Bagian 10

341 11 2
                                    

10

***

"Pagi Rafa," sapa Marsya.

Dibalas dengan senyum terpaksa dari Bang Rafa, aku bisa melihat kalau keberadaan Marsya membuat luka yang sempat mengering kini perlahan mengeluarkan darah.

"Kamu ngapain sarapan disini, emangnya kamu nyonya apa?" bentaknya padaku membuat aku sedikit terkejut.

"Sabar va, sabar." batinku.

"Deeva udah biasa sarapan sama kita sya, mama sama papa udah nganggep dia anak."

Aku tersenyum mengejek (bisa di bayangin lah ya senyum ngejek itu gimana? Atau perlu aku praktekin?).

"Mulai sekarang dia gak boleh makan disini, okey!"

Kini wanita itu mulai ngelunjak dan Bang Rafa hanya diam saja atas perlakuan wanita itu padaku.

"Gak bisa dong mbak, tante Zia aja gak larang saya buat makan disini." jawabku.

"Deeva." sergah Bang Rafa.

"Ini anak perlu dikasi pelajaran biar kapok."

"Udahlah sya, kamu sarapan aja. Gak usah diperpanjang." timpal Bang Rafa.

"Okey sayang."

"Sayang?" batinku.

"Oh iya, saya gak bisa sarapan kalau gak ada telur dadar. Kamu masakin saya telur dadar, sekarang!" pintanya.

"Saya?"

"Ya iya kamu, siapa lagi?"

"Uhuk..uhuk..uhuk.."

Saat Marsya memintaku memasak telur dadar, Bang Rafa sampai tersedak seperti itu.

"Kamu kenapa fa, nih minum dulu." Marsya memberikan segelas air putih.

"Mending gak usah deh sya, kamu suruh aja bi Inah jangan Deeva." ucapnya setelah meneguk air putih.

"Emangnya kenapa?"

"Dia gak bisa masak." jelas Bang Rafa.

"Ini kesempatan aku buat ngerjain Marsya." batinku.

"Saya bisa kok mbak, telur dadar buatan saya super lezat. Dijamin deh mbak."

"Ya sudah saya bikin." sergah Marsya.

"Siyap nyonya muda." ucapku kesal.

Akupun ke dapur memasak telur dadar permintaan Marsya.

"Mau ngapain non?" tanya Bi Inah melihatku mengambil dua butir telur dan beberapa siung bawang merah.

"Mau masak telur dadar, Bi."

"Biar Bibi aja yang masak non, non sarapan aja."

"Gak papa, ini spesial buat tamu kita."

Aku mulai mengaduk telur dan menambahkan banyak bubuk cabe ke dalam telur itu hingga hampir habis.

"Aduh non, cabenya kebanyakan."

ADEERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang