HAPPY READING!!!
14
****Bayangmu hadir ketika menatap wajah sang malam. Begitu lekat dalam hembusan bayu. Serasa lembut nafasmu menyapu rinduku. Aku ingin engkau hadir dalam setiap hembusan nafas. Mengisi relung hati. Menemani mimpi. Melayang dalam pikiranku.
"Non Deeva, non." Bi Inah memang sering berkunjung ke kamarku hampir setiap malam. Kadang sekedar hanya memastikan apakah aku sudah terlelap. Atau sekedar mengantarkan susu untukku. Sama halnya malam ini, dia membawakan segelas susu padaku. Katanya agar aku dapat IP tinggi. Aku menghargai sikap baiknya padaku.
Tidak terasa sudah hampir satu tahun waktu kujalani sebagai seorang istri. Hadir dalam mimpi indah melayang bersama rembulan. Menemani ditengah dinginnya malam. Memberikan kehangatan cinta dan kasih. Kebahagiaan itu belum kurasakan hingga saat ini. Walau engkau jauh disana, tetap hatiku untukmu. Biarlah jika hanya dipendam saja, tetap hatiku untukmu.
****
Libur semester telah tiba. Angan hendak menghabiskan waktu bersama sirna. Mengistirahatkan otak yang terkuras selama ini. Dia menolak untuk berlibur. Siapa lagi kalau bukan Rafa. Padahal aku sangat mendambakan liburan ini. Sudah sepekan libur semester, aku menghabiskan waktu di rumah aja. Aku bosan dan jenuh dengan rutinitas sehari-hari yang terlalu menoton. Bangun tidur makan, main hape, habis itu makan lagi terus tidur. Unfaedah banget.Aku tengah bersiap-siap berangkat menuju apartemen Rafa. Wajah di poles sedikit agar terlihat lebih fresh. Mengenakan sweater sepanjang lutut dengan dalaman warna putih. Jilbab pashmina nude. Terlihat casual. Dengan sentuhan parfum membuat penampilan semakin menarik.
Aku memandangi penampilanku di cermin, "Selesai, aku udah rapi saatnya meluncur."
Seperti anak ayam yang baru lepas dari kandang, tidak bisa diungkapkan rasanya. Aku lambungkan tas putihku ke udara. Saking girangnya bisa bertemu dengan Rafa setelah sepekan. Dia selalu menolak jika aku hendak ke apartemennya. Pagi ini aku akan membuat dia terkejut dengan kedatanganku.
Berkali kali aku memencet bel, namun pintu masih tertutup rapat. Aku merogoh saku, mengambil ponselku.
"Assalamualaikum,""Wa'alaikumsalam, kenapa dek?"
Suara sengau dan berat terdengar dari sana. Sepertinya Rafa baru bangun tidur.
Aku mendekatkan bibirku ke ponsel dan berteriak, "Deeva di depan." Sambungannya langsung diputus dong. Aku tertawa tanpa suara. Geli sekali jika melihat ekspresi Rafa saat tau aku di apartemennya.Aku melirik penampilan Rafa dari atas ke bawah. Masih dengan kaos oblong dan celana pendek dibawah lutut. "Kamu kok kesini, aku kan udah bilang jangan ke apartemen."
"Deeva bosan sendiri di rumah, tiap hari makan tidur gak ada variasinya. So, hari ini Deeva mau ke toko buku." Aku menempelkan punggungku ke dinding. Menggoyang goyangkan kaki.
Rafa menatapku, "Terus?"
"Deeva minta ditemenin sama Mas Rafa, mau ya?" Aku memasang puppy eyes. Pipi merona, bulu mata lentik, bola mata bersinar bak mutiara di lautan.
"Pergi sendiri, aku lagi sibuk." Rafa menutup pintunya. Berhasil aku dapat menahannya.
"Sekali aja, please!" godaku lagi. Dan kini mampu membuat seorang Rafa luluh. Aku menerobos masuk ke dalam kamarnya. Namun dadanya yang bidang menutup pintu kamar. Tubuhku berdekatan dengannya. Jantungku berdebar. Seolah dunia seakan berhenti. Tatapannya begitu indah menyejukkan kalbu.
