17 | Caffe

2.9K 357 13
                                    

Vote commet readers:)
.
.
.
.
.

Mentari dan Bulan duduk disofa ruang tamu sembari menunggu Aletha yang sedang mengganti pakaiannya, Bulan masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Aletha yang ia lihat disekolah seorang yang sederhana tidak ada barang apapun yang menunjukkan bahwa ia seorang anak konglomerat.

Tak lama Aletha datang dengan nampan berisi cola dingin dan juga camilan, ia meletakkanya diatas meja lalu duduk disamping Mentari.

"Lo kangen gue ya Mentari?" Ucap Aletha sambil menyolek lengan Mentari dengan genit.

Mentari mengangguk jujur. "Sepi, gak ada temen."

"Salahin orang yang disamping lo tuh, pake acara skors gue."

Mentari melirik Bulan yang terlihat menatapanya datar. "Mukanya serem, gak berani." Bisik Mentari.

Aletha tertawa kecil. "Kak Bulan, percepat dong masa skorsnya. Gak enak dirumah," Pinta Aletha dengan tatapan memelas.

Bulan melirik Aletha, mengambil sekaleng cola lalu membukanya. "Mau gue tambahin masa skorsnya?"

Aletha menggeleng cepat, bukannya dapat keringanan malah ditambah. "Makasiu deh kak,"

"Sinta beneran dikeluarin dari sekolah?" Sahut Genna dengan alis menyatu. Bulan mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Pembuat onar kayak dia gak pantes dipertahanin, bisanya cuman mengandalkan orang tua tanpa mau berusaha." Ujar Bulan seraya meneguk colanya.

Aletha berdeham kecil, beralih menatap Mentari yang berada disampingnya. "Berarti, lo sebelum ada gue jadi korban perundungan terus, Ri?"

Mentari hanya tersenyum kecil dengan hendikkan bahu, enggan menceritakan penderitaannya yang telah lalu. Ia mengambil colanya juga, merasakan dingin dari kaleng tersebut lalu menghela nafas pelan.

"Semua jadi rumit, bahkan sulit buat aku ungkap. Terlalu sakit," Tutur Genna lirih tapi masih menunjukkan senyumnya.

■ ■ ■ ■ ■ ■ ■

Bulan menghentikan motornya disebuah taman yang berada dipinggir jalanan kota, menatap Mentari yang masih melamun diatas motornya. Ia menepuk pundak Memtari pelan.

"Mentari, turun."

Mentari mengerjabkan matanya ia tersadar dari lamunannya, ia menoleh kekanan kirinya merasa bingung karena ia berada disini.

"Kak, ngapain kesini?" Tanya Mentari sambil turun dari motor Bulan lalu mengikuti langkah kaki Bulan yang menuju bangku panjang didekat mereka.

Bulan dan Mentari duduk bersamaan dibangku sana, Bulan masih tak membuka suara matanya menatap langit malam yang bertabur bintang diatas sana membuat Mentari juga ikut menatap langit malam.

"Kalau lo sedih lihat aja langit malam, anggap aja bintang sebagai masalah lo sangat banyak tapi lo tetap bersinar kayak bulan." Tutur Bulan tiba-tiba.

Mentari menolehkan kepalanya sejenak kearaha Bulan. "Saking banyaknya, sampai aku gak bisa nampung semuanya."

"Gue gak tau sebanyak apa dan serumit apa masalah lo, tapi inget satu hal semua masalah pasti ada jalan keluarnya jadi jangan patah semangat ataupun down."

Bulan & Mentari [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang