Mimpi Buruknya yang Menjadi Kenyataan

199 26 13
                                    


 Saat membuka matanya, Arif mendapati dirinya tengah berbaring di ranjang kamarnya.

Abim, Yose, Rizal, dan teman-temannya duduk di sofa yang ada di kamarnya, dan menatap ke arah dirinya dengan raut cemas.

Arif bangkit dengan perlahan. Beberapa bagian tubuhnya terutama pelipisnya terasa nyeri, tapi ia mengabaikannya. Pikirannya langsung tertuju pada Aurora.

"Aurora," kata Arif dengan muka panik.

"Tenang dulu, Rif." Yose memegang bahu temannya itu.

"Lo orang nggak liat Aurora?" tanya Arif lagi. "Gue harus cari dia." Cowok itu turun dari ranjang tapi bahunya ditahan oleh Yose.

"Lo mau cari ke mana?" tanya Yose.

"Tenang dulu, Rif," ucap Abim. Ia mendekati Arif dan memegang tangannya. "Cerita dulu. Apa yang terjadi? Oh iya, tadi Fajar yang ngasih tau di mana lo berada lewat pesan yang dikirim ke Yose." Mereka langsung bergegas ke tempat Arif berada meski bingung dengan pesan Fajar yang isinya mereka disuruh menjemput Arif di tempat yang dituliskan oleh Fajar.

Arif menghela napas kasar.

"Fajar nyegat gue sama Aurora. Dia berhasil bikin gue nggak sadarkan diri. Gue nggak tau gimana kelanjutannya. Tapi kemungkinan besar dia bawa Aurora pergi," tuturnya dengan suara pelan.

"Berengsek si Fajar," maki Yose.

"Kita ke markasnya sekarang," ucap Rizal.

"Kita cari," kata Abim.

Arif mengambil ponselnya yang ada di saku celana dan membukanya. "Bentar," interupsinya pada teman-temannya.

"Ada pesan dari Fajar," katanya. "Di mana Aurora dan gue berada, cuma gue yang tau," katanya membaca pesan itu.

"Bohong," ucap Rizal.

"Kita ke markasnya aja langsung. Lo nggak papa, kan?" tanya Yose pada Arif.

"Nggak papa," jawab Arif.

"Oke, gini aja. Kita ke markas mereka, lo ke rumah si Fajar," kata Yose lalu berdiri.

"Oke," kata Arif sambil mengangguk.

Cowok-cowok itu keluar dari rumah Arif dan menghampiri motornya. Yose dan lainnya menuju markas Geng Cross, sedangkan Arif menuju ke rumah Fajar. Arif mengendarai motornya dengan hati kacau. Ia takut Fajar berbuat yang tidak-tidak pada Aurora.

Ia mengambil ponselnya dan mencari nomor Aurora. Berharap cewek itu mengangkatnya dan berkata ia baik-baik saja. Namun, nihil. Panggilannya yang sampai sepuluh kali itu tidak diangkat. Ponsel cewek itu tidak aktif.

Tiba-tiba ia terpikir untuk ke rumah cewek itu. Ia sangat berharap Aurora ada di rumahnya. Meski itu semua sepertinya mustahil, tapi ia tetap melakukannya. Arif berbalik arah menuju rumah Aurora. Ia pacu kendaraan itu dengan kecepatan tinggi.

Ia gelisah. Pikirannya kalut. Jika tidak menemukan Aurora di rumahnya, dan kalau benar cewek itu diculik oleh Fajar, ke mana cowok itu membawanya?

Lagi, Fajar bilang hanya ia yang tahu di mana dirinya dan Aurora. Apakah itu memang bener? Atau hanya perkataan semata?

Arif sampai di depan rumah Aurora dan menemukan rumah itu gelap gulita. Ia turun dan berjalan ke pintu. Ia mengetuknya berharap ada sahutan dari dalam dan cewek bernama Aurora itu membuka pintunya.

Namun, tidak terjadi apa-apa. Tidak ada sahutan dan pintu itu tidak terbuka. Yang terdengar hanyalah embusan napas Arif dan suara jangkrik yang saling bersahut-sahutan.

Storm and Cross (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang