19 : Merusak Suasana

9.2K 1.4K 120
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Kita yang pernah tinggal di masa lalu yang buruk. Bukan berarti tidak berhak hidup di masa depan yang lebih baik.
@skn.nisa

~ Happy Reading ~

Sifatnya pria itu ingin selalu menjaga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sifatnya pria itu ingin selalu menjaga. Kodratnya seorang wanita itu ingin selalu di lindungi. Cirinya wanita itu mudah berperasaan, dan hobinya para pria itu mengumbar perasaan sana-sini. Betulkan? Begitu Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan agar saling melengkapi. Begitu pun sikap Mas Kahfi yang selalu ingin melindungi, mengungkapkan perasaan setiap hari tanpa bosan.

Menyampaikan perasaan itu memang sunah. Tapi setelah menjadi sepasang suami-istri adalah wajib. Rasulullah juga memerintahkan agar memberitahukan rasa suka terhadap seseorang. Dialog semalam yang masih ku ingat dari Mas Kahfi.

Aku menata sarapan di atas permukaan meja. Sejak tiga hari mengambil cuti kerja. Mas Kahfi kembali menjalani New normal alias melakukan aktivitas seperti biasa pergi ke kantor. “Dek, Mas gak bisa pasang dasinya ini gimana?” suara berat miliknya menarik perhatianku.

Dia sedang melangkah mendekat ke meja makan sembari sibuk melilitkan dasi di bagian kerah kemejanya. Ayolah! Aku tahu dia sedang sandiwara, kemarin-kemarin bisa memasang sendiri sangat rapih. Aku menghela napas sesaat, mencuci tanganku di wastafel.

“Mas Kahfi mau Shafa cekik ya...,” kataku setelah berada di depannya, dia terbelalak kaget di lihat dari matanya yang membulat sempurna. “Kemarin padahal Shafa tau Mas bisa pakai dasi sendiri.” sambungku.

“Mas kan sengaja, cari perhatian dari adek.” jawabnya santai.

Aku hanya melebarkan senyuman khas. Aroma maskulin dari tubuh Mas Kahfi dalam jarak dekat mengusik indera penciumanku. Aku suka aroma ini, apalagi ketika dia sedang memelukku. Rasanya membuatku nyaman, walau hati dag-dig-dug tidak karuan minta di bawa ke dokter jantung.

“Adek masak apa? Kayanya menu baru hari ini ya?” Kami berdua duduk selesai memakaikan dasi. Mas Kahfi menatap satu persatu hidangan yang aku persiapkan.

Aku menyajikan nasi di atas piringnya beserta lauk pauk lainya. “Tadi Shafa juga buat salad buah, ada di kulkas. Mas Kahfi mau buat bekal?” kataku, takut dia bosan makan-makanan di kantor yang itu-itu saja.

“Boleh,”

Aku dan Mas Kahfi mulai menyantap sarapan. Baru beberapa kali menguyah, lidahku mendadak merasa tidak enak. Jangan-jangan! Aku salah memasukan gula menjadi garam sampai-sampai kuah sayuran menjadi seperti menelan air laut.

Huek...”

“Mas Kahfi, Astagfirullah.” aku terpekik kaget, spontan bangun dari tempat duduk karena Mas Kahfi berlari menuju wastafel usai menyantap masakan yang aku buat.

Kahfi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang