Tembok Tinggi dan Kokoh yang Belum Juga Runtuh

219 24 6
                                    



Aurora membuang mukanya lagi dari Fajar. Sedangkan Fajar di depannya masih setia menyodorkan roti berisi selai stroberi itu ke depan mulutnya. Setia menunggu cewek itu membuka mulutnya.

"Buka mulut dong, Au," bujuk Fajar untuk entah keberapa kali.

Aurora diam. Tidak menanggapi ucapan Fajar.

"Lo kan laper banget, kan? Ayo dong makan."

"Gue kan udah bilang. Gue mau makan sendiri!!" teriak Aurora padanya. "Gue mau makan sendiri pokoknya!"

Fajar berdecak kesal. Ia menarik tangannya yang memegang roti itu.

"Terus lo minta gue ngelepasin tangan lo gitu?"

"Iya."

"Maaf. Kalo itu mah belum bisa," sesal Fajar. Ia kemudian menggigit roti yang ada di tangannya dengan gigitan besar. Fajar mengunyahnya itu sambil memandang Aurora yang tampak marah di depannya. Kasihan sih cewek itu. Namun, Fajar belum mau berbaik hati dengan melepaskan ikatan pada kedua tangannya.

"Enak lho rotinya," kata Fajar disela kunyahannya. "Selai stroberinya lumer. Tekstur rotinya itu lembut, padat. Nggak kasar gitu, Au," lanjutnya.

Berengsek Fajar ini, batin Aurora. Ia membuang muka ke arah lain. Ya ampun, perutnya lapar sekali. Dan roti yang Fajar makam itu sungguh menggoda. Sepertinya memang enak. Tanpa ia sadari Aurora meneguk ludahnya.

"Ditambah lagi." Fajar kembali mengoceh. "Roti ini ngenyangin, Au. Gue makan satu bungkus ini aja," Ia menunjuk bungkus roti itu pada Aurora yang masih membuang muka darinya. "Gue udah kenyang."

Fajar mengambil botol air mineral yang berada di sampingnya. Ia membuka tutup botolnya dan meneguk isinya.

"Benar kata iklan di tv itu," ujar Fajar lagi.

"Le mineral ini." Ia mengetuk botol yang ada di tangannya. "Ada manis-manisnya," lanjutnya.

Aurora berdecak kesal dalam hati. Apakah Fajar benar-benar tidak mau melepaskan ikatan kedua tangannya? Tega benar, sih? Kalau Aurora mati karena dehidrasi dan kelaparan bagaimana?

"Ya udah deh," kata Fajar sambil berdiri dari duduknya membuat Aurora menoleh padanya.

"Gue pergi dulu, ya. Mungkin lo mau istirahat," pamit Fajar. Ia sudah siap melangkah, tapi terhenti karena Aurora memanggilnya.

"Lo beneran nggak mau ngelepasin tangan gue?"

"Nggak. Nggak sekarang."

"Gue haus, laper, pengen makan," keluh Aurora dengan raut wajah memelas. "Kalo gue mati karena dehidrasi dan kelaparan gimana? Lo akan masuk penjara. Dan gue nggak mau mati dengan keadaan seperti itu!"

Fajar hanya mengangkat alisnya mendengar ocehan Aurora. Ia kemudian tertawa kecil.

"Lo nggak akan mati," kata Fajar.

"Bisa aja. Kalo gue kekurangan air. Gue udah haus dan laper banget!" seru Aurora.

"Tadi gue sodorin makanan di depan mulut lo nggak dimakan. Gue sodorin minuman di depan mulut lo juga dianggurin."

"Itu karena gue mau makan sendiri! Gue nggak mau disuapin sama elo!"

"Bukan salah gue. Gue kan udah ngasih makanan dan minuman sama elo. Tapi elonya malah nggak mau."

"Gue mau kalo makan sendiri."

"Padahal lo tinggal buka mulut aja. Dan makanan itu akan masuk ke dalam mulut lo."

Storm and Cross (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang