Yasmin terbangun dengan sengatan di kepala yang luar bisa sakitnya, matanya mengerjap ketika merasakan sinar lampu yang menyerbu penglihatannya. Tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan hangat menggenggam jemarinya yang terasa dingin menggigil.
"Yasmin."
Itu suara Arion, Yasmin sangat menghafal suaranya. Begitu dia membuka mata, pemandangan Arion yang tengah tersenyum lembut padanya seketika menyambut penglihatannya. Usai Arion memencet tombol di samping ranjangnya, tak lama kemudian dokter dan dua perawat datang untuk memeriksa keadaannya. Yasmin menunggu dokter itu menjelaskan keadaannya namun usai memeriksanya, para team medis itu langsung pergi begitu saja, usai terlibat percakapan serius dengan Arion di depan kamarnya.
Arion kembali ketempatnya dengan wajah lelah, "Dokter mengatakan, 3 hari kedepan kamu sudah boleh pulang."
Meski masih bingung dan nyeri di beberapa bagian tubuhnya, Yasmin tetap merasa senang dengan jawaban Arion. Dengan reflek pandangannya menyapu setiap sudut kamar, hingga kearah pintu namun tak ada orang lain disana, hanya Arion-kakak semata wayangnya-yang nampaknya selalu menemaninya selama ia tidak sadarkan diri. Lagipula setelah kematian kedua orang tuanya, hanya Arion satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini.
Tapi...
Ada satu orang lagi yang sebenarnya Yasmin harapkan kemunculannya, begitu ia membuka mata di atas ranjang rumah sakit ini. Namun sayangnya, Yasmin harus kecewa. Seperti yang sudah-sudah pria itu tidak pernah sekalipun menganggap dirinya penting. Padahal Yasmin tahu itu, tapi anehnya ia masih saja mengharapkannya. Berharap sedikit saja ada kepedulian di hati pria itu untuknya. Memang selalu saja senaif itu pemikiran Yasmin, padahal semestapun tahu, angan Yasmin tidak akan pernah mungkin menjadi nyata.
"Apa yang terjadi?" Dengan lirih, Yasmin bertanya kepada Arion yang kini masih menatapnya dalam.
"Sudah satu minggu kamu koma, Yas." Arion menjelaskan.
Yasmin mencoba menggeser posisinya, punggungnya terasa pegal mungkin karena selama satu minggu ini ia terbaring. Namun tiba-tiba rasa nyeri yang melanda perutnya, seketika membuat Yasmin membelalakkan matanya dengan terkejut. Dia menatap cemas Arion yang kini tengah menahan tubuhnya untuk tetap berada pada posisinya semula, dan seketika perasaan tak enak langsung menyerang hatinya ketika mendapati kakaknya itu seperti sedang menghindari tatapannya.
"Apa yang terjadi, Kak?" Yasmin kembali bertanya, kali ini suara lirihnya bergetar.
Namun kebungkaman Arion membuat Yasmin meradang. Dengan kekuatan yang hanya sedikit ia miliki, Yasmin mencengkeram lengan Arion, membuat pria itu tidak punya pilihan lain selain memfokuskan tatapannya pada dirinya.
"Katakan Kak, apa yang terjadi denganku?"
Arion mendongak, menatap wajah adiknya dengan penuh penyesalan. Namun lagi-lagi pria itu hanya diam, sementara otot-otot diwajahnya terlihat kaku. Dan hal itu rupanya cukup memberikan Yasmin jawaban.
Tidak, Tuhan pasti tidak mungkin sekejam ini padaku.
Ketika semua pemikiran buruk itu bergulung di kepalanya, ucapan Arion berikutnya bagai menampar hatinya dengan pedih.
"Lupakan dia, Yas. Kamu sudah terlalu lama mengemis cintanya. Sekarang saatnya untuk merasa lelah dan Kakak minta ... menyerahlah!" Dengan lembut Arion menepuk punggung tangan Yasmin yang masih melingkari lengannya.
Menyerah?
Yasmin termenung, Arion memang sudah sering memintanya untuk melakukan hal itu. Biasanya Yasmin akan dengan segera menolaknya, karena yang dia tahu selama 18 tahun dia hidup di dunia, tidak ada yang tidak mungkin dia raih asalkan dia terus berusaha, termasuk untuk mendapatkan cinta Raven, pria yang sudah 2 tahun ini menjadi suaminya. Selama itu pula Yasmin tidak pernah menyerah untuk menjadi budak cinta pria itu. Bahkan meski seluruh harga dirinya di pertaruhkan Yasmin bersedia, asalkan Raven tetap berada di sisinya. Meskipun Yasmin harus membayarnya dengan menanggung semua rasa sakitnya atas kebencian yang pria itu tujukan untuknya.
Tapi entah kenapa ucapan Arion kali ini bisa membuat dirinya termenung untuk sesaat lamanya, Yasmin bahkan sampai harus mempertimbangkannya lebih dulu. Bisa jadi, dirinya memang sedang merasakan lelah yang luar biasa atas usahanya yang ternyata hanya sia-sia dalam menaklukan hati suaminya. Di saat itulah tanpa sadar Yasmin memejamkan matanya, mencoba memutar kembali memorinya bersama Raven, berharap dia berhasil menemukan satu saja kenangan manis bersama pria itu yang bisa ia jadikan alasan untuk menolak permintaan kakaknya, namun ketika yang terputar di ingatannya malah kepahitan demi kepahitan tanpa sadar Yasmin menitikkan air matanya.
Mungkin Arion benar, sekarang saatnya untuk dia menyerah. Raven takan pernah membalas cintanya. Seharusnya Yasmin menyadarinya sejak dulu, kematian Gladis 2 tahun lalu karena ketidaksengajaannya lah yang telah membunuh hati pria itu. Dan ternyata butuh kejadian fatal didalam hidupnya untuk membuatnya sadar bahwa seorang Raven Narendra takan pernah membalas cinta seorang Yasmin Rihana, terlebih dirinya adalah penyebab pria itu kehilangan wanita yang dicintainya.
Jemari Arion yang mengusap kedua pipinya membuat Yasmin tersadar dari lamunannya.
"Kamu berhak bahagia Yas, jangan sia-siakan lagi waktumu hanya untuk pria yang bahkan tidak pernah menghargai keberadaanmu."
Tangis Yasmin seketika pecah memenuhi seisi ruangan. Dia berjanji ini terakhir kalinya ia menangisi pria itu. Sekarang Yasmin akhirnya tahu, bagaimana rasa sakitnya kehilangan. Jika ini memang tujuan Raven menikahinya, yaitu hanya untuk membuatnya merasakan kehilangan, maka rencana Raven berhasil.
Ataukah ini memang hukuman yang Tuhan beri untuknya? Namun Yasmin tidak mengerti, kenapa Tuhan tidak sekalian mencabut saja nyawanya dalam kejadian itu, agar dia tidak bisa merasakan sakitnya kehilangan seperti ini. Apakah Tuhan memang mempunyai rencana lain untuknya?
Setelah mengigit ujung kaos yang Arion pakai untuk meredam suara tangisnya, perlahan tubuh Yasmin mulai tenang dalam pelukan Arion. Sedangkan kakaknya itu tidak lagi mengatakan apapun, hanya memeluknya erat-erat seperti ingin melindunginya entah dari apa.
Dan setelah menumpahkan tangisnya dipelukan Arion, Yasmin menarik diri lalu mengusap wajahnya dengan kasar sambil menarik nafas perlahan.
"Kau benar, sudah waktunya aku menyerah." Yasmin menyunggingkan senyuman, tapi tidak dengan kedua mata indahnya yang masih di selimuti kabut bening air mata.
Sementara itu Arion memandang wajah tirus adiknya dengan tatapan sayu, betapa ia sangat membenci dirinya sendiri yang tidak bisa melindungi adik semata wayangnya dari kebencian mantan sahabatnya. Andai waktu bisa di putar kembali tentu Arion akan melakukan hal apapun untuk membuat adik dan sahabatnya itu takan pernah saling mengenal.
"Secepatnya, Kakak akan mengirimmu keluar negeri dan akan mengurus surat perceraianmu dengannya."
Ucapan itu langsung di angguki dengan lemah oleh Yasmin, seakan hal itu juga sudah ada didalam pikirannya. Yeah, lagipula Yasmin sudah mengambil keputusan untuk mengubur dalam-dalam rasa cintanya pada suaminya itu. Dan satu-satunya jalan untuk membuatnya melupakan Raven adalah dengan pergi dan menghilang dari sisi pria itu. Yasmin akan melakukan kedua hal itu, dia akan pergi kemanapun dimana tidak ada Raven didalamnya.
Lagipula Yasmin sangat yakin Raven tidak mungkin kehilangannya, pria itu pasti akan merasa senang mendapati bahwa tidak akan ada lagi wanita gila yang mengejar-ngejar dirinya tak tahu malu. Hidup Raven pasti akan damai setelah ini, Raven pasti merasa bahagia sekarang ketika mengetahui bahwa akhirnya berhasil membuat posisi mereka menjadi sama.
Gimana dears, prolog nya suka gag??
Selamat datang di dunia Yasmin yang penuh air mata🤗
Selamat baper😂😂
Cast menyusul ya...
Voment kalian please, aku butuh untuk ngecek ombak apakah cerita ini layak untuk d lanjutkan atau tidak🙏🙏

KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake (Tamat)
Romance#therevengeseries1 Mature Content! 21+ 7 tahun yang lalu Yasmin dan Raven pernah terikat dalam hubungan pernikahan. Pernikahan yang hanya berlangsung selama dua tahun itu tidak lantas membuat kebencian Raven kepada Yasmin pudar. Pria itu tetap menya...