part 6

578 18 0
                                    

"Permisi..." Ujar Hani sedikit gugup saat berhadapan dengan suami istri Louise Wijaya yang terkenal itu.

" Kemarilah nak, duduk sini." Ajak Bu Elsie ramah

" Kalian bertiga coba keluar dulu sana,." Ujar pak Alex tegas namun tetap terdengar tenang.

Rehan yang hendak memprotes pun diseret keluar oleh Davied dan Asta. Setelah mereka keluar dan menutup pintu. Mereka tak langsung pergi meninggalkan ruang tamu, melainkan menempelkan kuping mereka mencoba mendengar isi percakapan orang tuanya denga Hani.

" Siapa namamu nak,? ." Tanya Bu Elsie

" Saya Hani Serelia Bu,." Jawabnya.

" Nak Hani, dimana keluarga kamu nak?." Imbuh pak Alex

" Ayah saya sudah meninggal 5 tahun yang lalu, dan ibu saya sudah meninggal beberapa Minggu yang lalu." Terang Hani

Suami istri Louise Wijaya turut sedih mendengar kabar itu, sisi lain tiga bersaudara yang sedang nguling itu juga merasa prihatin pada Hani.

" .... Namun sebelum ibu meninggal, ibu menulis surat untuk saya. Ibu mengatakan kalau saya memiliki kakak laki-laki dan dia tinggal di kediaman ini." Lanjut Hani sambil menyodorkan surat yang ditulis ibunya.

" Nak Hani... Maaf sebelumnya. Namun semuanya adalah anak-anak kami." Ujar pak Alex setelah membaca garis besar surat itu.

" Benar nak Hani. Anak laki-laki itu semuanya anak saya." Tambah Bu Elsie dengan suara tenang namun mengandung rasa gugup yang mendalam.

" !!!!?!!! Pak !!! Bu??!! Tapi ibu saya berkata demikian. Saya paham bahwa bapak ibu sudah membesarkan kakak saya dengan kasih sayang yang begitu besar, tapi pada kenyataannya saya juga anggota keluarganya meminta kakak untuk kembali. Saya paham apa yang bapak ibu rasakan. Tapi... Tapi...hiks.. tapi dia kakak yang tinggal saya punya.." ujar Hani disela isak tangisnya.

Suami istri Louise Wijaya yang mendengarnya dan melihat anak gadis itu merasa perih dan seakan bisa merasakan kesedihannya.

" .... Sebenarnya... Ya. Memang benar diantara mereka ada salah satu kakakmu." Ujar Bu Elsie pelan sambil memejamkan mata dengan lemah.

"????!!!????"

Disisi lain. Rehan, Davied dan Asta terkejut dengan perkataan ibunya itu.
Tanda tanya besar menjadi titik pokus di otak mereka masing-masing.

" Hah..!! Benar-benar gak masuk akal." Ujar Rehan tak tenang

" Berarti yang dibilang mama barusan itu beneran dong." Timpal Davied

" Diantara kita bertiga, benar-benar deh. Hayooo, pasti Lo kan Rehan." Tuduh Asta

" Lo kalo ngomong bisa becusan gak..??!." Balas Rehan tak terima.

" Halah diantara kita bertiga yang paling mirip kayak cewek kan Lo." Ujar Asta memprovokasi Rehan.

" Lo emang suka banget cari masalah sama gue njir, bisa jadi Lo atau Davied kan..?!" Ujar Revan mendorong kasar Asta.

" Gue gak palah mirip sama tuh cewek. Si Asta paling tuh." Elak Davied.

" Lo kok jadi bawa-bawa gue Dave??! Lo juga ngapain dorong-dorong gue Han??!." Balas Asta membalas dorongan Rehan.

" Ngapa Lo hah !! Nyari mati Lo sama gue...?!" Ujar Rehan.

Dan aksi dorong-dorongan pun terjadi. Yang awalnya hanya dorongan merambat menjadi Bogeman, dan pukulan saja. Davied yang mencoba menengahi kedua saudaranya malah turut serta dalam baku hantam.

" Bangsat !! Jangan tarik rambut gue !!." Geram Davied sembari meninju keduanya.

" Bukan gue njir !!! " Balas Rehan tak terima dirinya dipukul.

" Bak buk bak buk !!! Dubrak!!!".

Begitulah pukulan demi pukulan, tendangan demi tendangan dan saling tari menarik tak terhindari dari mereka. Kalo saja suara pintu terbuka tidak mengejutkan mereka, mungkin saja perkelahian itu terus berlanjut.

" Astaga!!!? Apa yang kalian lakukan??!!!!." Suara Bu Elsie meninggi menghentikan kegiatan ketiga anaknya itu.

" Mama ?!!." Serempak ketiganya menjawab

" Ka..kalian dengar semuanya..?!." Ujar Bu Elsie menduga-duga dengan takut takut.

Tak ada jawaban dari ketiganya, yang ada mereka hanya menatap lantai dengan raut wajah muram. Bu Elsie memperhatikan wajah satu satu anak laki-lakinya itu dengan raut yang tak terbaca.

Untuk memecah keheningan, Bu Elsie menyuruh Rehan, Davied dan Asta untuk masuk ke ruang tamu dimana suami dan Hani berada.

Ruang tamu pun sejenak dihampiri rasa sunyi, hanya terdengar suara nafas masing-masing yang berada didalam situ.

" Ekhem... Nak Hani. Sebelumnya kenalkan ini Rehan, Davied dan Asta." Ujar pak Alex mencoba memecahkan keheningan.

Hani pun menatap ketiga laki-laki dihadapannya. Mau di apain pun, dia tak menemukan petunjuk yang menjadi titik terangnya. Sedangkan ketiganya hanya memandang cuek Hani

" Seperti yang saya katakan tadi, salah satunya adalah kakak kamu.... Tapi mereka tetap menjadi anak kami yang kami sayangi." Lanjut pak Alex

" Hani. Tak bisakah kamu mencoba menganggap mereka bertiga sebagai kakakmu saja ?." Tambah Bu Elsie mencoba jalan tengah.

Hani mendengarkan dengan seksama maksud dari perkataan Bu Elsie. Hani tak bisa menjawab apa-apa. Yang ada dipikirannya cuma rasa ingin tau siapa kakaknya. Setelah itu dia tau pun Hani masih bingung apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Melihat Hani tak kunjung menjawab. Bu Elsie memandang suaminya putus asa.

" Untuk sekarang nak Hani cobalah untuk tinggal disini. Dengan begitu kamu bisa menganggap mereka sebagai kakakmu." Putus pak Alex final.

Hani sebenarnya ingin menolak, namun Bu Elsie bersikeras memintanya untuk tinggal di rumah itu. Rasa segan juga pikiran yang menumpuk membuat dirinya menyetujui permintaan pasangan Louise Wijaya itu.

Kini Hani berada di kamar yang disediakan oleh pemilik rumah. Ruangannya begitu cantik dan terawat. Setelah berbagai kejadian yang telah dialami hari ini, dirinya seakan menjadi pengganggu di rumah yang damai ini.

" Ibu... Seharusnya Hani gak datang ke sini dan mengganggu mereka kan ?." Lirihnya kalut.

" Hani harus gimana Bu...?."
Hani memutuskan untuk memejamkan matanya dan beristirahat. Mengingat betapa lelahnya tubuhnya hari ini. Perjalanan panjang untuk menemukan rumah Louise Wijaya, untungnya sekolahnya sedang libur dan kafe Danar masih direnovasi.

Hani mempersiapkan diri untuk esok hari.

*
*
*
*
*
*
TBC 🌸🤧

Brothers In Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang