Sabrina sedang sibuk berkutat dengan laptopnya sampai ketukan di pintu ruangannya mengalihkan pandangan Sabrina dari beda persegi itu.Pintu itu terbuka dan menampilkan sosok pria yang belum lama ini Sabrina temui.
"H-hai," sapa Sagar merasa sedikit canggung.
Sabrina hanya diam memilih untuk tidak membalas sapaan yang Sagar berikan untuknya.
"Apa keluhan lo?" tanya Sabrina to the point karena ia tidak mau berlama-lama dalam satu ruangan bersama Sagar.
"Maaf."
"Kalo lo ke sini cuma mau minta maaf mending sekarang lo pergi. Gue gak punya waktu buat dengerin penyesalan gak berguna lo itu."
"Sebenernya gua juga mau konsultasi sama lo,"
"Bisa gak lo to the point untuk mempersingkat waktu?" Sabrina menutup laptopnya dan beralih menatap datar Sagar.
"Berapa sisa waktu yang gue punya?"
"Gue bukan Tuhan yang tau kapan lo mati." jawab Sabrina sarkas.
"Tapi lo dokter, seenggaknya lo bisa memprediksi sampai kapan tubuh gue bisa bertahan."
Sabrina mendengus mendengar jawaban yang di berikan Sagar, tapi walaupun begitu gadis itu tetap memeriksanya.
Raut wajah Sabrina berubah setelah memeriksa keadaan Sagar, gadis itu menatap Sagar dengan tatapan penuh arti.
"Apa separah itu?" tanya Sagar pada Sabrina yang masih saja diam setelah memeriksanya.
"Lo harus berhenti minum, dan mulai menjalani pola hidup sehat."
"Minuman adalah teman terbaik gue. Jadi gue gak bisa ninggalin dia."
"Jadi buat apa lo tanya berapa waktu yang lo punya untuk tetap hidup?"
"Gue cuma mau mempersiapkan diri untuk semua kemungkinan yang bisa terjadi."
"Dasar gak waras." gerutu Sabrina tidak habis pikir dengan tingkah laku Sagar.
"Untuk kejadian hari itu gue bener-bener mau minta maaf Na."
"Gue maafin. Sekarang lo bisa pergi, pintu keluar ada di sebelah sana." jawab Sabrina acuh tak acuh.
"Lo udah tau semuanya tapi kenapa lo gak kembali sama Arga?" Sagar bertanya karena merasa penasaran apa yang menahan Sabrina hingga gadis itu tetap berada di Paris.
"Apa itu penting buat lo?"
"Tapi--" ucapan Sagar harus terpotong dengan suara dering ponsel Sabrina.
"Iya Se,"
"Cepet ke sinj ya Na, Aku tunggu kamu di depan pintu utama rumah sakit."
"Tapi kenapa? Kamu kan bisa langsung ke ruangan aku,"
"Aku ada kejutan untuk kamu."
"Jangan lama-lama ya Aku tunggu,"
Setelah itu sambungan telfon itu terputus secara sepihak.
"Jadi dia yang bikin lo gak bisa balik sama Arga?" ujar Sagar mengambil kesimpulan sendiri.
"Bukan urusan lo. Sebaiknya lo pergi kalo emang udah gak ada urusan lagi."
Sabrina bangkit dari duduknya, "Apa perlu saya mengantar anda untuk keluar dari ruangan saya tuan Sagar Alenta?" Sabrina membuka pintu ruangannya lebar-lebar mengisyaratkan bahwa ia mengusir Sagar untuk segera pergi.
"Gak perlu."
Setelah Sagar pergi Sabrina segera menutup kembali pintu ruangannya.
Gadis itu menghembuskan nafas panjang pertanda ia benar-benar lelah. Sabrina memutuskan untuk membasuh wajahnya sebelum pergi menemui Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost love story
Teen FictionDi setiap detik waktu ku. Aku selalu merasakan ada sesuatu yang hilang dari diriku, namun aku tak tau apa itu. (Arga Alenta) Aku berada dititik lemahku, ketika seluruh dunia menyuruhku untuk melupakanmu. Disaat takdir menentang rasa cintaku terhadap...