Bab 24

13.7K 952 134
                                    

Namun, Yasmin juga tidak mau kembali terikat dengan Raven, karena dengan membiarkan Raven untuk kembali menyentuhnya sama artinya dengan membiarkan pria itu untuk memasuki hatinya.

Aku harus bagaimana, Tuhan?

Sementara itu, melihat Yasmin yang terdiam dan tidak lagi berontak diartikan Raven sebagai ketersediaan. Pria itu tersenyum lebar sebelum kembali memindai tubuh Yasmin dengan matanya yang terlihat lapar.

Detik berikutnya, Yasmin dengan reflek menahan pekikannya begitu Raven membuka kedua pahanya sebelum menempatkan wajahnya di sana. Tubuh Yasmin semakin gemetaran ketika Raven mulai menyentuh area sensitifnya, pria itu kemudian mengeluar masukan dua jarinya sekaligus kedalam lubang sempit miliknya yang sudah lama tidak tersentuh.

"Raven apa yang ... ssshh ... kamuh ... lak-aahhh."

"Membuatmu basah, tentu saja agar tubuhmu siap untuk ku masuki, " sahut Raven sembari mendongak dan memunculkan seringai lebar yang tidak bisa di lihat Yasmin.

Wajah Yasmin yang sebelumnya memerah karena tangis kini terlihat jauh lebih merona.

"Rav ... ssshhh ... Rav, hentikan ... aku ... mau buang air kecil."

"Keluarkan disini, Sayang! Dan jangan lupa untuk menyebut namaku." Raven menceracau disela usahanya memainkan titik klitoris Yasmin.

"Rav ... aaahhh ..." Tubuh Yasmin menegang sebelum kemudian menggelepar, tanpa sadar kedua pahanya yang mengangkang kini sudah menjepit kepala Raven.

Yasmin tahu apa artinya ini, meski dia belum pernah merasakan kenikmatan tiada tara seperti yang ia rasakan sekarang, namun Yasmin sudah mampu mengerti hal apa yang di alaminya barusan.

Disaat yang sama, Raven merangkak untuk kemudian menindih Yasmin kembali. Pria itu terlihat sangat puas karena sudah berhasil membuat Yasmin tidak berdaya oleh sentuhannya.

"Sekarang giliranku."

Namun Yasmin tidak lagi menimpali ucapannya, tubuhnya sudah benar-benar lemah tidak berdaya setelah mengalami terjangan orgasme pertamanya, terlebih kedua tangannya yang masih terikat membuatnya semakin tidak kuasa untuk meronta di bawah kungkungan tubuh kekar pria itu. Air matanya bahkan sudah berhenti mengalir, tanpa sadar dia menahan nafasnya yang sempat terengah-engah begitu melihat Raven mulai membuka satu persatu kancing kemejanya.

"Yas?"

Suara Arion tiba-tiba muncul dari arah pintu disusul oleh suara ketukan dari arah yang sama.

"Iya Kak." Tanpa membuang waktu, Yasmin buru-buru menimpali, sekilas dia melirik wajah Raven yang terlihat kaku luar biasa.

"Bisa kamu buka pintunya sebentar? Ada yang ingin Kakak bicarakan denganmu."

Ucapan Arion seketika membuat Yasmin panik, karena meskipun sebenarnya dia merasa bersyukur akan kemunculan Arion saat ini, namun tetap saja pemikiran tentang bagaimana reaksi Arion nanti jika memergoki Raven yang berada di dalam kamarnya memunculkan rasa kekhawatiran di dalam dirinya.

"Sebentar Kak, aku baru saja selesai mandi. Kau duluan makan saja, nanti kita bicara setelah makan malam," seru Yasmin.

"Baiklah, aku akan menunggumu di bawah."

Yasmin menajamkan telinganya hanya untuk memastikan kalau Arion sudah benar-benar pergi dari depan kamarnya.

"Ku mohon pergilah, aku tidak mau Kak Rion sampai memergoki kita seperti ini. Jika kamu tidak mau mendengarkan permintaanku, paling tidak tolong pikirkan perasaan adikmu jika sampai melihat suami dan kakaknya kembali bertikai."

Raven nampak tertegun, seperti sedang memikirkan ucapan wanita itu, terlepas dari sebenarnya dia merasa tidak takut dengan mantan sahabatnya itu namun untuk saat ini dia tidak boleh bersikap egois, dia harus memikirkan perasaan adik dan juga keponakannya.

Beautiful Mistake (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang