07 | Hampir mati

3.3K 406 13
                                    

Vote coment readers
.
.
.
.
.

Mentari meringis pelan saat sinta teman sekelasnya ini mendorong kasar badannya hingga menubruk meja yang ada dibelakangnya. Sinta menarik rambut mentari hingga membuat mentari mendongakkan kepalanya, ia benar-benar terkejut dengan serangan tiba-tiba dari sinta. Mentari tidak tau harus berbuat apa karna hanya ada mereka berdua didalam gudang sekolah.

"Gara-gara lo fasilitas gue dicabut bokap gue!" Ucap sinta dengan penuh penekanan.

"Lo emang gak berguna! Tukang ngadu! Cuman karna lo diklaim calon istri bulan bukan berarati lo bisa dapat perlindungan lebih!"

Mentari menahan rasa sakit yang menyerang kepalanya, jambakan sinta benar-benar kuat mungkin ada beberapa anak rambut yang rontok. "Aku gak pernah ngadu." Bela mentari sambil memegang kepala belakangnya.

"Bohong! Muka polos kayak lo gak pantes dipercaya." Ujar sinta dengan sinis.

"Sin tolong lepas, kepala aku sakit." Mentari memohon pada sinta agar melepas jambakannya.

"Gue gak perduli! Lo bener-bener buat gue semakin benci sama lo mentari!"

Mentari menahan nafasnya ketika tangan sinta sudah melayang ingin menaparnya, ia memejamkan matanya.

Plak!

Tamparan cukup keras itu mendarat dipipinya, mentari terisak pelan. Ini mengingatkannya pada perlukan kejam ayahnya juga, ia memegang pipinya.

Plak!

Sekali lagi sinta menampar pipi mentari, ia menyeringai puas melihat mentari yang sudah terlihat lemas dihadapannya. "Lo disini sampe besok." Ujar sinta sembari melangkahkan kakinya keluar dari gudang, ia mengunci gudangnya dari luar.

Mentari tak dapat membendung air matanya, ia menumpahkan semua disana dadanya benar-benar sesak. Masa putih abu-abunya sangat buruk, ia juga ingin merasakan yang namanya pertemanan tetapi mereka semua menjauhinya.

Ia berharap akan ada orang yabg menolongnya kali ini. Ruangan ini sangat sempit dan berdebu, ia semakin takut berada sendiri didalam gudang.



🍭



Bulan berjalan menyusuri koridor dengan wajah seperti biasa, dingin dengan tatapan tajam. Ia memasukkan sebelah tangan kedalam saku celananya, matanya menatap menelisik setiap ada gerombolam siswa laki-laki yang sedang berkumpul.

Tugasnya sebagai tim disiplin membuatnya bisa bertindak untuk menegur adik kelas dan juga teman seangkatannya jika melanggar peraturan sekolah.

Sejak ia bertugas disini, sudah mulai berkurang siswa nakal yang biasanya membuat onar. Karna saat mereka tahu betapa kejamnya seorang bulan dalam menindak masalah membuat mereka bergidik ngeri. Lebih baik cari aman dari pada cari masalah.

"Lan! Ada masalah lagi." Bulan mengerutkan keningnya menatap orlan yang tiba-tiba berada didepannya dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Masalah apa?"

Orlan menarik nafasnya sejenak, "Mentari jadi korban perundungan digudang,"

Bulan mengumpat pelan, ia berlari meninggalkan orlan menuju gudang sekolah. Ia khawatir jika menyangkut mentari, entah perasaan apa yang ada pada dirinya.

"Sial! Dikunci," Bulan mengetok pintu gudang, memastikan apakah mentari ada didalam sana.

"Siapapun tolongin aku." Suara lirih dari balik pintu itu membuat bulan semakin panik.

Bulan & Mentari [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang