Sabrina mengusap wajahnya karena merasa lelah dengan masalah yang terus di hadapinya. Takdir buruk seakan terus mengikutinya tidak membiarkan dirinya bisa hidup tenang.Menghilang seakan menjadi pilihan terbaik saat dirinya tak lagu menemukan titik terang dari masalah yang di hadapai, tapi Sabrina sadar bahwa menghindari dari sebuah masalah tidak akan bisa menyelesiakan masalah itu sendiri.
Sabrina tersadar dari lamunnya saat gadis itu merasakan ponselnya bergetar dari balik saku celana yang ia kenakan, gadis itu bahkan langsung saja mengangkat panggilan yang masuk tanpa melihat siapa orang yang menelfonnya.
"Na kamu dimana? Aku ada di apartemen kamu tapi kamu gak ada, kamu belum pulang?" suara familiar itu langsung menyapa indra pendengaran Sabrina.
"Iya ini aku lagi di perjalan mau pulang, bentar lagi aku sampek."
Cukup lama Sean terdiam hingga ucapan yang pria itu katakan menyadarkan Sabrina dari kebodohan yang ia buat. "Kamu di pantai?"
Sabrina meruntuki dirinya yang lupa kalo Sean pasti bisa mendengar suara deburan ombak yang keras, dan bagaimana bisa ia berkata bahwa dirinya sedang dalam perjalanan pulang. Benar-benar kebohongan yang tak masuk akal.
"Na," panggil Sean dari sebrang sana karena tidak mendapat jawaban dari Sabrina.
"I-iya, aku lagi di pantai."
"Kamu ngapain ke pantai malam-malam Na?"
"Aku abis ketemu sama Elsa, kamu kan tau aku sama dia udah lama gak pernah ketemu jadi dia ngajak aku ketemuan." Sabrina benar-benar merasa bersalah karena harus berbohong dan menyembunyikan hal sebesar ini dari Sean.
"Yaudah kalo gitu kamu cepet pulang ya aku tunggu."
"Iya."
Setelah sambungan berakhir Sabrina mulai melangkahkan kakinya meninggalkan area bibir pantai.
..........
Sabrina masuk ke dalam apartemennya dan mendapati Sean yang sedang menunggunya di sofa panjang ruang tamunya.
Sean langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Sabrina yang baru saja datang.
"Kenapa kamu gak bilang kalo mau ketemu Elsa? Aku khawatir tau gak, aku pikir kamu--" Sabrina langsung membungkam mulut Sean dengan jarinya, gadis itu tidak membiarkan pria di hadapannya melanjutkan kata-katanya.
"Sutt... Sekarang aku udah ada di hadapan kamu, dan aku baik-baik aja."
Sean menyingkirkan jari telunjuk Sabrina yang membungkam mulutnya. Pria itu beralih menggengam tangan kekasihnya itu dan mengecupnya singkat.
"Aku akan selalu khawatirin keadaan kamu. Aku gak mau sampai ada hal buruk yang menimpa kamu," balas pria itu dengan senyum lembutnya.
Melihat itu Sabrina semakin di liputi rasa bersalah karena telah menyembunyikan kebenaran yang ia ketahui, padahal selama ini Sean tidak pernah menyembunyikan apapun darinya bahkan dari hal terkecil sekali pun. Bisakah Sabrina meninggalkan pria sebaik Sean demi cintanya? Bisakah ia melukai hati pria yang selama ini selalu menjaga hati untuk tidak terluka lagi? Bisakah ia melakukan hal egois itu demi cintanya? Jawabannya tentu tidak. Tetapi apakah ia bisa melanjutkan hidupnya di saat hatinya masih menjadi milik orang lain? Apa ia bisa melupakan Arga dan menerima Sean sebagai pria satu-satunya dalam hidupnya? Apakah Sean dan dirinya bisa hidup bahagia hanya dengan cinta satu pihak saja? Jawabannya tidak. Lalu apa yang bisa ia lakukan untuk tidak melukai salah satu pihak?
"Loh, Na kok kamu malah nangis sih emang perkataan aku ada yang salah ya?" Sean terkejut karena tiba-tiba Sabrina menitikan air mata setelah mendengar ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost love story
Fiksi RemajaDi setiap detik waktu ku. Aku selalu merasakan ada sesuatu yang hilang dari diriku, namun aku tak tau apa itu. (Arga Alenta) Aku berada dititik lemahku, ketika seluruh dunia menyuruhku untuk melupakanmu. Disaat takdir menentang rasa cintaku terhadap...