11 | Sakit

3.1K 396 16
                                    

Vote comment readers ♡
.
.
.
.
.
.

Mentari membersihkan meja caffe yang baru saja ditinggalkan pelanggan, ia menaruh piring dan gelas yang sudah tidak ada isinya itu keatas nampan yang ia bawa. Hari ini pengunjung caffe ramai seperti biasa, Mentari berusaha keras untuk melayani pelanggan walau dirinya sedang tidak enak badan.

"Mentari, lo istirahat gih. Muka lo udah pucet gitu." Ucap Arsya yang sedari tadi memperhatikan Mentari.

Mentari menggeleng pelan, "Aku gakpapa kok,"

"Gakpapa apanya?! Udah istrihat, biar aku sama Arsya yang kerja." Oceh Irsya dengan wajah galaknya.

Mentari terkekeh kecil, "Yaudah, tapi aku sebentar aja istirahatnya."

Mentari menaruh nampannya ditempat pencucian piring kemudian berjalan menuju toilet, ia memandang wajahnya didepan cermin wastafel. Bibir pucat, matanya sayu ia segera membasuh wajahnya.

Deru nafasnya hangat, tolong jangan sakit dulu. Batinnya

Mentari segera keluar dari toilet, berjalan sempoyongan menahan rasa pusing menjelajar dikepalanya. Mentari berusaha keras menahan tubuhnya dengan memegang dinding disetiap langkahnya, sungguh ia tidak dapat menahannya lagi. Tubuhnya terduduk lemas tepat didepan pintu dapur, Arsya yang melihatnya berteriak panik dan langsung menghampiri Mentari.

"Mentari?! Yaallah," Arsya membopong tubuh Mentari menuju sofa yang berada didalam ruangan dapur, ia mendudukkan Mentari dengan pelan disana.

"Irsya! Ambili air hangat!" Titah Arsya dengan seuara sedikit keras karna Irsya berada agak jauh darinya.

Irsya segera berlari mengambil segelas air hangat untuk Mentari, ia memberikannya pada Mentari menyuruhnya untuk meminumnya dengan pelan. "Dibilangin ngeyel sih! Lo pulang aja ya, nanti kita izinin." Ujar Irsya dengan wajah kesalnya.

Mentari menggeleng lemah, "Gak, aku gakpapa kok beneran. Cuman pusing dikit aja," Tolak Mentari.

Begitulah Mentari, ia tetap memaksakan tubuhnya bekerja walau sedang sakit. Arsya dan Irsya menghela nafasnya.

"Mentari ih! Yaudah lo disini dulu, istirahat. Jangan kerja dulu!"

Mentari mengangguk patuh, Arsya dan Irsya keluar dari ruangan meninggalkan Mentari memberinya waktu untuk beristirahat sejenak. Sebenarnya Mentari mulai merasa tidak enak badan sejak kemarin, namun sebisa mungkin ia menahannya agar tidak parah. Tapi kenyataannya? Ia malah terbaring lemas diatas sofa ini.

Mentati memejamkan matanya, ia rasa tubuhnya memang memerlukan istirahat sekarang. I

■ ■ ■ ■ ■ ■

Bulan melepas sealtbeatnya sesaat setelah memarkirkan  mobilnya dengan rapi diparkiran caffe miliknya. Caffe yang ia bangun sejak SMA kelas 10 ini sangat maju sekarang, dengan modal yang tak terlalu banyak ia bisa mewujudkan salah satu impiannya untuk membangun caffe ini.

Bulan memasuki caffe tersebut, tampak beberapa karyawan menyapanya dengan senyuman. Satu-satunya karyawan yang tak mengetahui dirinya ada pemilik caffe ini adalah Mentari, ia sudah memberitahu karyawannya untuk tak membocorkan ini pada Mentari.

"Mau pesen apa bos?" Bulan mendongakkan kepalanya tatkala Arsya menyodorkan buku menu padanya.

Bulan menggeleng pelan, ia mencuri-curi pandang pada dapur dibelakang Arsya. "Cari Mentari ya bos?" Tebak Arsya dengan senyum jahilnya.

Bulan & Mentari [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang