"Jadi ini alasanmu tidak mau berfoto denganku? Rupanya kamu sedang sibuk mendekati pria tolol lainnya untuk kau jebak, seperti yang dulu kamu lakukan padaku?"
Yasmin membeku, jantungnya berdegup cepat namun dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, bukan karena lengannya yang masih di pegangi oleh Raven tapi karena ucapan menusuk Raven padanya. Dia mengepalkan jemarinya sambil menatap pria itu dengan marah.
"Apa maumu? Kenapa kamu terus saja menggangguku?" Tanya Yasmin.
Untuk sesaat lamanya Raven tampak tertegun, dia seperti kehilangan suaranya. Kemarahan yang terpancar di kedua mata Yasmin seolah menelan kata-katanya, membuatnya tidak bisa berpaling dari kedua iris hitam yang banyak menampakkan luka di dalamnya.
"Aku benci saat melihatmu baik-baik saja sementara kau sudah berhasil menghancurkan diriku dari dalam," Raven berbicara dengan dingin di saat ia sudah bisa menguasai dirinya kembali.
Kata-kata itu ternyata sanggup membuat Yasmin yang semula masih meronta berusaha melepaskan diri, termangu untuk beberapa saat lamanya.
Baik-baik saja dia bilang? Tidakkah dia yang terlihat baik-baik saja dengan kehidupannya yang sekarang?
Raven melepaskan Yasmin untuk kemudian mundur beberapa langkah sambil terus melayangkan tatapan menusuknya kepada Yasmin yang masih mematung usai mendengar ucapannya. Salah satu ujung bibirnya tertarik ke atas, tampak begitu menikmati saat melihat Yasmin mulai terpengaruh oleh kata-katanya.
"Kau harus membayar semuanya!"
Ucapan Raven bagaikan sebuah janji yang begitu menakutkan, menerjangnya keras dan menghancurkannya sekaligus. Yasmin menundukkan wajahnya tepat di saat air matanya mengalir dari kedua matanya yang terasa panas sejak tadi. Dia benci keadaan ini, betapa dia sangat mengutuk saat-saat dimana Raven selalu berhasil melemahkannya.
Di saat itu pula senyum Raven memudar, wajahnya terlihat muram begitu melihat kerapuhan wanita itu saat ini. Kesenduan terpancar di sorot matanya seirama hatinya yang berdenyut perih, dan sekuat hati dia menahan godaan untuk tidak memeluk mantan istrinya itu, karena wanita yang sudah menghancurkan kehidupannya berkali-kali itu tidak pantas untuk mendapatkan simpatik darinya. Dengan amarah yang masih membungkus hatinya saat ini, Raven melangkah pergi meninggalkan Yasmin seorang diri.
Ketika sosok Raven menghilang dari hadapannya, barulah Yasmin mengangkat pandangannya. Dia mengusap air matanya yang masih saja tidak mau berhenti untuk mengalir. Kenapa, kenapa Tuhan begitu kejam kepadanya? Di saat dia sangat menyadari kalau kebencian Raven padanya tidak pernah berubah, kenapa Tuhan masih saja membuat perasaannya tetap sama? Untuk semua luka dan kepedihan yang pria itu berikan di kehidupan masa lalunya, seharusnya Yasmin bisa membenci pria itu. Namun kenapa perasaan sialan ini malah tetap bertahan dengan begitu kokohnya di dalam dirinya seolah enggan di usir meski dia menjadi orang pesakitan sekalipun.
...........
Malam harinya, tampak Raven tengah berada di salah satu bar langganannya, dia di temani oleh asisten pribadinya bernama Harry.
"Kau sudah terlalu banyak minum, Bos!" Kata Harry, entah sudah berapa kali dia mengatakan kalimat itu malam ini, Harry sudah tidak bisa lagi menghitungnya.
"Apa pedulimu?" Raven menarik kerah kemeja yang Harry pakai lalu melepaskannya kembali di detik selanjutnya. "Jangan menghiburku dengan mengatakan kalau kau peduli padaku!"
Harry membuang nafas kasar seraya memutar bola matanya, muak.
Tentu saja aku peduli, karena jika kau sakit lalu mati, maka siapa yang akan menggajiku?
Sayangnya kalimat itu hanya ada di dalam pikiran Harry saja, dia tidak mau memancing emosi bosnya lagi, bahkan dalam keadaan santai saja Raven sudah sangat menakutkan apalagi jika sedang mabuk begini, mungkin jika dia salah bicara lagi bisa jadi pulang-pulang dia sudah menjadi perkedel!
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake (Tamat)
Romance#therevengeseries1 Mature Content! 21+ 7 tahun yang lalu Yasmin dan Raven pernah terikat dalam hubungan pernikahan. Pernikahan yang hanya berlangsung selama dua tahun itu tidak lantas membuat kebencian Raven kepada Yasmin pudar. Pria itu tetap menya...