Aurora menatap pintu yang baru ditutup oleh Fajar dengan pandangan kosong. Air matanya kembali semakin deras mengalir. Ia membiarkannya. Membiarkannya bebas turun membasahi pipinya tanpa mengusapnya.
Aurora membalikkan badannya menghadap jendela. Di mana ia sekarang berada? Seberapa jauh kah Fajar membawanya pergi? Ia tahu, Arif pasti sangat sulit mencarinya.
Bagaimana keadaan Arif sekarang? Apakah luka yang diakibatkan oleh Fajar itu parah? Siapa yang menemukannya? Arif, Aurora harap kamu baik-baik saja.
Air mata Aurora berhenti mengalir. Ia menarik napas perlahan dan mengembuskannya perlahan juga. Ia bangkit berdiri kemudian menjulurkan tangannya ke depan. Menyentuh kaca jendela itu. Terasa dingin di telapak tangannya.
Sedingin apa udara di luar sana? Apakah Arif juga merasakan kedinginan yang sama seperti dirinya?
Aurora kemudian berjalan mengelilingi ruangan itu sambil menyentuh permukaan dindingnya. Debu yang menempel di dinding tersebut menempel di tangannya. Ia terus mengelilingi ruangan itu sampai kembali lagi ke titik semula.
Ia berharap menemukan sesuatu. Semacam celah untuk keluar dari sini, tapi ia tidak menemukannya. Dinding-dinding itu benar-benar dinding. Rapat tanpa celah dan pintu yang ada di sana terkunci rapat.
Aurora mendudukkan dirinya di lantai dan memeluk lututnya. Menatap berkeliling ruangan yang hening itu. Sampai kapan ia akan terus berada di sini? Lalu jam berapa sekarang?
Matanya terasa berat. Ia menyenderkan kepalanya dan memejamkan mata. Perlahan, ia jatuh tertidur di sana dengan udara dingin yang memeluk dirinya. Sebenarnya, ada jaket milik Fajar yang sengaja cowok itu tinggalkan di sana. Namun, Aurora tidak ingin memakainya. Sama sekali tidak ingin memakainya.
***
Aurora membuka matanya dan menemukan ruangan itu terang benderang. Cahaya matahari masuk ke ruangan tersebut lewat jendela besar di atasnya. Ia mengusap-usap matanya. Berdiam diri beberapa saat untuk memulihkan kesadarannya.
Aurora kemudian berdiri dan memandang ke luar jendela. Ia merasakan tubuhnya lengket dan rambutnya lepek. Sekarang hari Minggu. Aurora sedikit lega karena ia tidak akan dialpha oleh gurunya. Namun, apakah besok ia sudah pulang ke rumah? Apakah besok ia sudah pergi dari sini?
"Arif," gumam Aurora.
***
Fajar menghampiri Aurora yang duduk sambil memeluk lututnya di depan jendela. Ia menepuk bahu cewek itu yang langsung terlonjak kaget. Aurora berdiri dan menghadap Fajar.
Fajar menyerahkan kantong plastik berisi roti dan minuman kepada Aurora.
"Makan," kata Fajar.
Aurora menggeleng. Ia lalu berjalan menjauhi Fajar dan kembali duduk memeluk lututnya lagi.
"Sarapan, Au. Nanti lo sakit," kata Fajar pada Aurora yang membuang muka darinya.
"Gue nggak pengen makan," katanya.
Fajar memandang wajah cewek itu. Yang menurut penglihatannya terlihat agak pucat.
"Lo sakit? Muka lo pucet," kata Fajar.
Aurora menoleh padanya dan memandangnya tajam. Mata cewek itu merah dan berkaca-kaca. Bibir tipisnya kering dan pucat.
"Ya. Gue sakit. Gara-gara lo ngurung gue di sini," kata Aurora lalu kembali membuang muka.
Fajar menelan ludahnya yang terasa pahit saat Aurora mengatakan itu. Ia berjalan ke arahnya dan berjongkok di sampingnya. Ia meletakkan plastik berisi minuman itu di depan Aurora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storm and Cross (TAMAT)
Teen FictionAurora benar-benar tak sengaja saat menyenggol gelas berisi kopi panas milik cowok bernama Fajar, yang akhirnya tumpah mengenai kaki bagian atas cowok itu saat malam hari di sebuah warung makan. Ia sudah meminta maaf, tapi Fajar malah tidak mau mema...