Selamat membaca! ☺️
"Oh, sial!" Ponsel Aurora kehabisan baterai, dan sekarang benda penting itu mati.
Aurora sudah banjir keringat, haus, dan lapar. Si Arif tidak juga menjawab teleponnya. Dia harus memikirkan cara lain.
Aurora membuka pintu kelasnya dan memandang ke luar. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Menurut matanya yang sehat walafiat, Fajar dan dua temannya tidak ada di dekatnya. Sejauh mata memandang, Aurora tidak melihat mereka. Mungkin, mereka sudah pergi? Bisa jadi. Sudah hampir setengah jam Aurora mendekam di kelasnya. Bisa jadi cowok-cowok itu bosan dan memutuskan pulang. Jugaan dia mau apa, sih? Aurora sungguh tidak tahu apa yang ada di pikiran cowok itu.
Dia marah padanya? Kan Aurora sudah meminta maaf. Dia marah karena ia tak mau mengobatinya? Jelas, lah! Mana mau Aurora mau mengobati anggota tubuh cowok yang merupakan aurat?! Euwwww!
Jangan-jangan dia mau menculiknya? Mau menyakitinya! Oh, ya ampun! Jangan sampai! Amit-amit! Lindungilah Aurora, Tuhan!
Aurora memutuskan untuk berjalan meninggalkan kelasnya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling sambil berjalan. Sampai di anak tangga yang mengarah ke lapangan basket, ia berhenti sejenak dan memandang sekitar. Di sana sepi. Tidak ada satu pun orang lewat. Aurora terus melangkahkan kakinya sambil memasang sikap waspada. Lehernya tak henti-hentinya menoleh ke sekitar. Membuat bagian itu pegal.
Cewek itu terus melangkahkan kakinya sampai sebuah suara membuatnya berhenti berjalan dengan jantung yang berdetak kencang. Dengan tegang, dia menoleh ke sumber suara. Tepatnya ke deretan kelas dua belas yang berada di lantai dua. Di balkon yang mengarah ke lapangan itu, berdiri Fajar dengan kedua temannya.
Fajar menatap ke arahnya dengan senyum miring mengerikan andalannya.
"Akhirnya ketemu juga," kata Fajar.
Saat ini, yang harus Aurora lakukan adalah lari. Maka secepat kilat Aurora membalikkan badannya dan segera berlari sekuat tenaga. Dengan segara juga Fajar dan dua temannya mengejarnya.
Aurora lari sambil menoleh ke kanan dan kiri. Sepi. Tidak ada orang yang ia temui selama dia lari dari kejaran Fajar dan teman-temannya.
Dalam pelariannya, ia melihat Pak Asep, tukang bersih-bersih di sekolahnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari ke arahnya dan bersembunyi di belakang tubuh Pak Asep yang sedang memasukkan sampah dari kotak sampah di depan kelas ke gerobak sampah.
Pak Asep kaget saat melihat Aurora berlari ke arahnya dan bersembunyi ke belakanganya. "Ada apa, Nak?" tanyanya.
"Ada orang yang ngejar-ngejar saya, Pak," jawab Aurora dengan napas putus-putus.
"Siapa?"
"Cowok pokoknya, Pak. Tolongin saya, Pak."
Sebenarnya Pak Asep kurang paham dengan apa yang dikatakan oleh Aurora. Tapi sepertinya anak ini sangat ketakutan. Wajahnya yang berkeringat sedikit pucat.
"Siapa? Anak sekolah sini?" tanya Pak Asep.
"Bukan, Pak."
"Terus mana orangnya?" Tepat saat pak Asep mengatakan itu, Fajar datang bersama dua temannya.
"Itu, Pak!" teriak Aurora sambil menunjuk ke arah mereka.
Fajar menghentikan langkahnya sejenak. Beberapa saat kemudian, dia mengajak dua temannya untuk putar balik dan pergi dari sana. Aurora memandang kepergian mereka sambil mengembuskan napas lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storm and Cross (TAMAT)
Teen FictionAurora benar-benar tak sengaja saat menyenggol gelas berisi kopi panas milik cowok bernama Fajar, yang akhirnya tumpah mengenai kaki bagian atas cowok itu saat malam hari di sebuah warung makan. Ia sudah meminta maaf, tapi Fajar malah tidak mau mema...