+26-

595 93 9
                                    

Hyuse meraih sebuah foto yang ada di meja kerja Tetsuya. Matanya tidak berkedip sekali pun ketika ia melihat foto itu. Jarinya bergerak menyentuh wajah Hyrein dalam foto itu.

"Kau datang, Hyuse,"

"Dimana anakmu?"

"Ah... dia sedang berjalan keluar. Sepertinya bermain. Dia masih sangat kecil,"

"Kau tahu ini akan terjadi. Kenapa kau tidak melarikan diri?"

"Apa... kau merasakannya Hyuse? Angin musim semi. Apa kau melihatnya? Bunga sakura itu,"

Jari Hyuse berhenti bergerak. Dia meletakkan foto itu dan berjalan ke dinding kaca untuk melihat pemandangan. Matanya memandang datar ke Tokyo yang dipenuhi gemerlap malam hari.

"Kenapa kau sangat keras kepala? Seandainya kau menyerahkan Tetsuya saat itu, kau masih hidup bersamanya Hyrein," ujar Hyuse pda dirinya sendiri.

Dia memejamkan matanya. Perlahan, ia menghirup nafas dalam-dalam berusaha menyamankan apa yang didapatnya.

"Ini... hanya masalah waktu," gumam Hyuse.

Hyuse membuka kembali mata hijaunya. Dia dapat melihat pantulan dirinya. Mata hijaunya berkilat dipenuhi rasa obsesi.

"Aku menginginkannya. Apa pun yang kulakukan, semua itu hanya untuknya," lirih Hyuse meyakinkan dirinya sendiri.

Perlahan, jarinya menyentuh dinding kaca itu. Ketika ia kembali melihat dinding kaca itu, ia menemukan dirinya berhadapan dengan Hyrein. Rambut biru gelap Hyrein, kulitnya yang pucat, matanya yang memandangnya dengan tatapan lembut. Hyuse selalu berpikir bahwa Hyrein adalah sahabat terbaiknya. Tapi...

"Apa kau bahwa masih mempercayaiku?" tanya Hyuse dengan wajah datar.

"Aku akan bertanya hal yang sama padamu," Hyrein menampilkan senyuman lembutnya.

Sisi ayah dalam diri Hyrein tidak akan membiarkan Hyuse memburu anaknya begitu saja. Itulah yang Hyuse pikirkan. Namun, kali ini semuanya berbeda. Hyrein sudah pergi. Tidak akan ada yang bisa mengganggunya.

"Apa yang bisa kau lakukan sekarang? Baik kau mau pun Liem, kalian tidak akan bisa menjauhkan Tetsuya dariku lagi," kata Hyuse.

"Benarkah? Aku meragukan itu," Hyrein memberikan senyumannya sebelum Hyuse berhenti melihatnya.

Hyuse berbalik dengan segera dan menyandarkan punggungnya pada dinding kaca itu. Tubuhnya perlahan merusut. Dia mengacak surainya kesal.

"Hyuse Cronin, ini yang kau inginkan sejak dulu. Berhenti membuat semuanya semakin rumit!" monolognya berusaha meyakinkan diri sendiri.

Hyuse menghembuskan nafasnya. Dia menyentuh dadanya sendiri. Dia bisa merasakan jantungnya yang berdegup lebih kencang dari yang seharusnya. Ini tidak benar. Dia tahu itu, tapi dia tidak bisa menolaknya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Hyuse mengangkat kepalanya melihat ke arah perempuan bersurai biru itu.

Kazuhaki Shera berdiri di depannya. Mata hijau itu memandangnya dengan tatapan datar dan miris.

"Apa-apaan tatapanmu itu," Hyuse perlahan berdiri.

"Aku hanya merasa kasihan melihatmu. Bisakah kau menghentikan ini sekarang?" ujar Shera dengan tatapan datar.

Vorpal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang