Masi Sama

68 23 8
                                    

Permainan tinju yang dilakukan oleh Rasya dan Abi hampir selesai, dengan Abdi yang sudah babak belur. Satu pukulan lagi, Abdi pasti akan tumbang, namun Rasya yang dari tadi tidak dapat perlawanan melainkan hanya tangkisan dari beberapa pukulan akhirnya lelah sendiri. Rasya memutar bola matanya lelah, menghembuskan napasnya kasar, iya lebih memilih keluar ring.

"Loh Ras ... kamu mau kemana?" tanya Abdi.

"Istirahat," Balas Rasya sedikit ketus.

"Tapi ini kan belum selesai."

"Capek ngelawan lo nggak ada perlawanan." Rasya terlihat kesal, iya tak suka menang karna lawannya yang tak berdaya atau hanya diam saat diajak main, makannya iya memilih untuk berhenti saja.

"Maaf .... " Abdi menunduk dengan wajah sedih, membuat Rasya makin kesal. "Gue ngak bisa sakitin cewek yang gue sukai."

"Bodoh," desis Rasya langsung turun dari ring, yang langsung disusul oleh Abdi.

"Ras .... " panggil Abdi, membuat cewek itu berhenti dan berbalik badan. "Gue sayang sama lo, apa lo masi belum percaya?"

"Omong kosong macam apa lagi ini," batin Rasya, yang sudah mendegkus sebal. "Cinta dan sayang lo tiba-tiba, jadi nggak masuk akal tauk."

"Apanya yang ngak masuk akal, cinta pada pandangan pertama aja wajar Ras .... "

"Tapi ini beda, lo tiba-tiba suka setelah beberapa hari lalu benci sama gue. Apa omongan lo bisa menjamin, kalo cinta lo tulus, bukan cinta berlandaskan benci?" tanya Rasya mengeluarkan semua kecurigaannya, yang tentunya sedikit dengan emosi.

Abdi mendekati Rasya, memegang kedua tangan gadis itu, tapi  tentu langsung ditepis. "Gue ngak suka disentuh!" sentak Rasya.

"Sorry Ras, tapi apa yang bisa lo bikin percaya sama gue?" tanya Abdi terlihat dengan wajah memohon.

Rasya tetaplah Rasya, hatinya selalu menolak Abdi, walaupun logikanya sudah ingin menerima, atau mungkin hatinya telah jatuh cinta pada orang lain, tapi Rasya tak boleh begitu terus, iya kembali memandang Abdi dengan wajah kesal. "Pembuktian dan satu aja belum cukup."

Abdi mengangguk mantap. "Oke, kalo itu yang lo mau, gue bakal buktiin semampu gue."

Rasya mengela napas untuk kesekian kalinya, iya mengangguk pelan. "Gue tunggu."

Senyum Abdi terbit, mendengar ucapan Rasya yang seolah memberi harapan lebar untuk Abdi berjuang, membuat cintanya terbalas. "Makasi .... "

"Hem .... "

Rasya memutuskan untuk mengahampiri kedua kakaknya yang saling  bungkam. Gatan tampak bersidekap dada dengan wajah kesal, begitupun dengan Askan yang malah hanya diam dengan wajah datar. Mereka tampang saling buang muka, memandant kesegala arah.

"Kalian kenapa?" bingung Rasya. "Terus Abi sama Elin mana?" tanya Rasya memandang keseluruh penjuru  area tinju, tapi tidak ada kedua sahabatnya di sana.

"Tanya sama Kakak kamu, Kak Askan males lama-lama deketan sama dia." raut kesal nampak jelas diwajah Askan, bahkan saat mengatakan itu, sedikitpun iya tak melirik Gatan. "Oh iya, kamu harus jauhin temen-teman kamu dari dia, entar kabur semua."
Setelah mempringatkan sang adik, Askan langsung melengos pergi.

"Lah Kak Askan mau kemana?"

"Pulang!" teriak Askan yang sudah cukup jauh dari tempat Rasya dan Gatan berdiri.

"Ini ada apa si?" tanya Rasya memandang Kakaknya curiga.

"Tau tu," cuek Gatan, seolah iya tak tau apa-apa."Kak Gatan mau pulang dulu, hari ini ada shift malem," pamit Gatan.

Rabi (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang