juliet cukup ramai dipenuhi mahasiswa juga pelajar yang menghabiskan jam sorenya untuk sekedar nongkrong sambil minum jus atau makan camilan disana. Tegar bergumam sesaat.

"Iya juga sih, cariin Nada pacar dah yuk. Pak Arga ajadah." Jawab Tegar yang diakhiri tawa. Tika dengan cepat menyerobot.

"Gila kali lu, Pak Arga kan tunangan adeknye."

"Yakan kasih saran aje, kayanya mah Pak Arga cocokkan sama Nada ketimbang Dinda adeknye."

Tika bergeming sesaat.

"Eh tapi lu kepikiran gak sih kalo kayanya Pak Arga ada naksir sama Nada?" Akhirnya, apa yang sempat terbesit dibenak Tika beberapa hari lalu saat berkumpul dikantin bersama Nada, Tegar, dan Dosen barunya itu terlontar juga.

"Sempet sih" Balas Tegar singkat-masih sibuk mengunyah potongan tempe mendoannya.

"Nah! Pas dikantin waktu itukan? Sama! Gue juga sempet kepikiran kalo Pak Arga ada naksir sama Nada, keliatan gils pas Pak Arga natep Nada. Dalem banget coy!" Tika menyandarkan badannya sembari merasakan kebenaran dari apa yang dia rasakan saat itu.

"Terus kalo Pak Arga naksir Nada kenapa? Bagus dong ntar si Nada jadi ada pengganti Willi biar bisa ceria kayak dulu." Sambung Tegar.

"Eh dodol! Gimana sama adeknya. Wah serem dah kalo beneran Pak Arga suka sama Nada, bisa ada perang antar sodara ntar." Tika berkata dengan dramatisnya-seperti kebiasannya yang terlalu ekspresif. Tegar mendengus.

"Lebay lu, lagian baru mau tunangan. Lagi juga kata Nada belom sampe dikenalin ke keluarganya Pak Arga. Jodoh mah mane ade yang tau Tik." Jawab Tegar selow dengan logat betawinya yang khas. Tika mengangguk-anggukan kepalanya.

"Iya juga ya, kapan yaa jodoh gue datengnya, belum ada bayangan gini. Tika gak minta yang muluk-muluk ya Allah, yang kayak Pak Arga aja cukup." Tika bertopang dagu dengan pikiran yang melayang-layang membayangkan calon imamnya yang masih entah siapa.

"Ngimpi lu ketinggian"

Tika melotot ke Tegar "Auah, lu mah ya. Aminin kek." Gerutu Tika sebal. Tegar tertawa lepas melihat ekspresi Tika.

Do Not Fall In Love With Me [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang