Aurora menatap Mona yang tengah merajuk sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
Cewek itu meminta Aurora ikut ekskul tari. Alasannya, Mona ingin mendekati cowok kelas sebelah yang pintar menari, yang ikut ekskul itu. Karena Mona belum punya teman di sana, Mona mengajak Aurora. Supaya ia punya teman saat baru bergabung di sana. Lagi, supaya Mona bisa bertukar ide tentang bagaimana cara mendekati cowok itu.
"Ya, Au?" Mona memohon lagi. Aurora malas sebenarnya. Ia saja tidak bisa menari. Tidak hobi menari juga. Apalagi sekarang kan mereka sudah kelas dua belas. Malu lah sama junior. Masa sudah kelas dua belas jadi anggota baru tari?
"Mona, gue malu. Jugaan gue nggak hobi nari. Lo pake cara lain aja buat deketin cowok itu," usul Aurora. Mona cemberut. Ia menatap Aurora dengan mata yang sedih.
"Lo nggak mau bantu gue, Au? Lo tega gue longak-longok sendiri di sana?"
"Lo mau maksa gue?"
"Gue bukan maksa, tapi minta tolong dengan teramat sangat. Nggak papa deh lo di sana cuma duduk doang kalo nggak mau nari."
Aurora memandang sobat ceweknya itu dengan mata melotot. "Ya kali kayak gitu? Jadi sampah dong gue di sana!" Masa dia mau duduk-duduk saja! Kayak orang tolol dong!
"Ya udah lo ikut nari," kata Mona dengan enteng.
"Tapi gue nggak hobi nari, Mona! Dan gue nggak ada niatan sama sekali!" Aurora menandaskan. Mona belum menyerah. Ia terus membujuk Aurora dengan segala cara.
"Cuma satu kali dalam seminggu lho, Au. Cuma satu kali! Satu kali doang lo bantu gue dalam satu Minggu itu."
"Nggak. Gue nggak mau!"
"Tolong dong, Au. Lo masa tega gue berjuang sendirian?"
"Gue mau bantu, tapi nggak dengan masuk ekskul tari juga, lah. Kan ada cara lain," bela Aurora membuka pikiran Mona.
"Ya udah, apa?"
Aurora berpikir sebentar. "Coba lo pikir lagi." Masalahnya, Aurora belum terpikir apa-apa dan tidak punya saran yang bagus untuk mendekati seorang cowok. Wajar, lah. Kan ia belum pernah.
"Ye! Kirain lo udah punya ide!"
"Gue kan nggak berpengalaman," bela Aurora.
Kedua cewek itu terdiam sejenak. Mona menatap lapangan basket yang ada di depannya.
Di sana, cowok yang jadi incaran Mona tengah bermain basket dengan teman-temannya. Cowok itu selain pintar nari juga jago main basket. Ganteng? Ya pasti. Makanya si Mona ini suka.
Aurora yang duduk di sebelahnya tampak berpikir. Sebagai teman yang baik, ia sedang mencari jalan lain untuk mendekati cowok incaran Mona.
"Mon," panggil Aurora beberapa saat kemudian.
"Apa?"
"Lo punya nomor WA dia?" Mona menggeleng.
"Ya lo harus punya, dong."
"Gue nggak punya kenalan yang kenal sama dia. Lo punya?"
"Nggak punya lah gue."
"Gimana, dong?" Mona tambah cemberut.
Aurora berdecak. Mona yang mau PDKT, tapi dia yang repot.
Aurora melihat ke lapangan. Di mana Ari, cowok incaran Mona itu sedang bermain basket. Hebat, panas-panas begini padahal. Panas? Pasti dia haus, kan? Berarti butuh minum. Aha!
"Lo kasih dia minum, Mon. Habis panas-panasan gitu dia pasti haus, kan?"
Wajah Mona jadi cerah. Ia tersenyum lebar pada Aurora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storm and Cross (TAMAT)
Roman pour AdolescentsAurora benar-benar tak sengaja saat menyenggol gelas berisi kopi panas milik cowok bernama Fajar, yang akhirnya tumpah mengenai kaki bagian atas cowok itu saat malam hari di sebuah warung makan. Ia sudah meminta maaf, tapi Fajar malah tidak mau mema...