Storm and Cross

442 46 19
                                    


Selamat membaca!! 😁 😗


Sesuai apa yang Arif bilang kemarin, ia akan menjemput Aurora.

Pukul setengah tujuh kurang lima menit, Arif sudah siap dengan jaket hitam dan celana jeans hitam yang membalut tubuh tingginya. Ia menyisir rambutnya yang lumayan panjang ke belakang dengan terlebih dahulu mengolesinya dengan pomed. Sejenak, ia memandangi tindik yang terpasang di telinga kanannya.

Benda itu sudah ia pasang sejak ia duduk di bangku kelas dua SMK. Ia mengenakan itu karena ingin saja. Rasanya benda itu memang cocok dipasang di telinganya. Arif beberapa kali terkena hukuman karena memakai tindik saat sekolah. Tapi itu tidak membuatnya lantas melepasnya. Ia tetap memakainya meski sering dimarahi oleh guru dan berulang kali masuk ruang BK.

Mungkin guru-guru lelah karena sekeras apa pun Arif dihukum, cowok itu tetap mengenakan tindiknya. Memaksanya melepas tindik itu juga tidak membuahkan hasil. Arif selalu kembali memakainya. Ada guru yang sampai menyitanya, tapi Arif punya cara untuk membuat benda itu kembali ke tangannya. Akhirnya, karena usaha mereka sia-sia, para guru tersebut membiarkan ia memakainya.

Arif bukan cowok badung yang hobinya ngelawan guru. Hanya satu pelanggaran yang tetap ia langgar sampai ia lulus sekolah. Ya itu tadi. Memakai tindik. Cukup lama ia memandangi dindik di telinganya dari keca di depannya, ia akhirnya berbalik dari sana dan bersiap keluar rumah. Menjemput Aurora.

***

Aurora sudah berdiri di depan pintu rumahnya dengan ransel di punggung saat Arif sampai di rumahnya.

"Udah lama?" tanya Arif setelah memberhentikan motornya di depan Aurora.

"Nggak, kok," jawab Aurora sambil menggeleng.

"Langsung berangkat?" tanyanya.

"Iya."

"Naik," kata Arif. Aurora menghampirinya dan naik ke boncengan motor Arif.

Setelah Aurora sudah duduk sempurna di motornya, Arif menjalankan kendaraan itu.

"Emang lo nggak sibuk?" tanya Aurora setelah beberapa saat mereka berkendara.

"Nggak. Gue ke toko atau bengkel sekitar jam delapanan nanti," papar Arif sambil melirik Aurora dari kaca spion.

"Oh, gitu," kata Aurora sambil mengangguk. "Nanti pulangnya lo mau jemput gue?"

"Lo nggak mau gue jemput?" Ada senyum yang tercetak di bibir cowok itu.

"Lo mau jemput gue?" tanya Aurora balik.

"Gue jemput aja, ya. Biasanya, lo pulang naik apa? Jam berapa?"

"Naik angkot. Jam dua."

"Gue jemput aja," katanya.

"Ya udah kalo nggak ngerepotin."

"Nggak ngerepotin kok."

Arif belum terlalu mengenal Aurora lebih jauh. Banyak yang dia belum ketahui dari cewek itu, dan dirinya ingin mengetahuinya. Pun sebaliknya, banyak yang belum Aurora ketahui dari Arif dan dirinya ingin mengetahuinya. Namun itu nanti, mereka akan mengenal lebih dalam satu sama lain. Perlahan, namun pasti.

"Eh!" Tiba-tiba Aurora menepuk pundak Arif. Membuat cowok itu terlonjak sedikit karena terkejut.

"Kenapa?" tanya Arif.

"Lo belum tau gue sekolah di mana, kan?"

"Oh, iya, belum. Belum kelewatan, kan? Lo sekolah di mana?" tanya Arif sambil meliriknya lewat spion.

Storm and Cross (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang