Seorang remaja menuruni tangga dengan pakaian putih abu, dan jas almamater kebanggaan sekolahnya. Nampak tak ada binar keceriaan dimatanya, hanya ada kesepian lara yang terasa sudah lama. Remaja yang bernama lengkap Abisnya Anatama itupun memandang keseluruh sudut rumah, hanya sepi yang ditemuinya. Itu tak apa, iya telah terbiasa.
Tidak perlu berbelok kesegala arah lagi, Abi langsung melengos pergi ke sekolah. Tanpa sarapan ataupun sekedar mengisi perut. Duduk diam sendiri dimeja makan, membuat harapan demi harapan tumbuh bersama angan, jadi lebih baik iya langsung berangkat saja.
Sesudah keluar rumah, Abi tidak lupa mengunci pintu rumah besar dan megahnya itu, ada banyak barang berharga didalam, Abi takut nanti ada pencuri masuk, karna tak ada satupun yang menjaga. Setelah Selesai, Abi langsung mendekati mobil sedeharna, berwarna hitam miliknya, yang sudah terpakir rapi dihalaman rumah. Abi pun langsung memasuki mobil dan mejalankannya.
Mobil Abi yang sudah ada didepan gerbang rumahnya yang terkunci, itu artinya Abi harus turun dan membukanya sendiri. Walaupun iya anak orang kaya sekalipun, tak akan ada yang membukakkan pintu gerbang, karna yang tinggal dirumahnya hanya ada Abi dan orang tuanya, kalaupun ingat pulang.
Walaupun terlihat ribet, Abi tak mengeluh. Setelah membuka iya kembali melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah dan setelahnya lagi, Abi harus turun mengunci pintu gerbang, agar aman tentunya.
Semua selalu berjalan lancar, setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit, Abi akhirnya sampai di sekolah yang bernamakan SMA Pelita Bangsa. Disanalah Abi mengemban ilmu, yang mungkin menjadi tujuan Abi mengusir sepi, walau harus sering mendapat bully dan tak ada teman.
Abi selalu mencoba menikmati hidupnya, apapun keadaannya, asal dirinya masi merasa mampu dan nyaman.
Hari yang sudah cukup siang bagi seorang siswa, membuat parkiran sudah hampir penuh diisi mobil dan motor siswa yang berharga ratusan juta. Hampir semua siswa disini berasal dari kalangan kelas keatas, mungkin dari semua siswa hanya mobil Abi yang tak mahal atau masuk kedalam tipe biasa-biasa saja. Bukannya tak mampu membeli, tapi Abi merasa itu saja sudah cukup, tak perlu memamerkan lagi hasil kerja keras orang tuanya, yang sampai lupa anaknya itu.
Abi menghembuskan napasnya kasar, iya keluar dari mobil dan berjalan menuju kelas bahasa. Dirinya memang bukan siswa pintar yang bisa mendaratkan kakinya dengan nyaman dikelas IPA, otaknya yang tidak terlalu cerdas hanya bisa membawa dirinya kekelas Bahasa. Sungguh tidaj ada yang membanggakan dari dirinya, pikir Abi.
Kelas Abi kebetulan ada diujung lorong, sangat dekat dengan taman, namun lumayan jauh dari kantin. Perlu waktu yang cukup lama menemukan kelas Abi, karna letaknya yang cukup jauh. Selain itu Abi juga harus melewati banyak kelas-kelas lain, baik kelas adik kelas maupun kakak kelas, Abi sendiri kini telah menjadi kelas XI.
Satu hal yang paling Abi tidak suka, saat melewati kelas-kelas lain, melihat tatapan jijik para siswa kepada Abi, atau komentar-komentar pedas yang masi bisa Abi tangkap dari indra pendengarannya. Tidak sampai situ, baru saja Abi mau memasuki kelas, seseorang mencegatnya didepan pintu. Siapa lagi kalau bukan Abdi dan teman-temannya, Abi memang sering menjadi langganan bully mereka.
“Hay ... banci, baru dateng lo?” tanya Abdi dengan nada menghina.
Abi hanya menunduk dalam, iya tidak pernah berani berhadapan dengan Abdi. Dirinya hanya akan pasrah jika dipermalukan didepan teman-temannya. tidak akan ada yang membela ataupun sekedar menolong, membuat Abi muak berharap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabi (Sudah Terbit)
Fiksi PenggemarSemua kehidupan mengandung kata unik, unik untuk dipandang atau unik untuk diamati, sama seperti keunikan kisah cinta Abi dan Rasya, mereka yang tak sengaja bertemu dan saling melindungi. Abi begitu polos dalam hidupnya, tak suka berharap atau menge...