"Oke, kalaupun suka, tahapnya pasti pacaran—kagak nikah, kagak. Masih bocil juga lu. Tapi kan, coba dipikir lagi, gimana baiknya kalau sama yang beda kepercayaan. Terlebihnya ya itu semua tergantung lo."
"Gue waktu itu kayaknya gak mikir lagi soal beda kepercayaan, bingung juga kagak. Ya ngapain? Timbang pacaran doang ini, ntaran juga putus. Maksud gue, kita masih SMA, nikmatin dulu masa muda, urusan masa depan serahin aja ke pencipta."
Nakyung mengacak rambutnya, mendengus kemudian merebahkan diri di kasur kesayangan. Perkataan Somi juga Haechan yang ia mintai pendapat beberapa hari lalu kembali terputar. Kalau ada yang berpikir pendapat kedua adalah yang berasal dari Haechan, maka itu adalah sebuah kesalahan besar karena nyatanya pendapat kedua berasal dari Somi. Cewek itu memang sesuatu.
Sialan, kalau saja malam itu Nakyung tidak mendengar gumaman Junkyu, mungkin ia tidak perlu repot memikirkan hal ituㅡbentar, bentar. Kenapa Nakyung jadi memikirkannya? Seharusnya ia memilih untuk mengabaikan karena ia tidak menyukai Junkyu dalam artian perempuan dan laki-laki, kan?
Nakyung mendengus kasar, "Lo kenapa bodoh banget sih!? Ajun kan suka bercanda dan lo gak suka sama dia, kan? Iya, kan? Yaudah, ngapain dipikirin?!" Ia bermonolog dengan nada frustasi.
Atensinya teralihkan pada Ayah yang tiba-tiba saja datang dengan segelas teh, sepiring biksuit dan kentang goreng.
"Ngapain kamu sendirian di luar? Kayak orang menyedihkan."
"Emang, Yah. Naku lagi menyedihkan, mikirin nilai yang gak naik-naik."
"Hihihihi kasian." Ayah lantas menyeduh tehnya.
Yang mana itu membuat Nakyung merotasikan mata, ayahnya memang benar-benar senang sekali mengejek. Kemudian ia kembali melamun, kali ini sambil menikmati kentang goreng yang keasinanㅡNakyung yakin itu buatan Ayah. Dirogohnya ponsel dari saku celana dan mendekatkan ke telinga.
"Kenapa? Hah?! Lo nelfon cuma nanyain menurut gue? Lah, kan gue gak pinter kayakgituanㅡiya nanti gue kirim. Iya, beneraaaannnn. Gue matiin. Dah~" Nakyug berdecak, menaruh kembali ponsel ke meja lantas menoleh pada Ayah.
"Ayah."
"Hm?"
"Temen Naku barusan nelfon, nanyain saran, berhubung Naku gak biasa ngasih saran, Naku nanya Ayah aja deh." Nakyung menarik napas dalam-dalam, memuji ide geniusnya dalam hati sebelum kembali bersuara, "Jadi gini, dia tuh lagi deket sama yang bedaㅡmaksudnya beda tuhㅡhngㅡcara doanya, menurut Ayahㅡ"
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] Siklus ; Jaemin ✔
Ficção Adolescente[13+] [COMPLETED] Kebanyakan orang memilih untuk mengabaikan rasa sakit, kembali mengulang siklus, kembali menyakiti sang hati. Tetapi di sini ia berada, berusaha meyakinkan jika ia bukan lah bagian dari 'kebanyakan orang'. Untuk Na Jaemin, terimaka...