Selamat bertemu di hari rabu penuh rasa rindu. Di rabu yang gak begitu cerah, aku mau kalian tetap semangat dan ceria.
Gak nyambung, udah langsung baca aja.
HAPPY READING!
****
Aku menenggelamkan wajahku di atas ranjang berusaha melupakan kejadian tadi.
"Adek masih cinta kan sama Mas Rafa?"
Aku mendengus pelan sebelum mengatakan, "Untuk apa cinta kalau cinta itu membuat kamu tersiksa." Aku merunduk kemudian kembali menatap sorot mata yang tak bisa ku artikan tercipta di mata Rafa.
"Kalau Mas Rafa butuh sesuatu bilang saja." Aku mengalihkan pandanganku, mendekat ke lemari pahat tua tapi tetap masih tampak indah dan bersih. Aku membuka lemari, mengambil sesuatu dari sana. "Ini selimutnya. Kalau malam udaranya dingin, kalau pengen minum teh anget tinggal panasin air, tehnya ada di rak sebelah sana."
Rafa tersenyum menatapku mendekatkan wajahnya padaku hingga hanya ada jarak lima senti diantara kami, "Kalau Mas butuhnya kamu gimana?" Aku mengerjapkan mata berkali-kali. "Hanya butuh waktu untuk mengembalikan cinta kamu, perlahan Mas akan munculkan cinta itu kembali."
Aku berusaha menghiraukan ucapannya, aku berlalu meninggalkan Rafa yang masih menatap ke arahku.
Percuma saja memaksakan untuk tidur, mata terpejam namun pikiran melayang. Aku memutuskan untuk menikmati angin malam dari balkon.
Aku memandangi langit hitam. Bintang-bintang tetap menemani sang bulan untuk tetap bersinar. Bintang-bintang tak pernah letih harus disandingkan dengan bulan di setiap malam. Tanpa kehadiran bintang-bintang, bulan akan muram dan tak berdaya.
Aku menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku untuk menghangatkan badan. Cuaca disini memang lumayan dingin ditambah lagi musim hujan.
Aku memandangi tubuh seorang lelaki yang sedang berdiri dibalik jendela menatap keluar. Lelaki itu tampak dilanda kesedihan yang mendalam, bisa aku tebak dia mengalami patah hati akut karena jauh dari diriku.
Rafa galau mikirin author yang gak balas cintanya dia va :) abaikan
Rafa mendongak menatap ke arah ku. Aku jadi ketahuan mengamati Rafa dari kejauhan. Aku masuk dan menutup pintu arah balkon. Menghempaskan tubuhku lalu menenggelamkan pikiranku dalam mimpi yang belum tentu menghampiri.
****
"Afsheen, si Akbar udah sarapan belum? Coba kamu cek keadaan dia deh, Tante khawatir dari tadi dia belum datang ke sini juga buat sarapan." Aku mengangguk pelan. "Ini sekalian kamu bawain dia baju sama celananya juga, ini baju almahrum suami Tante. Kamu kasih gih, kasian dia gak punya baju ganti." Aku mengiyakan perintah Tante Bella, namun dalam hatiku menggerutu.Aku langsung menuju paviliun.
"Aaaaaaaa...." Aku berteriak sekencang mungkin. "Mas Rafa kenapa gak pake baju."
Rafa melongo dan menatap perut sixpack miliknya. Refleks menutupinya dengan kedua tangan yang bersilang. "Saya lagi olahraga, kamu lagian ngapain kesini."
"Kalau mau olahraga pakai baju kek, jangan sembarangan ini bukan rumah kamu."
Rafa terkekeh geli, aku mengintip wajahnya. Namun mataku malah tertuju pada perut dan dadanya yang masih terbuka. Sontak aku kembali menutup mataku.
"Adek ngapain kesini, kangen sama Mas?"
Tubuhku merinding mendengarnya, "Nih pake baju dulu, itu baju punya suami Tante Bella." Aku menyerahkan baju dan celana yang diberikan Tante Bella tadi. Rafa mencium aroma baju itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADEERA
Teen FictionGak kebayang nikah di umur yang masih belasan tahun. Gimana ya rasanya? Aku terpaksa menikah dengan lelaki yang tak kucintai. Kami menikah bukan karena dijodohkan, namun karena sebuah kondisi yang memaksa kami untuk menikah. Sama halnya seperti ce...