BAB 4

42.8K 1.9K 23
                                        

Hari yang paling ditunggu oleh seluruh mahasiswa akhirnya tiba juga, libur semester. Setelah berminggu-minggu bergelut dengan tugas, presentasi, dan ujian akhir, suasana kampus pun perlahan berubah jadi sepi. Tapi tidak untuk Alana dan teman-temannya. Mereka sudah menyusun rencana jauh-jauh hari, liburan ke Raja Ampat.

Sore itu, kelima sahabat itu berkumpul di rooftop kafe favorit mereka. Langit sudah mulai menguning, diterpa sinar matahari senja yang lembut. Angin sore meniup rambut panjang Alana yang terurai, sementara suara dentingan gelas dan musik akustik dari speaker kecil menemani percakapan mereka.

David, dengan gaya santainya, duduk di sandaran kursi sambil menyulut sebatang rokok. Ia menghembuskan asapnya dengan santai, tak sadar arah asap mengarah ke Alana yang duduk tak jauh dari situ.

"Jadi besok kumpul di mana nih? Biar gampang koordinasinya," tanya David sambil menghisap rokoknya sekali lagi.

Namun belum sempat ada yang menjawab, suara Leon langsung membentak lantang, membuat semua seketika terdiam.

"Awas rokok lo, anjing!" seru Leon, matanya menatap tajam ke arah David. Nada suaranya penuh amarah, bukan hanya karena rokok itu, tapi karena asapnya mengenai Alana.

David yang tadinya santai, langsung kaget. Ia buru-buru menjauhkan rokok dari mulutnya, wajahnya berubah canggung.

Kayla dan Riko langsung tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi gugup David.

"David, cari masalah terus deh lo sama si bos," goda Riko, masih tertawa sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Alana mengusap lembut lengan Leon, mencoba meredam emosi pria itu. Sentuhan gadis itu seketika menurunkan tensi di wajah Leon, meski ia masih terlihat kesal.

"Sorry ya, gue nggak sengaja, Al," ucap David dengan tulus, menatap Alana sambil meletakkan rokoknya ke asbak.

"Nggak apa-apa, Dav," jawab Alana dengan tenang dan senyum kecil di wajahnya. Meski ia tidak marah, Leon tetap mendengus tak suka.

Suasana kembali cair.

Kayla meneguk es kopinya lalu membuka suara, "Kumpul di rumah Alana aja kali, ya? Soalnya rumah Alana paling deket sama bandara, jadi nggak ribet bawa koper banyak."

"Masuk akal," timpal Riko sambil mengangguk.

"Oke, deal. Rumah Alana jam berapa?" tanya David, kali ini dengan nada lebih hati-hati, masih trauma dimarahi Leon.

Leon hanya menjawab dengan suara pelan tapi tegas, "Jam lima pagi. Jangan telat."

Mereka semua serempak mengangguk, dan suasana sore itu kembali diisi dengan obrolan seru tentang itinerary, outfit yang akan dibawa, serta rencana-rencana kecil mereka di Raja Ampat.

***

Pagi itu rumah Alana tampak lebih hidup dari biasanya. Tawa dan obrolan ramai terdengar dari ruang makan. Leon, Kayla, Riko, dan David sudah tiba sejak pukul lima pagi, sesuai rencana. Mami Alana menyambut mereka semua dengan ramah dan menyiapkan sarapan hangat berupa nasi goreng, roti panggang, serta teh dan jus jeruk.

"Papi lo ke kantor?" tanya Kayla sambil menyendok nasi goreng ke piringnya.

"Iya, katanya ada meeting pagi di Bandung. Tapi tadi udah pamit," jawab Alana sambil tersenyum, tangannya sibuk mengaduk teh hangat di cangkir porselen putih.

Leon duduk di sebelah Alana, sesekali melirik ke arah jam tangannya. Setelah sarapan selesai dan koper-koper mereka sudah masuk ke dalam mobil, rombongan pun berangkat menuju bandara menggunakan dua mobil. Perjalanan pagi itu cukup lancar karena belum terlalu ramai.

love, Alana (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang