Bagian 13

283 11 0
                                    


ENJOY!!

13
****

Aku melangkah dengan tertatih dengan luka yang dibalut hansaplas. Bertumpu pada tembok-tembok yang kulewati. Perlahan namun pasti, aku telah sampai di depan kelas. Untung hari ini kelas ada dibawah, hingga tak perlu merangkak menaiki tangga darurat.

"Ya ampun va, lo kenapa?" Teriakan Dea menyambut kedatanganku. Menambah nyeri lukaku. Seluruh anak di kelas menatapku penuh iba. Aku mengulurkan tangan supaya Dea memapahku kedalam. "Kok bisa pengkak gini sih."

Aku mendudukkan bokongku. Sesekali memegangi seluruh kakiku yang terasa sakit. "Aku nendang batu lumayan gede." Mendengar itu tawa Dea pecah, tak diherankan lagi sikapnya memang seperti itu.

Aku mengesah pelan, "Sakit banget."

"Lagian kamu ada ada aja, batu segede kebo gak liat." Dea menepuk pundakku dengan keras.  Bahuku terdorong sedikit. Aku mengerang kesakitan. "Yaah yah, jangan nangis va. Aku minta maaf ya." Melihat ekspresinya berubah aku tertawa puas. Memang menjengkelkan, namun aku bisa membuat Dea bersimpuh padaku.

"Yee." Dea menepuk lukaku. Dan sekali lagi aku meringis.

Ponselku berdering, aku segera mengambil dari dalam tas. Ada pesan masuk. Aku mengernyit saat tau pesan dari siapa. Mas Rafa.

Kenapa bisa jatuh, dek?

Aku tidak langsung membalas pesan dari Mas Rafa. Sejenak aku tersenyum sendiri, membaca pesannya berulang-ulang.

Gak sengaja nabrak batu. Mas Rafa tau darimana Deeva jatoh?

Aku memandangi layar ponselku. Menunggu balasan dari Mas Rafa. Satu menit kemudian ponselku berdering kembali.

Nazri. Nanti mas Rafa jemput ya.

Membacanya, membuat bibirku tertarik kembali hingga terlihat senyum tipis di wajahku. Dea yang sedari tadi mengamati tingkahku, mulai angkat bicara.

"Senyum senyum sendiri mulu," Dea mengambil ponsel dari tanganku. Membaca pesan Mas Rafa membuat Dea juga tersenyum. Bisa dikatakan dia paham perasaanku saat ini. "Wih enak ya punya suami, ke kampus dianterin. Pulang ngampus dijemput. Jadi pengen nikah aku."

Kebanyakan orang beranggapan menikah itu enak. Ada yang nemenin. Kemana saja selalu sama. Disayang terus. Tapi gak pernah bayangin gimana sakitnya menikah. Belum lagi salah paham saat sesuatu terjadi tidak sesuai keinginan hati. Kasus orang ketiga dalam pernikahan. Semoga aja tidak terjadi padaku. "Pengen nikah? Nikah sama Tito aja, ya gak to." Aku menepuk pundak Tito di kursi depan.

Tito satu satunya mahasiswa cowok di kelas. Gayanya berlagak seperti tukang salon. Centil-centil gimana gitu. "Ada apa Deeva, nepuk-nepuk Tito gitu ih."

Mendengar gaya bicaranya saja sudah membuat kami geli. Apalagi cara berpakaiannya. Setiap hari memakai baju motif bunga super ketat. Beberapa kali ditegur dosen, katanya gak ada baju lain. Semua ukuran S. "Dea ngajak nikah tuh."

"Apaan, amit-amit jabang bayi, jangan sampe aku nikah sama banci beranak dua ini." Banci beranak dua bukan maksudnya Tito udah nikah. Jadi, si Tito pelihara dua anak kucing di gudang kampus. Setiap hari dia bakal nyamperin anak kucingnya. Bawa makanan seplastik toko.

Tito mendongak, "Tito belum siap nikah, kalau Dea mau nunggu Tito sukses dulu gak apa kan?" Dea bergidik, sontak kami tertawa mendengarnya. Sampai-sampai ada mahasiswa yang pipis di celana tidak sanggup menahan tawanya. Menambah bahan gelak.

Dosen masuk. Seluruh mahasiswa kembali fokus mengikuti kelas.

****
Sampai saat ini kakiku masih sakit. Sepertinya sedikit terkilir. Kami sudah ke rumah sakit dan diberi obat oleh si dokter. Mas Rafa memutuskan menginap di rumah.
"Lain kali hati-hati, jangan ceroboh gini dek. Kan kasian kamunya." Bukannya sebal diomeli Mas Rafa, aku malah senang. Bukti kalau dia perhatian sama aku.

Aku tersenyum melihat Mas Rafa memanjakanku. Mengurut kakiku yang sakit. Sesekali mengolesnya dengan minyak zaitun. "Dibilangin malah senyum-senyum."

"Iya-iya, takdir kita kan gak ada yang tau. Deeva mana tau bakalan nabrak batu kayak tadi. Kalau Deeva tau gak bakalan terjadi atuh."

Mas Rafa menutup botol minyak zaitun, "Setidaknya kita bisa menghindari hal-hal buruk yang mungkin terjadi sama kita."

Aku mendengus, " Seburuk apapun masa depan kita, kita belum tentu bisa menghindarinya. Semua udah ditulis sama Tuhan. Sama halnya kita. Kalau kita ditakdirkan berjodoh, seberat apapun rintangan itu bakalan terjalani. Sebaliknya kalau gak jodoh, sekeras apapun kita mempertahankan gak bakalan bisa dipertahanin."

Aku menatap sendu Mas Rafa yang sedang menunduk. Kesedihan tampak disana. Ada hal yang tidak ingin diungkapkan. Namun lewat matanya, aku bisa merasakan kesedihan itu. "Ada apa, mas?"

Dia hanya menggeleng. Menolak mengungkap tabir. Aku mencoba tersenyum, meyakinkan hatinya. Masalah yang dia hadapi akan terlewati. Aku tidak tahu itu apa. Satu hal yang pasti kami akan menjalani dengan sepenuh hati.

"Mas, kalau suruh deskripsi'in kamu itu gimana. Aku milih kamu itu kayak senyawa organik, ketimbang anorganik." Aku mencoba menghibur. Menghilangkan kegundahan dalam hatinya. Dia mengernyit. Aku paham makna itu.

"Mas tanya dong, kenapa?" ucapku agar dia berantusias.

Mas Rafa mengikutiku perintahku, aku menahan jawabanku sebentar. Supaya terkesan dia menunggu jawabanku.
"Struktur senyawa organik itu rumit, sama kayak Mas Rafa sulit dimengerti. Kalau Deeva kayak senyawa anorganik, lebih mudah dan sederhana."

Bibir tipisnya tertarik. Terlihatlah senyuman di wajahnya. Binar matanya bersinar saat menatapku. Suatu kepuasan bisa melihat seseorang yang kita sayang tersenyum untuk kita.

"Bisa aja kamu, dek." ucapnya. Dari ekspresinya aku melihat perasaan malu dalam dirinya. Gimana gak malu coba, digombal cewek cantik kayak aku. Siapapun bakal klepek-klepek. Meleleh kalau deket aku.

Mas Rafa naik ke atas. Kupandangi punggungnya yang lama kelamaan tak terlihat. 

Aku tahu dia mencintaiku, saat kulihat binar matanya bersinar saat menatapku, teduh dan hangat. Kutahu dialah tempatku bersandar dan berlindung. Namun ada tembok yang menghalangi. Tembok tak kasat mata. Hingga bibir tidak mampu bertindak.

****

Kira kira tembok yang menghalangi antara Rafa dan Deeva apa ya??

Jangan lupa tinggalin jejak kalian disini, caranya vote atau comment.

NS.

ADEERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang