Damai

346 25 9
                                    

Sampai sore menjelang, dan senja telah muncul di ufuk barat sana, Arif belum juga bisa menemukan di mana Fajar dan Aurora berada.

Penampilan Arif saat itu sangat berantakan. Bajunya lusuh dan rambutnya acak-acakan. Ia juga belum mandi dari kemarin sore. Jelas badannya mengeluarkan bau tak sedap.

Cowok itu duduk di pinggir jalan dengan motornya yang terparkir di sebelahnya. Ia menatap senja yang berwana jingga di ujung barat sana. Sebentar lagi matahari terbenam.

Fajar bilang, cowok itu akan mengantar Aurora pulang jika ia tidak berhasil menemukannya saat sore hari tiba. Sekarang sudah lewat sore hari. Apa benar yang dikatakan oleh cowok itu?

Ponsel Arif di saku celananya bergetar. Ia mengambilnya dan menemukan nama Fajar terpampang di sana. Ia menggulir layar ke atas dan mendekatkan benda itu ke telinga.

"Lo masih nyari Aurora, kan?" tanya Fajar di seberang sana.

Arif mendengkus. Apa-apaan yang Fajar tanyakan ini?

"Itu seharusnya nggak lo tanyain, Jar, " kata Arif.

"Aurora ada di depan sekolahnya." Setelah mengatakan itu, Fajar mematikan sambungan teleponnya.

Dengan cepat Arif memasukkan ponselnya ke saku celana kemudian menghampiri motornya. Ia menaikinya dan menjalankan kendaraan itu menuju ke sekolah Aurora dengan kecepatan tinggi.

Ia harap Fajar tidak berbohong. Ia harap Aurora tidak apa-apa. Maaf, karena Arif tidak bisa memegang kata-katanya. Maaf karena Arif tidak bisa menjaga Aurora dengan baik. Maaf telah membuat Aurora takut. Maaf.

***

Arif sampai di depan sekolah Aurora tiga puluh menit kemudian. Di sana, tepat di depan gerbang itu, Aurora berdiri dengan Fajar di sebelahnya. Di samping mereka terparkir sebuah mobil berwarna hitam. Mobil Fajar.

Arif memarkirkan motornya dan menghampiri keduanya.

Aurora masih mengenakan seragam sekolah. Rambutnya yang tergerai lepek dan wajahnya kusam. Mukanya agak pucat dan bibirnya kering. Ia mengenakan jaket kulit berwarna hitam yang tampak kebesaran di badannya dan tas ransel di punggung.

"Au," panggil Arif dan cewek itu tersenyum padanya.

"Lo harus minta maaf," kata Aurora. "Karena nggak bisa jemput gue," lanjutnya kemudian.

Arif berdiri tepat di depan Aurora. Cowok itu mengulurkan tangannya dan menyentuh kening cewek itu.

"Badan lo panas," ujarnya cemas. "Lo sakit?"

Aurora menyingkirkan tangan Arif dari keningnya. "Ya. Mungkin karena kedinginan dan dehidrasi," kata Aurora pelan.

Mata Arif lalu beralih ke pergelangan tangan Aurora yang terluka.

"Tangan lo kenapa?" tanyanya pada Aurora.

"Kena tali," jawab Aurora enteng.

"Tali?" ulang Arif. "Tangan lo diiket?" tanyanya.

"Ya," jawab Fajar.

Arif langsung menoleh padanya dengan tatapan tajam, yang dibalas senyum tipis oleh ajar. Arif maju mendekatinya dan mencengkeram kerah baju cowok itu.

"Lo buat tangannya luka," kata Arif.

"Lo buat hatinya luka," balas Fajar. Ia tantang mata Arif yang semakin tajam menatapnya itu.

"Lo buat dia sakit," kata Arif lagi.

"Itu gue? Atau elo?" tanya Fajar balik. Ia menyentak tangan Arif dari kerah bajunya. "Katanya mau dateng? Tapi mana? Lo nggak dateng-dateng. Aurora mengharapkan banget lo dateng, Rif. Dia percaya banget lo bakal dateng. Tapi, sayang, lo-nya lemah. Nggak bisa megang kata-kata lo. Lo nggak berhasil menjaga Aurora dari gue."

Storm and Cross (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang