"Pecel lele, mau?" tanya Arif pada Aurora yang berada di boncengannya.
"Mau," jawab Aurora.
Arif menghentikan motornya di depan warung makan pecel lele yang tak jauh dari tempat mereka berhenti tadi. Setelah turun, keduanya berjalan menuju tempat duduk yang kosong.
Saat itu pukul setengah lima sore. Perut Aurora sudah menjerit-jerit minta diisi. Cewek itu memandangi pemilik warung makan yang sedang menyiapkan makanan mereka dengan tidak sabar.
"Laper banget, ya?" tanya Arif sambil memperhatikan Aurora.
Aurora menoleh padanya dan mengangguk sembari tersenyum. "Laper berat, gue. Gara-gara si Fajar itu, sih!"
"Kenapa?"
"Dia nyamperin gue di sekolah! Bikin gue nggak berani keluar. Jadinya gue ndekem di kelas selama kurang lebih setengah jam. Terus, waktu gue keluar kelas, karena gue kira Fajar dan temen-temen udah pergi—"
"Fajar bawa temennya?" potong Arif, terkejut.
"Iya, dua."
"Terus?"
"Waktu gue keluar, gue liat dia ada di balkon kelas dua belas. Gue lari, dianya ngejar! Untung ada Pak Asep, tukang bersih-bersih di sekolah gue. Gue sembunyi di belakang Pak Asep. Waktu Fajar sama teman-temannya liat gue sama Pak Asep, dia langsung putar badan terus pergi," jelas Aurora.
"Dasar," desis Arif sambil menyipitkan mata dengan raut wajah tak suka.
"Siapa?"
"Fajar. Tapi lo nggak papa, kan?"
"Nggak papa. Cuma takut," kata Aurora sambil meringis. "Kok bisa ya Fajar tau gue sekolah di sana?"
"Mungkin dia liat lo waktu lo berangkat sekolah."
"Ha? Berarti dia nguntit gue?!" seru Aurora panik.
"Mungkin, tapi mungkin juga kebetulan saat itu dia ngeliat elo. Maksudnya nggak sengaja Fajar liat lo waktu lo di sekolah itu," jelas Arif.
Aurora mengeluarkan napas keras dari mulutnya. Ia lalu teringat dengan perkataan Fajar tadi yang katanya bahwa cowok itu menyukainya. Aurora menggeleng, ia tak percaya. Cowok itu pasti cuma main-main. Ia menoleh pada Arif yang sedang menatapnya.
"Menurut lo, bener nggak yang Fajar bilang tadi, bahwa dia suka sama gue?"
Arif tak langsung menjawab, ia diam beberapa saat. "Gue nggak yakin, sih," ucapnya bimbang.
"Terus, kenapa lo mau ngelidungi gue? Nolong gue? Kan kita nggak kenal."
"Makan dulu," kata Arif sambil menyodorkan pecel lele yang baru di antar ke meja mereka.
"Iya, deh." Aurora mencuci tangannya di tempat yang sudah disediakan. Setelah itu, ia makan langsung menggunakan tangan tanpa sendok.
Arif memerhatikan cewek itu dalam diam. Aurora makan dengan lahap. Mulutnya penuh dengan makanan yang ia suapkan dari tangannya. Dalam kurun waktu kurang dari dua menit, cewek itu sudah menghabiskan setengah bagian makanannya.
"Lo nggak makan?" Tiba-tiba Aurora bertanya setelah menelan makanannya.
"Lo lapar banget, ya?" Arif malah bertanya balik.
"Malah balik nanya! Iya, gue laper banget!" seru Aurora lalu melanjutkan makannya. Tapi sesaat kemudian ia mendongak lagi. "Cara makan gue aneh, ya?"
"Eh, nggak lah," kata Arif sambil menggeleng dan tertawa.
"Kok lo liatin terus?"
Arif tertawa kecil mendengarnya. "Nggak aneh, kok. Udah, lanjut aja makannya." Setelah mengatakan itu, Arif menarik piring pecel lele miliknya dan mulai menyantap makanan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storm and Cross (TAMAT)
Teen FictionAurora benar-benar tak sengaja saat menyenggol gelas berisi kopi panas milik cowok bernama Fajar, yang akhirnya tumpah mengenai kaki bagian atas cowok itu saat malam hari di sebuah warung makan. Ia sudah meminta maaf, tapi Fajar malah tidak mau mema...