Rafa mendekatkan wajahnya, "Tunggu diluar aja."
Sudah sejak lama Rafa tinggal di apartemen, namun dia tidak pernah mengizinkan aku sekedar datang apalagi mengetahui isi kamarnya. Ada sebuah rahasia dalam kamarnya yang tidak ingin dibagi denganku. "Tapi kenapa? Deeva belum pernah masuk apartemen, Deeva mau liat liat isi kamar Mas Rafa. Masa gitu aja gak boleh, minggir!"
Sekeras apapun aku merayunya, dia tidak akan pernah membukakan pintu itu untukku. Bahkan teman dekatnya tidak diperbolehkan datang ke apartemen ini. Apalagi aku istrinya. Eh gak kebalik ya, udah ah bodo amat. Suatu keajaiban dunia jika ada orang yang bisa masuk ke apartemen ini.
Lima belas menit Rafa keluar. Dalam waktu singkat seperti ini dia melakukan segalanya. Berbanding terbalik denganku, butuh waktu berjam-jam untuk bersiap-siap. Sejenak aku terpesona, terbius aroma. Berangan, ketika aroma mulai menyesap. Terbayang wajah yang selalu ku damba. Mungkinkah dia sosok yang selalu mengisi mimpiku. "Woi, malah bengong. Terkesima lihat penampilan aku setampan Hamish Daud." Imajinasiku buyar, seseorang merusaknya. Dan sang pangeran adalah perusaknya.
"Eh, berangkat yuk."
Jarak apartemen dan toko buku lumayan dekat. Kami berdua memutuskan jalan kaki. Hitung-hitung olahraga pagi. Berjalan bersamanya membuat jantungku berdetak lebih kencang. Sekujur tubuh bergetar bak terkena sengatan listrik. Panas matahari tidak mampu membakar kebersamaan ini. Berharap semuanya bukan sebuah mimpi. Berharap segalanya dapat terjadi. Terjadi bukan untuk sesaat, namun selamanya.
"Mas Rafa tau gak, papa dulu pernah bilang. Jika ada seorang lelaki selain papa yang berjalan denganku, menggenggam tanganku dengan erat. Makan jangan engkau lepaskan dia. Lelaki itu adalah papa, tapi dalam wujud dan fisik berbeda."
Rafa berhenti, menatap mataku sangat dalam dan penuh makna. Binar matanya sekali lagi menyesap hingga ke relung hatiku. "Sekarang aku udah kayak yang papa kamu bilang gak?"
Aku menggeleng, "Mas Rafa gak genggam tangan aku, jadi bukan Mas Rafa lelaki yang papa maksud."
"Mana tangan kamu?" Aku mengernyit, tapi aku tau maksudnya apa. Dia ingin menggenggam tanganku. Hatiku telah mengepakkan sayapnya. Bagaikan hendak terbang ke langit. Beriringan bersama awan. Menari dan menyanyi lagu cinta.
Ku berikan tanganku padanya, agar dia bisa menggenggam tanganku dan tidak melepaskannya. "Mas Rafa mau genggam tangan Deeva?" Binar matanya mengungkapkan isi hatinya. Tangannya mulai mendekati tanganku. Aku berlari, menghindar darinya. "Tangkap Deeva kalau bisa."
Suaraku begitu nyaring hingga beberapa orang menatapku heran. Seolah aku sedang mengumumkan kepada dunia. Aku telah mendapatkan sebuah tempat untuk berlabuh. Tapi bukan untuk sementara, namun selamanya.
"Dasar anak kecil." Rafa geleng-geleng kepala melihat tingkahku. Pada akhirnya dia kalah dan lunak menuruti perintahku. Dia mengejarku dengan semangat, membuat aku menambah kecepatan kakiku. Kami seperti seorang penculik yang mengejar korbannya. Tanpa peduli pada orang-orang yang mungkin menyakiti mereka.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
ADEERA
Teen FictionGak kebayang nikah di umur yang masih belasan tahun. Gimana ya rasanya? Aku terpaksa menikah dengan lelaki yang tak kucintai. Kami menikah bukan karena dijodohkan, namun karena sebuah kondisi yang memaksa kami untuk menikah. Sama halnya seperti ce...