Panik

217 31 7
                                        


"Gimana ini, Mon? Fajar terus ngikutin kita!" Aurora berujar cemas di dalam angkot yang udaranya panas.

Mona menoleh ke Fajar di belakang. Ia juga bingung. Cewek itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Apa nggak biarin aja, Au? Nanti kalo kita udah turun, kita lawan dia bareng-bareng," usul Mona setelah beberapa saat terdiam bingung.

"Dia nanti tau rumah lo."

"Apa kita turun sekarang?"

"Ha? Jangan dong!"

"Tuh, kan. Makanya biarin aja. Jugaan kita kan turunnya nggak pas di depan rumah gue. Tapi di depan gang yang menuju rumah gue. Nanti, kalo kita udah turun, kita buat si Fajar hengkang dari hadapan kita. Tenang, Au. Di sana nggak sepi. Jadi, kalau Fajar macem-macem, kita tinggal teriak aja," jelas Mona panjang lebar.

Aurora terdiam sejenak. Berpikir. Iya juga sih. Okelah.

"Iya, deh," kata Aurora pada Mona dan cewek mirip Dora itu mengangguk.

Saat ini hampir mustahil Arif datang. Mungkin, cowok itu masih sibuk di bengkel atau tokonya. Apalagi Aurora sudah berkata bahwa ia bersama Mona, kemungkinannya kecil kalau Arif datang. Jadi, kali ini Aurora harus melawan Fajar tanpa Arif. Mungkin dengan Mona. Temannya itu mungkin bisa membantunya mengusir Fajar dengan kalimat-kalimat galaknya.

"Mona," panggil Aurora pada Mona yang tengah duduk tenang. Lagian, bersikap panik pun percuma.

"Apa?"

"Gimana kalo si Fajar manggil temen-temennya?"

Mona mengerutkan keningnya. "Emang kenapa?"

"Ya bisa gawat dong! Mereka itu cowok-cowok lho, Mon!"

"Emang bakalan begitu?"

"Begitu gimana?"

"Fajar manggil temen-temennya?"

"Andai lho, Mona. Ya, gue nggak tau, lah. Bisa kan dia udah ngerencanain ini?" Raut wajah Aurora terlihat cemas dan takut. Ia diam-diam melirik Fajar yang ada di belakang angkotnya.

"Lo jangan berpikir yang nggak-nggak duku, Au. Harus tenang," kata Mona menenangkan. Ia kasihan melihat sobatnya yang wajahnya mulai pucat itu.

"Gue takut lho, Mon," rengek Aurora.

"Percaya deh sama gue. Kita berdua bisa ngusir Fajar saat kita udah turun nanti." Mona berkata mantap sambil menepuk-nepuk pundak temannya itu.

Aurora menghela napas berat. Ia menoleh ke arah Fajar lagi. Cowok itu tampak santai mengendarai motornya. Apa sih yang dipikirkan cowok itu? Cuma gara-gara kejadian pada malam itu Fajar terus mengganggu dirinya. Menyukainya? Apakah sekarang cowok itu sedang berjuang mendapatkan dirinya? Dengan cara seperti ini? Aurora jelas tidak akan jatuh hati padanya. Yang ada malah semakin tidak suka.

Katanya Fajar playboy. Apa ia mau menjadikan Aurora pacarnya yang kesekian? Idih! Aurora tidak akan sudi sampai kapan pun! Apa ia mau memaksa jadi pacarnya? Dengan cara yang ... yang ... yang mengerikan?!

Aurora menutup mukanya dengan kedua tangannya dan menggeleng-gelengkan kepala. Jangan sampai hal buruk terjadi pada dirinya. Jangan sampai!

"Au, lo nggak papa?" tanya Mona.

Aurora membuka tangannya yang menutupi mukanya dan menggeleng pelan.

"Jangan khawatir, Au. Lo nggak sendirian," kata Mona menenangkan Aurora. Cewek berambut Dora itu cemberut melihat wajah Aurora yang masih pucat.

Storm and Cross (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang