LLS 4

5.6K 254 33
                                    


Sabrina menatap sendu tubuh Papanya yang terbaring tidak berdaya diatas brankar, dengan banyak alat penopang hidup yang terpasang pada tubuh Papanya dan itu semua semakin memberitau Sabrina seberapa buruk keadaan sang papa.

"Pa," panggil Sabrina lirih.

Wijaya perlahan membuka matanya dan langsung menemukan sosok putri sematawayang yang sangat dirindukannya.

"Sabrina.." ucap Wijaya lemah seraya menahan rasa sakit disekujur tubuhnya. Betapa miris keadaannya saat ini, bahkan untuk menyebut nama anaknya saja Wijaya merasa kesulitan.

Sabrina menggenggam tangan sang papa erat. "Sabrina udah disini pa. Papa sembuh ya,"

"Berdamailah dengan masa lalumu nak. Papa ingin melihat kamu bahgia sebelum papa tiada..."

Sabrina menggelengkan kepalanya. "Papa gak boleh ngomong kaya gitu. Papa harus sembuh demi Sabrina pa," Sabrina terisak tidak kuat melanjutkan kata-katanya.

Dirinya akan benar-benar hancur jika sampai kehilangan sang papa. Satu-satunya alasan Sabrina untuk tetap hidup setelah semua yang terjadi padanya adalah sang papa, maka jika Tuhan mengambil papanya Sabrina akan benar-benar kehilangan batu penopang yang selama ini selalu menjadi penguat dirinya dalam menghadapi setiap masalah. Tuhan telah mengambil Arga darinya maka Sabrina memohon agar Tuhan tidak mengambil papanya juga.

"Sabrina gak punya siapa-siapa lagi pa selain papa. Bunda udah tinggalin Sabrina, Arga juga udah pergi."

"Tuhan boleh ambil Arga dari Sabrina. Tapi Tuhan gak boleh ambil papa dari Sabrina," Sabrina menundukan kepalanya tidak kuat lagi mengikuti permainan takdir yang selalu ingin melihatnya terluka.

Sabrina mengangkat kepalanya ketika merasakan tangannya dicengkram dengan begitu kuat oleh papanya.

"Papa, papa kenapa pa..." rasa panik langsung menyerangnya ketika melihat sang papa kesulitan bernafas.

Dengan rasa panik Sabrina memencet tombol (Call nurse) untuk memanggil dokter dan perawat, namun itu dirasa tidak cukup baginya. Sabrina berlari keluar membuat Sean yang berada diluar terkejut.

"Dokterr!!!" teriak Sabrina memanggil dokter dan para perawat.

"Na lo kenapa?" tanya Sean panik.

Tidak lama setelah Sabrina berteriak seorang dokter dan beberapa perawat datang.

"Dok tolong selamatin papa saya dok, saya mohon..." ucapnya seakan harapan terakhirnya ada ditangan dokter tersebut.

Dokter tersebut langsung masuk bersama beberapa perawat untuk menangani Wijaya.

Sean memeluk Sabrina mencoba memberikan kekuatan. "Semua akan baik-baik aja,"

"Gue gak punya siapa pun selain papa Se," ucap Sabrina.

"Ada gue, lo gak akan pernah sendirian. Gue akan selalu ada buat lo, gue janji."

"Sabrina?" Sabrina melepaskan pelukannya pada Sean dan beralih menatap Airin sang ibu tiri yang baru saja datang.

"Kamu kenapa?" tanya Airin lagi menatap kondisi Sabrina yang kurang baik.

"Ini semua gara-gara lo! Lo yang udah buat papa kaya gini!" makinya pada Airin sang ibu tiri.

"Lo gak bisa jaga papa sampek dia jatuh sakit! Atau lo sengaja buat papa sakit biar harta papa jatuh ketangan lo? Iya kan!"

"Sabrina, tante tau kamu terpukul sama keadaan papa kamu tapi---"

"Kalo sampek terjadi sesuatu sama papa gue gak akan pernah maafin lo." ucap Sabrina tajam.

"Tante tau kamu benci sama tante. Tapi tante gak akan ngelakuin hal serendah itu cuma demi harta. Tante sayang sama papa kamu itu tulus bukan karena harta papa kamu, bahkan tante bisa pastiin kalo tante gak akan ambil sepersen pun harta itu." Airin mengucapkan semua kata-katanya dengan berlinang air mata karena merasa terluka atas ucapan Sabrina.

Lost love story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang