18 : Saling percaya

9.8K 1.5K 166
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Maka bersamaan dengan datangnya ujian di balut kesabaran adalah kemenangan.
@skn.nisa

~ Happy Reading ~

~ Happy Reading ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Ya Allah, Shafa...” Ibu mertua Kahfi itu hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah putrinya.

Dulu saja, dia merengek, menolak mentah-mentah Kahfi ketika menawarkan diri menjadi suami. Sekarang, semuanya malah berbalik, jadi wanita itu yang mengejar-ngejar Kahfi. Lihat saja sikapnya yang terus menempel bagai perangko pada surat, seakan akan kehilangan suaminya sampai-sampai tidak bisa di pisahkan.

Kahfi terkekeh pelan menimpali, dia pun heran ada apa dengan Shafa terus menempel begini padanya. Oh! Kahfi ingatkan dia belum mempelajari trik sulap bagaimana cara memikat hati Shafa. Namun kepulangannya membawa berkah, berkat dia pergi bekerja Shafa jadi bisa lebih dekat bersamanya.

Ummi Salma berpamitan masuk ke dalam kamar setelah menyelesaikan makan siangnya. Sepertinya Shafa di landa demam, saking rindunya terlalu berat pada Kahfi.

Kahfi menghela napas berat “Adek kapan mau makannya kalo terus sandaran gini? Nanti keburu dingin makanannya.” ucapnya.

Hem..,”

Shafa memilih memejamkan mata menghiraukan ucapan suaminya. Cekalan tangannya pada lengan Kahfi semakin kuat, sedangkan kepalanya bersandar di bahu pria itu nyaman.

“Dek...” panggil Kahfi lembut. Sejurus kemudian dia menyentuh kening sang istri takut sedang demam. “Adek gak sakit kan? Yakin gak mau makan?”

Kahfi merasa wanita itu menolak, menggeleng pelan di bahunya tanpa menjawab melalui suara. Kahfi menengguk air putih di gelas sampai habis, dia bersiap pergi juga dari meja makan.

“Dek, ke kamar yuk. Mas ngantuk semaleman gak tidur,”

Shafa menyetujui. Mereka berdua berjalan beriringan masuk ke kamar serba ungu milik Shafa. Jam tidur Kahfi benar-benar terbatas, sengaja ingin cepat menyelesaikan pekerjaan. Seharusnya dia masih dua minggu lagi di sana, karena ingin cepat pulang, jadilah dia bekerja ektra cepat. Sehari Kahfi bisa tidur tiga sampai empat jam saja, itupun dia sempat jatuh sakit selama dua hari tanpa sepengetahuan Shafa.

Shafa berbaring di samping suaminya, mereka tidur berhadapan. Saling menatap manik mata satu sama lain. Deru napas kian memburu, degup jantung Shafa kembali berpacu di luar batas normal. Mata itu selalu bisa menyihirnya, seakan memiliki kekuatan ajaib yang membuat Shafa terpesona pada seorang Kahfi.

“Dek,” Kahfi membelai pipi wanita itu lembut, di tatap satu persatu dari mulai alis, mata, hidung, sampai bibirnya. “Mas sungguh-sungguh merindukan kamu, andai kamu di sana waktu itu. Mas tidak akan merasakan rindu seperti ini.”

Kahfi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang