Selamat membaca :)
"Kamu harus kuat" ujar pria itu dengan lembut memegang Surai rambut bundanya yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit.
Sang bunda telah sadar, wanita itu sedang mengobrol lembut dengan pria yang Mecca yakini seumuran dengan bundanya. Dari belakang Mecca melihat tubuh tegap dibaluti dengan Jas hitam mahal memandang Angel dengan penuh perhatian.
"Mas, saya belum siap" ujar Angel belum sadar bahwa Mecca sudah berdiri di depan pintu.
"Tapi kita tidak boleh lagi seperti ini, kamu harus mendapat pengobatan yang lebih baik lagi. Dan masalah itu, kita harus segera memberitahukan mereka"
"Tapi mas"
"Saya tidak mau kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya, saya mohon Angel" pria itu memohon pada wanita itu.
Wanita itu berfikir keras untuk menolak permintaan pria yang masih mencintainya. tidak tahu harus melakukan apa lagi, Lelaki itu sudah terlalu banyak membantunya. Ia memalingkan wajahnya kesamping dan terkejut bahwa putrinya sudah berdiri disana.
"Eh bunda, ecca baru aja sampai Bun" senyum mengembang terpaksa Mecca tunjukkan.
"Sini sayang" Angel menepuk-nepuk di samping brankar rumah sakit yang sedang ditempatinya. "Perkenalkan ini om Jidan nak" lanjutnya.
"Halo om, saya Mecca" Mecca menundukkan badannya memberi hormat, itu yang diajarkan bundanya jika baru berjumpa atau berkenalan dengan orang yang lebih tua darinya.
"Halo, saya Jidan. Panggil saja om Jidan" pria itu tersenyum seraya memegang Surai kepala Mecca dengan lembut.
"Iya om" Mecca balas tersenyum ramah.
"Kalau ada keperluan atau yang lainya jangan sungkan minta tolong sama om ya"
"Iya om" Mecca bisa merasakan perasaan aneh didalam dirinya saat tangan Jidan mengusap lembut rambutnya.
Mecca sangat rindu sosok ayah, semenjak ia kecil sampai remaja cantik seperti sekarang ini, gadis itu tidak pernah mengenal apa itu yang bernama ayah atau kepala keluarga. Kepala keluarga di rumahnya adalah sang bunda. Mecca selalu bertanya seperti apa rupa dari ayahnya pada Angel, tampan atau jelek, tinggi atau pendek, gagah atau kurus kerempeng ia tidak pernah tahu. Selalu saja pertanyaan itu bersarang dikepalanya, akan tetapi Angel selalu menjawab 'nanti kalau kamu sudah besar, kamu pasti mengerti' selalu saja itu jawaban sang bunda.
Disaat teman-temannya di taman kanak-kanak selalu dijemput papa mereka, Mecca selalu iri. Iri mengapa ia sendiri tidak bisa seperti mereka. Mereka yang selalu bermain bersama keluarga yang lengkap dan bahagia.
"Sekarang, saya harus pergi. Saya masih ada urusan dikantor." Mecca terbangun dari ingatan masa lalunya, dan melihat Pria itu menolehkan wajahnya pada Angel.
"Iya mas, makasih ya" Angel tersenyum.
"Saya permisi dulu" ujar Jidan pergi dari ruangan itu.
"Om itu siapa bun?" Tanya Mecca setelah Jidan tidak terlihat lagi di ruangan rawat Angel.
"Temen bunda sewaktu kuliah dulu"
"Ooo" Mecca hanya menganggukkan kepala saja. "Tampan Bun" lanjut Gadis itu menggoda sang bunda.
"Uluh-uluh, anak bunda. Udah tau aja yang mana tampan" Angel menoel-noel hidung mancung mecca.
"Hehe, geli bun"
Angel melebarkan kedua tangannya agar Mecca masuk kedalam pelukannya.
Dipelukan putrinya itu Angel meneteskan air mata dengan diam, ia sangat mencintai Mecca. Mecca adalah putri satu-satunya, anugerah terindah yang diberikan Tuhan padanya. Ia selalu berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesehatan dan umur yang panjang baginya. Agar bisa melihat putrinya beranjak dewasa memakai toga wisuda dan melihat Mecca menikah dengan pria pilihannya sendiri, memakai gaun pengantin yang sangat indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gala & Mecca
Teen Fiction~Kita hanya sebatas saudara Tanpa ada kata asmara~ CUPLIKAN: "Emangnya Lo siapa? Ngatur-gatur hidup gue." Cowok itu menghempaskan tangan mungil Mecca dari kakinya yang terluka. "Gu- gue mmm," gagap Mecca tidak tahu harus menjawab apa. "Lo aja engga...