Selamat membaca!
"Au, itu siapa? Kok ngeliatin lo terus?" tanya Mona. Ia kaget saat melihat wajah temannya itu pucat.
"Au?" panggilnya tapi tak digubris oleh Aurora.
Senyum miring Fajar membuat rasa takut Aurora mencapai ubun-ubun. Tapi ia tadi sudah berniat untuk melawan. Ia harus berani.
Fajar tiba-tiba melangkahkan kakinya menuju ke arahnya. Pandangannya tak lepas sedikit pun dari Aurora. Temannya yang berada di sampingnya mengikuti.
Dengan wajah pucat dan jantung bertalu-talu, Aurora berbalik dan berlari dari sana. Membuat Mona yang ada di sebelahnya terkaget-kaget.
"Lho, Au, mau ke mana?" Tapi pertanyannya itu tidak diacuhkan oleh Aurora. Cewek itu sudah berlari sekuat tenaga dari sana. Masuk ke dalam pasar. Mona tambah kaget saat cowok yang tadi memandang Aurora, juga temannya mengejarnya.
"Ini kenapa, sih?" tanyanya bingung.
Aurora berlari memasuki pasar yang masih lumayan ramai. Ia menoleh ke belakang. Ia mengerang saat melihat sosok Fajar dan temannya berlari mengejarnya. Ia mempercepat larinya.
Bagaimana Aurora menghadapinya? Ia harus berani bicara dengan Fajar, tapi ia masih bingung dan juga takut. Nyalinya yang semula besar mendadak menciut saat melihat sosok Fajar. Lari saja dulu, deh, batinnya.
Orang-orang di pasar itu mengernyitkan dahi saat melihat Aurora berlari lintang pukang. Kernyitan dahi mereka bertambah dalam saat melihat dua cowok mengejar cewek berseragam SMA itu.
"Maaf, Pak!" ucapnya saat dirinya dengan tidak sengaja menabrak bapak-bapak penjual kain lap.
"Maaf, Pak, saya buru-buru!" ucapnya. Meninggalkan si bapak yang ternganga kaget. Sepertinya bapak itu bukan tipe bapak yang pemarah. Dia hanya geleng-geleng kepala atas kejadian tersebut.
Cewek berambut bergelombang itu dengan lincahnya menyelip di antara ibu-ibu yang sedang membeli sayuran. Ia menerobos masuk penjual-penjual pakaian yang berjejer, penjual sayur, buah. Lari, lari, lari, teriak Aurora dalam hati. Berbelok setiap kali melihat tikungan. Berharap dengan begitu Fajar dan temannya kehilangan jejaknya.
Ia merasakan kakinya mulai tak kuat berjalan. Napasnya tersengal. Ingin sekali ia berhenti, tetapi ia memaksakan diri berlari karena ia harus bisa lari dari Fajar dan temannya.
Aurora mulai lelah. Sepertinya ia harus berhenti kalau tidak mau jatuh karena kelelahan berlari.
Aurora menoleh ke belakang. Ia berhenti saat tidak melihat sosok Fajar dan temannya. Dengan napas putus-putus, ia berdiri sejenak dengan melihat ke belakang. Satu menit, dua menit. Tidak juga terlihat dua cowok yang tadi mengejarnya.
Mereka kehilangan jejaknya? Memutuskan untuk berhenti mengejar? Atau ... menghadangnya di suatu tempat?!
Oke, apa pun itu, cara terbaik sepertinya menelepon Arif. Namun, sebelum menelepon cowok tersebut, ia ingin menelepon Mona. Pasti cewek itu kaget dan juga bingung atas apa yang telah terjadi di depan matanya.
Aurora mencari tempat yang strategis. Ia berjalan ke penjual yang menjual rempah-rempah dapur. Ia berjongkok di dekatnya, lalu mengambil ponsel di saku roknya untuk menelepon Mona.
"AURORA! LO PUNYA UTANG APA?!" Aurora menjauhkan ponsel dari telinganya. Suara Mona membuat telinganya berdenging.
"Gue nggak punya utang," Jawabnya.
"Lha, cowok-cowok tadi kenapa ngejar elo? Terus lo mukanya pucet banget waktu ngeliat mereka. Eh, gue tadi ngejar elo, tapi lo sama cowok-cowok itu larinya cepet banget, gue kehilangan jejak," jelas Mona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storm and Cross (TAMAT)
Teen FictionAurora benar-benar tak sengaja saat menyenggol gelas berisi kopi panas milik cowok bernama Fajar, yang akhirnya tumpah mengenai kaki bagian atas cowok itu saat malam hari di sebuah warung makan. Ia sudah meminta maaf, tapi Fajar malah tidak mau mema...