BAB 8

31.4K 1.1K 10
                                        

Kamar Alana sore itu dipenuhi cahaya keemasan yang masuk lewat tirai jendela, memantul di dinding pastel dan rak buku yang rapi. Wangi nail polish menguar samar di udara. Kayla duduk bersila di atas karpet bulu dekat tempat tidur, fokus mengecat kuku tangan kirinya dengan warna merah bata. Di atas ranjang, Alana bersandar dengan remote TV di tangan, wajahnya mengernyit memilih-milih serial di layar smart TV.

"Hmm... mau nonton yang thriller atau romance ya?" gumam Alana sambil menggulir daftar.

Kayla tak menjawab. Ia malah menatap Alana dari balik rambut panjangnya yang sedikit menutupi wajah. Lalu tanpa aba-aba, dia menjatuhkan pertanyaan yang sudah lama mengganjal di pikirannya.

"So?" katanya sambil meniup kuku barunya, "Sebenernya lo sama Leon tuh udah di tahap apa sih?"

Alana terdiam. Remote di tangannya berhenti bergerak. Pandangannya tertuju ke layar, tapi jelas pikirannya tidak di sana. Napasnya terdengar sedikit berat sebelum akhirnya ia menjawab dengan suara pelan.

"We're just friends."

Nada suaranya nyaris seperti bisikan.

Kayla langsung mendecak pelan, lalu memiringkan kepala menatap sahabatnya seakan tidak percaya.

"But 'just friends' don't look at each other like that, Al." ucap Kayla dramatis, menunjuk Alana dengan kuas kecil cat kuku.

Alana menoleh perlahan, tapi belum sempat bicara, Kayla menambahkan kalimat maut:

"And friends don't kiss."

Checkmate.

Alana membuka mulutnya sejenak, lalu menutupnya kembali. Ia tahu Kayla benar. Tidak ada argumen yang bisa membantah itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menarik napas dan menatap langit-langit kamar.

"Gue tahu dia sayang sama lo, Al." lanjut Kayla, kali ini lebih lembut, lebih tenang. "Kelihatan dari cara dia ngeliat lo. Dari cara dia nyentuh lo, cara dia jagain lo. Tapi mungkin..." Kayla berhenti sebentar, menyelesaikan kukunya sebelum kembali bicara.

"Mungkin sekarang giliran lo yang harus pancing dia buat ngobrol dari hati ke hati. Tanya dia, apa yang bikin dia nggak mau bawa ini ke hubungan yang jelas?"

Alana memeluk lututnya di atas kasur, matanya menatap jauh ke luar jendela.

"Mungkin dia takut," katanya pelan, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Takut kalau kita tiba-tiba selesai. Takut kalau kita bawa ini ke level yang lebih tinggi, dan nanti malah hancur."

Kayla mengangguk pelan, memahaminya.

"Tapi Al, hubungan yang kayak kalian punya sekarang juga bisa kok tiba-tiba selesai. Justru lebih nyakitin, karena kalian nggak pernah sempat mendefinisikan apa yang sebenernya kalian punya."

Ia bangkit dari karpet, lalu duduk di sebelah Alana di tempat tidur, menepuk-nepuk tangan sahabatnya.

"Mendingan lo selesai dalam hubungan yang jelas, daripada selesai dalam hubungan yang nggak jelas statusnya. At least, lo pernah coba. Nggak cuma pasrah."

Alana memejamkan mata sebentar, lalu mengangguk perlahan.

"Nanti gue coba ngomong sama Leon," ucapnya mantap, meski suaranya masih sedikit bergetar.

Kayla tersenyum bangga, memeluk bahu Alana.

"That's my girl."

Mereka saling menatap dan tertawa kecil, sebelum akhirnya kembali memilih serial yang dengan segala konflik hati mungkin tidak akan terlalu mereka tonton dengan fokus malam itu.

love, Alana (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang