Bagian 16

256 12 2
                                    

HAPPY READING GUYS!

16
****
Aku memandangi surat itu. Pandanganku tidak bisa beralih dari sana. Jantungku rasanya berdebar-debar menanti kedatangan Rafa. Menanti sebuah kebenaran dari surat itu. Aku sudah menunggu sejak tadi. Rafa sudah aku hubungi, katanya siang ini dia akan datang.

"Bisa gila gue liat surat itu, bagusan gue makan. Bye surat, baek-baek ya. Jangan kemana-mana!" ucapku seperti sedang berbicara pada sebuah benda yang tidak dapat mendengar, melihat, apalagi menjawab perintahku. Aku mencoba melupakan surat itu, membuka instagram pribadiku. Sesekali melihat gosip terkini.

"Wah parah, kebangetan nih cowok." ucapku kesal melihat berita gosip di instagram. Tengah asik ber-instagram ria, Rafa muncul dihadapanku. Dengan nafas yang terengah-engah.

"Suratnya mana? Kamu taruh dimana?"

Aku mengernyit bingung, apa dia gak bisa santai mintanya. Sepertinya ada sesuatu di dalam surat itu. Aku semakin penasaran.
"Deeva taruh di meja kamar. Itu surat apa ya, mas? Kok kayaknya rahasia banget."

Tak langsung menjawab, Rafa berlari ke lantai atas mengambil surat itu. Aku memandangi pundaknya yang semakin lama menghilang. "Bodo ah."

"...Kalau dia kasih tau ke elo isi surat itu, berarti dia setia sama lho. Kalau enggak, ya lho tau lah apa..."

"...Siapa tau itu surat cinta dari pacar selingkuhan Rafa..."

Ucapan Dea masih terngiang di telingaku. Benar juga kata Dea, lelaki tidak bisa dipercaya. Jarang ada lelaki yang setia sekarang ini. Aku beranjak dari kursi. Melangkahkan kakiku, kemudian mempercepat langkahku menaiki anak tangga. Berharap dapat mengetahui isi surat itu.

Aku membuka pintu kamar hingga terdengar deritan yang ditimbulkan oleh pintu. Rafa langsung memasukkan kembali surat ke dalam amplop. Aku mengernyit, apa yang sedang disembunyikannya padaku. "Isi suratnya apa, mas? Kalau diperhatikan, itu gak kayak surat resmi deh."

Dia mulai gelagapan, "Ini surat dari dosen pembimbing." Rafa memasukkan surat itu ke dalam saku celananya.

"Harus ya lewat pos gitu, apa gak bisa lewat email aja? Deeva curiga, jangan-jangan.."

"Sifat dosen itu beda-beda, umurnya juga beda-beda. Apalagi kemampuan menggunakan teknologinya. Dosen mas ini agak gaptek, taunya ngirim surat itu lewat pos." Ucapannya sejenak mampu meyakinkan aku. Aku tidak ingin memojokkan Rafa lagi. Cukup sudah aku termakan dengan ucapan Dea.

Aku mengelus dada, "Dasar si Dea, buat aku takut aja."

"Dea?"

"Kamu udah makan, mas? Aku udah buat, eh gak buat sih. Aku tadi ada beli ayam penyet di warung sebelah, ayamnya enak loh mas. Mas harus coba nih." ucapku mengalihkan pembicaraan.

Kami menuju ruang makan. Aku mengambil ayam penyet di dapur. Karena tau Rafa akan datang, aku membeli dua porsi. Beruntung dapat menahan laparku, aku jadi bisa makan berdua dengan Rafa.

Sedari tadi, semenjak membaca surat misterius itu tingkahnya agak berubah. Sangat sangat mencurigakan. Aku memandanginya dengan serius. Memperhatikan gerak-geriknya. Ayam geprek dihadapannya tidak disentuh sama sekali. Memainkan sendok dan garpu. Pandangan matanya yang kosong membuat aku semakin yakin, ada suatu hal yang tidak ingin diketahui olehku.

ADEERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang