17. Adaptasi

58 10 1
                                    

Weekend telah berlalu. Hari ini adalah hari Senin, dimana segala aktivitas dimulai pada hari pertama di Minggu yang berbeda. Semua umat manusia sibuk dengan urusan masing-masing, begitu juga Mecca yang sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk masuk sekolah dan juga seragam untuk mengikuti upacara bendera di hari senin.

"Topi udah, seragam udah rapi" Ia mengabsen segala sesuatu di tubuhnya "Dasi juga udah," lanjutnya melihat ke arah kerah bajunya yang sudah terpasang dasi.

Mecca harus telaten dalam mengingat apa yang ia butuhkan, jangan sampai kelupaan. Bisa-bisa nanti ia dihukum karena tidak memakai topi atau dasi. Sekolahnya cukup ribet sama seperti sekolah sekolah lainya, jika murid tidak mematuhi peraturan maka akan diberi hukuman. Begitu juga dengan SMA Teladan yang sangat terkenal dengan kedisiplinannya.

Tok tok tok

Mata Mecca beralih menatap pintu yang dikeruk dari luar. Ia berjalan dan memutar kenop pintu itu dan melihat seorang wanita paruh baya berdiri menghadap ke arahnya.

"Pagi non, nona segeralah turun kebawah untuk serapan!" Ujar wanita paruh baya itu yang tak lain seorang pembantu senior dirumah Jidan.

"Iya bik, Mecca akan turun" gadis itu langsung masuk kedalam untuk mengambil Tas ranselnya.

"Bibi kok masih disini?" Tanya Mecca saat ia berniat untuk menutup pintu ruangan itu.

"Saya ingin membereskan kamar nonan Mecca" kata bi Munaroh salah tingkah.

"Em, kamar Mecca sudah beres kok bik," Sangat sungkan mengatakan itu kamarnya, karna kamar itu adalah kamar baru baginya. Kamarnya yang sebetulnya adalah dirumah sederhana  dan ia berharap akan kembali kesana.

"Beneran non?" Tanya wanita itu pada Mecca tidak percaya. Bagaimana tidak percaya, gadis seperti Mecca mau membereskan kamar sendiri yang seluas lapangan futsal.

"Iya bik, tadi sesudah bangun langsung saya bereskan. Mecca turun dulu ya bik," balas Mecca tersenyum dan berjalan melewati bik Munaroh, turun melewati tangga menuju ruang makan.

Sedangkan wanita paruh baya yang berbadan lumayan gendut itu hanya tersenyum. Masih tidak menyangka, betapa ramah dan baik nona barunya itu. Berbeda dengan anak dari pemilik rumah ini. Yang selalu menunjukkan sikap dingin kepada siapapun.

***

"Kamu nanti berangkat sama om ya ca!"

"Engga usah om, saya naik angkutan umum aja" jawab gadis itu, menolak ajakan Jidan untuk mengantarnya.

"Kalo naik angkot bisa-bisa kamu kepanasan dan kulit kamu nanti gosong lagi"

"Engga papa om, sekali-kali kena matahari itu sehat" gadis itu memasukkan bekal tasnya yang sudah di persiapkan bundanya untuk dibawa kesekolah. "Lagi pula ini masih pagi" lanjutnya.

"Kamu ikut om kamu aja sayang" imbuh Angel akhirnya setelah berdiam diri mendengarkan obrolan antara Mecca dan Jidan.

"Hem yaudah deh kalo om maksa"

"Om engga maksa loh" Jidan menyangkal pernyataan Mecca.

"Hehe" Gadis itu hanya tertawa sumringah menanggapi candaan orang dewasa yang sedang duduk di meja makan bersamanya pagi ini.

Mecca merasa ini seperti sebuah keluarga bahagia, terdiri dari si ayah sang kepala keluarga, si ibu dan seorang anak. Gadis itu juga tersenyum melihat raut wajah bundanya yang terlihat bahagia. Sama sekali Mecca tidak ingin mengikis kebahagiaan itu, jika hal ini yang membuat Angel bertahan.

Mecca menetralisir isi ruang makan, tidak ada orang lain selain mereka bertiga dituangkan itu dan dua orang pembantu sibuk membereskan seisi rumah.

Gala & Mecca Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang